Shasa dan Leo sudah begitu lelah bermain seharian. Matahari sudah tergelincir di arah barat. Sekarang ini, hanya lapar yang mereka berdua rasakan.
"Tuan, kita makan daging panggang disana ya!" Shasa menunjuk sebuah kedai pinggir jalan tidak jauh dari pintu keluar taman hiburan.
"Tunggu. Kau ingin makan steak? Aku tahu tempat yang enak." Leo menghentikan langkah mereka dengan kata-katanya
"Ish! Bukan steak. Hanya daging yang diiris tipis dan dipanggang. Anda harus coba!" Shasa sedikit kesal menjawabnya.
"Aku tidak makan di tempat sembarangan." Leo menatap Shasa.
"Tuan, kedai itu bersih kok. Lihat disana! Pengunjungnya juga ramai. Pasti enak!" Shasa masih tetap berjalan ke arah kedai, namun Leo hanya diam tak bergerak di posisinya.
Shasa menyadari Leo yang tertinggal di belakang. Kemudian dia berbalik.
"Tuan, akan ku pastikan kau menyukainya. Makanan enak tidak harus dari restoran mewah. Tour guide-mu ini sudah memeriksa kedai itu dengan baik." Shasa mengedipkan matanya memandang Leo.
"Memang apa yang kau periksa?"
"Rating! Berdasarkan rating sosial media, kedai itu adalah yang paling enak dan murah disini." Jawab Shasa percaya diri.
'Cih! Aku pikir dia memeriksa prosedur memasak koki ataupun bahan-bahan yang digunakan disana.' Leo mendengus kesal.
Tanpa pikir panjang, Shasa menarik lengan Leo. Sepanjang mereka berjalan ke arah kedai, Leo hanya menatap genggaman tangan Shasa di lengannya.
"Bu, daging panggangnya 2 porsi ya!" Shasa berteriak memesan makanan pada pemilik kedai.
Shasa begitu serius memanggang daging dari pemanggang yang ada di mejanya. Leo masih mengitari kedai dengan matanya dan berakhir menatap Shasa dalam.
"Oke... Dagingnya sudah matang. Silahkan Tuan." Shasa begitu kegirangan menyiapkan makan malamnya kala itu. Leo hanya tersenyum tipis melihat tingkah laku Shasa ini.
"Tuan, ayo cobalah. Nanti dagingnya cepat dingin, lho." Shasa mulai memasukkan daging yang dipanggangnya sendiri ke dalam mulutnya. Shasa mulai menikmati kelezatan daging itu di lidahnya.
Leo masih agak ragu memakan daging yang dipanggang Shasa. "Kau sudah pastikan ini matang kan?" Leo menyeringai sambil menunjuk daging di piring dengan sumpitnya.
"Tuan, kenapa anda bawel sekali. Aku sudah memakannya dari tadi. Apa kau melihat ada tanda-tanda kematian setelah aku memakannya?" Shasa menggelengkan kepala menyindir Leo.
Leo mulai memasukkan sehelai daging ke mulutnya. Duarrr! Tidak dia sangka daging panggang pinggir jalan ini begitu enaknya. Leo memakannya lagi dan lagi sampai-sampai tidak sadar sudah menghabiskan satu porsi sendirian.
Shasa mendecak dengan senyum tipisnya. 'Tadi saja kau menghina-hina masakanku. Sekarang sudah seperti orang tidak makan daging setahun.' batin Shasa.
Selesai makan, mereka memutuskan kembali pulang. Tantangan terakhir untuk Leo adalah naik kereta bawah tanah. Leo terlihat sudah mulai terbiasa dengan keramaian dan tidak lagi mengomel-ngomel ke Shasa. Mereka turun di stasiun kereta bawah tanah dekat apartemen dan memutuskan jalan kaki bersama kembali ke apartemen masing-masing.
"Tuan, aku senang sekali bisa berjalan-jalan hari ini. Sudah lama aku tidak menghabiskan waktu untuk diriku sendiri. Sudah seperti salah satu mimpiku terwujud."
Leo tertawa kecil. "Impianmu sesederhana itu?"
"Impianku banyak Tuan. Yang hari ini, hanya sebagian kecil saja." Shasa membalas dengan percaya diri.
"Hahaha... Bagaimana bisa ada mimpi sedangkal itu?"
Shasa menoleh ke arah Leo kesal. "Huh! Anda sombong sekali. Anda ingin pamer kalau impian besar anda sudah terwujud?"
"Memang apa impianku?" Leo melihat Shasa.
"Menjadi presdir." Shasa menjawab cepat. "Posisimu itu adalah yang diinginkan semua orang. Em... Maksudku semua orang sepertiku. Menjadi presdir, punya banyak uang, punya kekuasaan, bisa memiliki segalanya. Banyak orang menginginkan itu."
'Kenapa kau sok tahu sekali!' batin Leo. Muncul senyum tipis di wajah Leo. "Apa impian terbesar yang kau inginkan?"
"Kau bertanya serius, Tuan?"
Leo hanya mengangguk-anggukan kepala.
"Karena kau bertanya, maka aku akan menjawab." Shasa terdiam sebentar. "Aku ingin membangun sekolah untuk anak-anak jalanan, anak-anak yatim piatu, ataupun yang tidak mampu." Shasa menundukkan kepala. "Aku pernah di posisi mereka. Sangat ingin sekolah tinggi, tapi tidak bisa. Segalanya terbatas. Main pun, tidak bisa se-normal anak-anak lainnya. Dunia dan kebahagiaan mereka, seolah terbatas, hanya sekotak saja. Padahal dunia ini, luas sekali. Aku tidak ingin ada banyak anak sepertiku lagi."
Leo tak henti menatap Shasa yang saat ini hanya memandang jalan jauh ke depan.
"Mungkin aku salah satu yang beruntung. Bertemu orang-orang baik, hingga aku bisa sampai disini. Itulah mengapa aku selalu bilang hidupku ini tidak mudah. Semuanya butuh perjuangan."
"Aku lihat kau orang yang gigih. Cepat atau lambat, mimpimu pasti terwujud." Leo meyakinkan Shasa tentang mimpinya.
Shasa tersenyum lebar mendengar kata-kata semangat dari Leo.
"Aaaahhh... Capek sekali ya hari ini!" Shasa masih tersenyum lebar. "Tuan, terima kasih atas waktu anda yang berharga hari ini. Aku sudah membayar utangku lunas. Berbahagialah selalu Tuan dan jangan pernah takut dengan keramaian. Terima kasih atas semua yang telah anda lakukan untukku. Mari akhiri ini dengan baik." Shasa memberikan senyuman hangatnya ke Leo.
"Kau bilang apa? Kau ingin mengakhiri?" Leo mengerutkan dahinya.
Shasa seperti berpikir sebentar. "Em... Iya. Memang sudah berakhir kan, Tuan? Aku sudah membayar lunas utang-utangku. Berarti apa yang harus aku lakukan untukmu, sudah berakhir kan?" Jawab Shasa ringan.
Leo mendengus. "Kau sudah ingin mengakhiri? Bahkan aku baru ingin memulainya."
*****
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Dirah Guak Kui
yg tdk pernak naik kendaraan umum
pasti akan kecapekan, apakah besok masih bisa kekantor dgn semangat?
2021-11-23
0
sry rahayu
😀😀😀😀
2021-11-09
0
Asih
bagus critanya. .. 🥰
2021-10-25
0