Shasa sedang berpamitan dengan anak-anak dan Ibu Putri. Anak-anak masih mengerubunginya karena belum puas bermain dengan Shasa. Tetapi hari sudah semakin sore, biar bagaimanapun Shasa harus pulang.
"Anak-anak, sudah yuk, Kak Shasa mau pulang. Yuk, bilang terima kasih ke Kak Shasa karena sudah menemani kalian belajar dan bermain hari ini." Kata Ibu Putri sambil menepuk tangan beberapa kali.
"Terima kasih Kak Shasa sudah menemani kami hari ini, sampai jumpa lagi." Kata anak-anak kompak. Anak-anak itu pun melambaikan tangan dan meninggalkan Shasa dan Ibu Putri di pekarangan rumah baca.
"Makasih ya, Sha, sudah berkunjung. Makasih juga sudah beliin hadiah untuk anak-anak." Ucap Ibu Putri sambil mengelus punggung Shasa dan mengantarkannya ke depan.
"Sama-sama Ibu Putri. Aku malah lupa beliin hadiah untuk Ibu." Balas Shasa dengan senyum.
"Tak apa-apa. Kamu sudah datang aja, Ibu sudah senang. Kasih Ibu hadiah yang lain aja, menantu." Goda Ibu Putri.
"Ah, Ibu nih! Bikin baper aja... Hihihihi"
"Pokoknya Sha, Ibu mah percaya sama kamu... Mau itu Dion atau siapapun, Ibu percaya kamu tahu yang terbaik. Ibu hanya bisa berdoa semoga pasangan kamu nanti menyayangi dan melindungimu. Ibu gak akan banyak tanya si ini atau si itu. Buat Ibu yang penting kamu bahagia." Shasa yang mendengarkan ucapan Ibu Putri menjadi terharu.
Bagaimanapun, sebelum Shasa memiliki orang tua angkat dan masih tinggal di panti asuhan, Ibu Putri lah yang tulus menyayangi Shasa. Karena kedekatannya, Ibu Putri sudah menganggap Shasa sebagai anaknya sendiri. Sampai suatu ketika, sahabat dekat Ibu Putri, mengangkat Shasa sebagai anaknya. Sahabat dekat Ibu Putri itu lah yang saat ini menjadi ibunya Shasa.
Shasa memeluk Ibu Putri dan berbisik "Terima kasih Ibu Putri, terima kasih karena telah peduli denganku."
Shasa tidak pernah tidak bahagia setelah berkunjung ke rumah baca. Dia seperti mendapat semangat baru untuk menjalani esok hari.
*****
Akhir pekan hampir usai. Leo hanya menghabiskan akhir pekan di apartemennya. Meskipun segala fasilitas yang dia mau tersedia secara pribadi untuknya, Leo tetap.merasa bosan. Mungkin tidak seperti saat ini tinggal dengan ibunya di luar negeri. Leo masih bisa menghabiskan waktu mengobrol dengan ibunya. Tetapi di apartemennya ini, tak satupun yang bisa diajak mengobrol.
Leo masih mengotak-atik ponselnya. Pasang 1 game, kemudian dihapus, kemudian pasang lagi game lainnya, kemudian dihapus lagi, begitu seterusnya. Dia tak menemukan satu hal pun yang menarik untuk dilakukan. Sudah 20 tahun Leo tidak kembali ke kota ini. Tentu banyak perubahan yang dia tidak tahu. Ditambah lagi ketidaksukaannya dengan keramaian. Leo semakin malas melangkahkan kakinya keluar.
Frustasi. Leo akhirnya masuknke kamar dan merebahkan badannya di kasur. Kemudian dia duduk dan bersandar di kepala kasur. Tangan kirinya mengambil salah satu darintumpukan buku yang ada di meja sisi kasur. Sejak dulu, Leo memiliki kebiasaan membaca buku sebelum tidur. Tetapi tiba-tiba ponsel Leo berdering.
"Malam, Tuan. Maaf mengganggu." Asisten Haris menelponnya. "Tuan, baru saja saya menerima email dari salah satu anak perusahaan bahwa pra-implementasi sistem operasi yang baru telah berjalan. Tetapi kendalanya cukup banyak. Mereka membutuhkan bantuan dari pusat untuk tahap proses implementasi di 3 hari kedepan."
"Teruskan emailnya ke emailku. Minta semua list kendala yang mereka hadapi. Hubungi tim teknologi untuk memeriksa semua prosedur mitigasi." Leo menjawab dengan tegas dan cepat. Dia berbicara seolah tidak ada titik dalam kalimatnya.
"Baik, Tuan. Lalu, bagaimana dengan permintaan mereka terkait bantuan dari pusat? Apakah saya perlu mengirim orang kesana?" Tanya asisten Haris lagi.
"Pastikan dulu yang aku minta sebelumnya." Jawab Leo singkat dan padat.
"Baik, Tuan." Asisten Haris menutup telponnya.
Begitulah Leo. Dia tegas dan tanggap dalam urusan pekerjaan. Tetapi lambat dalam urusan lainnya.
*****
Di kantor XY Group.
"Tuan, semua persiapan yang dibutuhkan anak perusahaan telah diatur." Asisten Haris menyerahkan dokumen ke meja Leo.
"Hem... Pastikan semuanya lancar. Apa kau memilih orang yang tepat untuk dikirim kesana?" Leo bertanya sambil membaca dokumennya.
"Tentu, Tuan. Saya sudah berkoordinasi dengan tim pengembangan. Salah satu supervisor andalan mereka akan dikirim ke anak perusahaan." Terang asisten Haris. Leo melirik haris dari kursinya. Tak lama, dia memicingkan matanya.
"Supervisor ini bahkan mampu menyelesaikan permintaan laporan anda dalam 1 hari dan langsung mempresentasikan laporan keesokan harinya. Dia tentu sangat diandalkan oleh manajer Lim." Tambah asistem Haris meyakinkan Leo.
"Maksudmu, wanita itu? Wanita ID card itu?"
"Iya, Tuan. Namanya Shafira, Tuan."
"Hei, kau bahkan mengingat namanya." Leo mendengus.
"Tuan, bahkan anda meminta saya mencarikan resumenya. Anda juga meminta saya mengembalikan ID card dan hp nya. Karena itulah saya ingat, Tuan."
"Kau menyukainya?" Pertanyaan Leo ini membuat asisten Haris kaget.
"Tidak Tuan. Saya tidak menyukainya." Jawab asisten Haris datar.
"Hei, kau tahu? Dia tidak suka lelaki sepertimu. Dia suka lelaki dewasa, seperti om-om." Leo menjawab dengan senyum sinis.
'Huh! Apa kau se-menyebalkan ini Tuan? Bertanya aneh-aneh. Atau jangan-jangan kau yang menyukainya?" Sindir asisten Haris dalam hati.
*****
"Jadi kamu berangkat keluar kota besok lusa, Sha?" Tira bertanya sambil mengaca dengan cermin di mejanya.
"Iya, dadakan banget nih. Manajer Lim gak bisa berangkat karena mengurus pengembangan di anak perusahaan lain. Edo, gak bisa berangkat juga karena istrinya mau melahirkan." Shasa masih sambil mengetik dan menatap layar komputernya.
"Ega? Kenapa gak dia aja yang berangkat?" Tira bertanya lagi.
"Manajer Lim bilang, kalo Ega yang dikirim kesana, yang ada dia cuma sibuk tebar-tebar pesona."
"Hahahahahaha... Manajer Lim peka juga." Tira tertawa kegirangan.
Tiba-tiba ponsel Shasa berdering. Satu pesan masuk di ponselnya.
'Dion: Sha, bisa ketemu sebentar?'
Shasa yang membaca pesan itu langsung melempar kecil ponsel ke mejanya. Shasa malas menanggapi pesan dari Dion itu.
*****
Jam makan siang tiba. Para pegawai XY Group sudah berhamburan keluar. Shasa makan siang bersama Tira dan beberapa pegawai wanita lainnya. Setelah makan siang, mereka bubar kembali ke tempatnya, tetapi Shasa mampir sebentar untuk membeli kopi di cafeteria kantornya. Setelah selesai mengambil pesanan kopinya dan berbalik badan, Shasa kaget melihat Dion di hadapannya.
"Sha, bisa bicara sebentar?" Dion bertanya ke Shasa.
"Mau apalagi, Di?" Balas Shasa kesal.
"Ada sesuatu yang mau aku omongin."
"Ya sudah, cepat ngomong aja." Shasa masih dengan nada kesal.
"Jangan berdiri gini Sha, gak enak dilihatnya. Duduk sebentar yuk." Dion mengajak Shasa duduk. Mau tidak mau, Shasa menurutinya.
"5 menit. Aku cuma punya waktu 5 menit." Shasa mengacungkan angka 5 dengan tangannya kemudian menyesap kopi yang tadi dibeli.
"Sha, aku mau minta maaf. Maaf aku udah ngecewain kamu. Aku gak bermaksud bikin kamu sakit hati. Tapi, aku gak bisa bohong, aku juga suka sama Gia."
'What?! Dasar lelaki gila!' batin Shasa kesal.
"Aku tahu, banyak janji yang pernah aku buat ke kamu, bahkan aku janji mau serius sama kamu. Aku minta maaf Sha. Tolong jangan salahin Gia. Ini salah aku." Dion masih melanjutkan.
"Udah ngomongnya?" Shasa kesal. "Gini ya, mau sama Gia kek, sama siapa kek, terserah kamu. Aku gak ada urusan. Intinya cuma 1, kamu laki-laki yang gak ada nilainya. Kamu gak selayak itu untuk bisa sama aku. Lanjutin aja hubungan kamu sama Gia. Semoga berhasil." Tutup Shasa kesal. Bagi Shasa, nilai laki-laki ada di janjinya, janji yang ditepati.
Dari kejauhan Leo baru kembali makan siang. Asisten Haris mengikuti di belakangnya. Leo berhenti, melihat Shasa sedang duduk dengan lelaki di cafeteria. Matanya memancarkan rasa penasaran tentang siapa lelaki yang duduk di depan Shasa.
"Tuan, mengapa anda berhenti? Anda ingin kopi?" Asisten Haris bertanya karena Leo menatap ke arah cafeteria.
"Sejak kapan ada toko kopi disana?" Leo bertanya balik.
"Sudah lumayan lama Tuan. Anda ingin mencoba kopi disana?" Asisten Haris bertanya lagi.
"Tidak, aku tidak ingin kopi. Aku ingin beli seluruh cafeteria itu." Tunjuk Leo tegas.
"Anda ingin mulai berbisnis kopi Tuan?" Tanya asisten Haris bingung.
"Kalau aku membeli seluruh cafeteria itu, aku boleh kan membuat peraturan siapa-siapa saja yang boleh mengunjungi cafeteria?" Leo memicingkan matanya.
Asisten Haris benar-benar bingung dengan pertanyaan presdirnya. Belum sampai kebingungan itu terjawab, Leo sudah bergerak melanjutkan jalannya. Langkahnya terlihat kesal.
*****
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Dirah Guak Kui
Sa lelaki begitu tdk ada bedanya dgn taik kotok, tinggalin aja jgn diladenin
2021-11-23
0
Musyarofah Salim
waduh molai jatuh cinta nich
2021-10-31
0
Chysilla A.
jangan jangan Leo suka sama Shasa pastinya🤔🤔
2021-10-27
0