Hari keberangkatan Shasa telah tiba. Sejak semalam, dia telah mempersiapkan kopernya dan beberapa dokumen yang diperlukan. Shasa akan melakukan perjalanan dinas selama 3 hari. Yang paling Shasa sukai dari perjalanan dinas yaitu Shasa bisa menambah koneksi ataupun teman kantor. Dengan berkunjung ke anak perusahaan, dia akan mengenal lebih banyak orang baru sehingga jaringannya menjadi semakin luas.
Shasa berangkat menggunakan pesawat kelas bisnis yang disediakan kantor. Selama di bandara, dia terus mengeluh karena manajer Lim tak henti-hentinya memberi instruksi, mengingatkan hal-hal yang dikerjakan disana.
"Baik, manajer Lim, baik. Aku akan ingat semua instruksimu. Sudah cukup jangan beri instruksi lagi. Ini bukan yang pertama kalinya buatku melakukan perjalanan dinas. Aku tidak se-pikun itu sampai kau harus mengingatkan satu per satu." Gerutu Shasa sambil menarik kopernya menuju gate penerbangan.
Di kantor XY Group.
"Katakan ke manajer Lim lagi untuk" perintah Leo terpotong karena melihat ekspresi asisten Haris yang datar.
"Maaf Tuan, kau sudah memberikan banyak instruksi dari tadi malam hingga pagi ini. Apakah masih perlu lagi memberi instruksi? Percayalah Tuan, mereka adalah tim yang berpengalaman. Mereka pasti melakukan yang terbaik." Leo terperangah dengan kata-kata asisten Haris. Leo merasa asistennya ini sedang memarahinya.
"Ah, begitu ya... Haris, karena aku presdir baru, aku jadi menggebu-gebu dalam setiap proyek yang dikerjakan. Apa aku perlu melihat proses itu langsung ya?" Leo seolah berpikir dengan meletakkan jemarinya di dagu.
"Akan saya pastikan tim yang bekerja melaporkan setiap detilnya kepada anda, Tuan"
"Ah, dan juga tadi kau mengatakan kalau aku memberi banyak instruksi. Apakah wanita itu akan mengingatnya?" Leo malah tak menggubris asisten Haris.
"Haris, rasanya aku perlu pergi kesana, siapkan semuanya. Siang ini, aku akan berangkat." Tegas Leo dengan mantap.
Asisten Haris kehabisan kata-kata menghadapi presdirnya ini. Dia tidak memiliki pilihan selain menuruti semua yang diinginkan presdir.
*****
Shasa telah sampai di kota tujuannya. Dia menyeret kopernya sambil mencari-cari perwakilan anak perusahaan yang menjemput di bandara. Tak lama, dia bertemu dengan salah satu supir anak perusahaan.
"Pak, kita langsung ke kantor ya." Pinta Shasa setelah menyapa pak supir.
"Baik, Nona. Tadi Pak Iko juga pesan untuk langsung mengantar Nona ke kantor. Mari." Pak supir mempersilahkan Shasa berjalan ke arah parkiran.
Shasa langsung menuju ke kantor anak perusahaan karena banyak hal yang perlu dikoordinasikan sebelum implementasi besok.
Sesampainya di kantor, Shasa disambut oleh Pak Iko yang merupakan salah satu manajer anak perusahaan. Pak Iko dan Shasa langsung berkoordinasi untuk mengatur strategi implementasi. Shasa cukup kewalahan karena begitu banyak hal yang perlu dibereskan. Dia pun bolak-balik menggunakan telepon untuk berdiskusi dengan kantor pusat.
*****
Sementara itu di tempat lain, asisten Haris sibuk mengurus persiapan Leo yang tiba-tiba ingin berangkat juga ke anak perusahaan. Beberapa meeting pun harus diundur karena ada kegiatan dadakan ini.
Setelah makan siang, Leo dan asisten Haris berangkat menggunakan jet pribadi. Di situasi ini, asisten Haris yang paling sibuk karena harus mempersiapkan segala sesuatu sesuai standar Leo. Kamar hotel yang jauh dari keramaian, tempat makan privat, bahkan ruang kerja privat, yang tidak boleh ada unsur keramaiannya.
Setelah jet pribadinya mendarat, Leo langsung menuju kantor anak perusahaan menggunakan mobil yang telah disiapkan asisten Haris. Kedatangan Leo ke kantor anak perusahaan, membuat geger seisi kantor itu. Bahkan, seluruh manajer kompak berkumpul menyambutnya di lobby.
"Selamat datang Presdir Leo." Seluruh manajer membungkukkan badannya menghormati Leo.
"Terima kasih, kalian telah bekerja keras." Balas Leo menyapa para manajer. "Haris, kau sudah siapkan ruangannya?" Leo bertanya ke asisten Haris.
"Sudah Tuan, sesuai permintaan anda." Asisten Haris menjawab dengan cepat.
"Mari Tuan, kami antar ke ruangan anda." Salah satu manajer mengatakannya dengan senyum sumringah. Tetapi, Leo hanya diam dan menatap ke orang yang berbicara tersebut.
Asisten Haris seolah mengetahui maksud Leo. "Anda tidak perlu mengantar presdir." Asisten Haris menghentikan manajer itu dengan tangannya. Manajer itu pun kehabisan kata-kata.
Leo langsung menuju ruangan privat yang telah disediakan bersama asisten Haris yang menunjukkan jalan.
"Haris, pindahkan semua orang-orang yang bekerja untuk implementasi proyek ke ruanganku." Leo tiba-tiba memerintahkan hal baru.
"Tuan, bukankah anda meminta ruangan privat ini agar tidak banyak orang yang bekerja satu tempat dengan anda?" Balas asisten Haris dengan pertanyaan.
"Haris, aku kesini untuk proyek itu. Kalau kau hanya membiarkanku sendirian dan tak bisa memantaunya, buat apa aku jauh-jauh kesini." Leo terus berjalan menuju ruangannya.
Asisten Haris benar-benar tak bisa menebak apa yang sedang direncanakan presdirnya ini. Dia pun memerintahkan tim implementasi untuk pindah ke ruangan presdir.
*****
"Teman-teman, presdir meminta kita pindah ke ruangannya. Kita akan mengerjakan implementasi disana." Manajer Iko memberitahu semua tim termasuk Shasa yang sedang bekerja di salah satu ruangan.
"Apa? Presdir? Presdir yang mana?" Shasa bingung.
"Presdir Leo, siapa lagi?" Jawab manajer Iko singkat.
Shasa tak habis pikir apa yang dilakukan presdirnya disini. Mereka pun pindah ke ruangan yang saat ini ditempati presdir. Leo melihat Shasa masuk ke ruangan. Sepuluh pegawai termasuk Shasa memberikan hormat kepada presdir.
"Silahkan lanjutkan kerja kalian disini. Aku akan memantau implementasinya. Jangan sungkan apabila butuh sesuatu." Terang Leo kepada tim itu. Shasa menyipitkan matanya menatap Leo. Dia menebak-nebak apa yang direncanakan presdirnya ini. Leo yang melihat kelakuan Shasa ini hanya diam mengabaikannya.
'Mereka tidak akan punya keberanian meminta pada anda, Tuan.' cela asisten Haris sambil menunduk.
Hari semakin sore. Satu per satu persiapan implementasi sudah rampung. Situasi di ruangan itu cukup canggung. Tetapi Shasa terlihat begitu santai dan tidak memedulikan presdirnya. Sebenarnya dari awal tidak ada hal-hal buruk yang terjadi antara Shasa dan Leo, hanya saja Shasa beberapa kali dibuat kesal dengan tingkah laku presdirnya ini.
Setelah semua persiapan selesai, Shasa beranjak meninggalkan kantor dan pergi ke hotel tempat dia menginap. Begitupun dengan Leo. Mereka jalan bersama menuju lobby, sedangkan asisten Haris masih mengekor di belakang Leo.
"Tuan, kalau begitu saya pamit." Shasa menundukkan kepalanya dan menyeret koper yang dia bawa. Tiba-tiba saja ada yang menarik lengannya.
"Hei, mau kemana kau?" Tanya Leo menarik lengan Shasa.
"Ya? Aku mau ke antrian taksi, Tuan. Aku harus ke hotelku." Jelas Shasa.
"Maaf Nona. Saya sudah memindahkan hotel anda ke hotel yang sama dengan presdir agar anda dapat lebih mudah berkoordinasi untuk pekerjaan disini." Asisten Haris menjelaskan
Shasa bingung dengan kelakuan dua orang ini. Mereka melakukan yang mereka mau tanpa sepengetahuan Shasa.
"Bagaimana bisa? Tuan Presdir, anda tidak perlu repot-repot seperti itu. Biarlah saya" belum selesai Shasa berbicara, Leo malah menariknya menuju mobil. Dia memasukkan Shasa ke dalam mobil dengan paksa, sedangkan asisten Haris memasukkan koper milik Shasa ke dalam bagasi
"Hei, apa yang kalian lakukan? Ini bisa disebut sebagai penculikan. Kalian tidak bisa memaksaku begini." Cerocos Shasa kesal di dalam mobil.
"Diam!!" Leo berteriak hingga Shasa tak berani membuka mulutnya lagi. Baru kali ini Shasa melihat wajah mengerikan Leo. "Kau diam dan turuti aku! Atau aku akan benar-benar menculikmu." Ancam Leo. Shasa menciut seketika mendengar ancaman itu.
"Nona, bagaimana mungkin seorang presdir di tempatmu bekerja, menculik pegawainya." Asisten Haris menimpali.
'Mungkin lah! Kau tidak melihat apa yang terjadi sekarang ini!' batin Shasa sambil melototi asisten Haris.
"Jalan!" Singkat, padat, tegas perintah Leo.
Mobil itu pun melaju cepat menuju hotel berbintang lima yang telah disiapkan untuk Leo. Sepanjang perjalanan, Shasa tidak berani berbicara. Sesekali, dia hanya melirik Leo yang duduk di sampingnya atau melirik asisten Haris dari kaca spion dalam mobil. Shasa hanya bingung kenapa dia harus terlibat situasi dengan presdirnya ini. Bukan hanya satu kali, tetapi sudah beberapa kali.
Leo dan Shasa memasuki hotel mewah bergaya eropa. Mereka diantar menggunakan lift khusus. Asisten Haris telah menyiapkan satu lantai hotel yang khusus dipakai untuk Leo. Meskipun kamar yang digunakan hanya 3: satu untuk Leo, satu untuk Shasa, dan satu untuk asisten Haris. Kamar Leo bersebelahan dengan kamar Shasa, sedangkan kamar asisten Haris, tepat berada di depan kamar Leo.
"Wow... Mewah sekali!" Shasa terperangah ketika memasuki kamarnya.
Jeglek. Tiba-tiba terdengar bunyi kenop pintu dan pintu terbuka.
"Aaaaaaaaa!" Shasa teriak kaget. Tapi kemudian dia mengerjapkan matanya. Shasa melihat Leo masuk dari pintu terkoneksi.
"Ya Tuhan! Tuan, bahkan kau memilih kamar dengan pintu terkoneksi?!" Shasa bertanya kesal.
"Kau seperti melihat hantu saja." Jawab Leo datar.
"Tuan, bisakah anda mengetuk pintu dulu sebelum masuk? Bagaimana kalau tiba-tiba kau masuk saat aku berganti pakaian?" Tanya Shasa dengan tenang tapi wajahnya kesal. Leo masih berdiri kaku di depan pintu terkoneksi.
"Aku pikir ini kamar Haris."
"Kau berbohong Tuan? Jelas-jelas kau lihat sendiri asistenmu masuk ke kamar tepat di depan kamarmu. Kau sudah membohongiku dua kali Tuan."
"Dua kali?"
"Iya, Tuan berbohong juga saat aku menanyakan ID card-ku. Beberapa hari setelahnya, Tuan mengatakan kalau Tuan yang menemukannya."
"Saat itu aku sedang mengujimu. Apa kau termasuk orang yang suka melupakan barang-barangmu sendiri. Bahkan kau menjatuhkan hp-mu." Leo mendengus sambil berjalan masuk ke kamar Shasa. Leo hampir kehabisan akal menjawab Shasa.
"Aku tidak sengaja menjatuhkannya." Shasa membalas kesal dan kemudian melirik ke arah jendela.
"Kau nyaman dengan kamarmu?"
Shasa kembali lagi menatap Leo dan membuangnya lagi kembali menatap jendela. "Tentu. Ini diluar ekspektasiku." Diam-diam Leo tersenyum. "Tapi disini sepi sekali." Terdengar nada kecewa dari Shasa.
"Aku menyewa satu lantai hotel ini. Itulah mengapa disini sepi."
"Apa? Tidak sekalian saja Tuan beli seluruh hotel ini."
"Begitu ya? Akan kupikirkan saranmu."
Shasa melihat Leo kesal. "Tuan, kau tahu? Aku sangat mudah berteman dengan orang lain. Tapi entah kenapa aku sulit sekali berteman denganmu."
"Mungkin karena kita tidak ditakdirkan berteman." Leo duduk di pinggir ranjang.
'What?! Itu karena setiap anda berbicara, anda hanya membuatku kesal Tuan.' batin Shasa.
Leo tersenyum kecil melihat kelakuan kesal Shasa.
*****
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Dirah Guak Kui
sepertinya Leo ada rasa hati hati terhadap Sasa
2021-11-23
0
sry rahayu
lanjut Thor....
2021-11-09
0
Aqiyu
ada apa dengan mu bos
2021-07-13
0