“Tuan kemana saja jalan jalanya? Apa yang bisa tuan lihat dari jalan jalan tadi?”
Marfel tersenyum merasa lucu mendengar pertanyaan bernada kesal yang di lontarkan oleh laura. Marfel tau dirinya salah karna sudah membuat laura bingung juga khawatir mencarinya. Tapi marfel juga tidak mungkin mengajak laura ke kantor untuk berbicara dengan joshua.
“Nggak ada yang bisa saya lihat sih. Semuanya gelap.” Jawab marfel.
Laura mendelik mendengarnya. Sendok yang sedang di pegangnya sudah hampir melayang ke wajah tampan marfel saking kesalnya.
“Tuan tau saya khawatir mencari tuan yang tiba tiba menghilang begitu saja.”
Laura benar benar kesal. Marfel sudah membuat otaknya memikirkan sesuatu yang tidak seharusnya.
“Ya saya minta maaf.. Saya hanya jenuh terus diam di kamar. Makanya saya minta tolong sama supir untuk mengajak saya sekedar keliling kota.”
“Tuan tau memangnya tuan habis keliling kota? Bagaimana jika ternyata pak supir mengerjai tuan? Bagaimana jika tuan hanya di ajak muter muter keliling kompleks? Atau mungkin keliling kuburan?”
Marfel tertawa sambil mengunyah makanan yang di suapkan laura ke dalam mulutnya. Pikiran laura benar benar unik. Dan marfel benar benar merasa sangat terhibur dengan kemarahan gadis itu.
“Itu tidak mungkin..” Sangkal marfel yakin.
Tentu saja marfel yakin. Karna marfel tidak benar benar buta. Marfel bisa melihat semuanya dengan jelas. Dan semua pekerjanya jujur termasuk supir pribadinya.
“Kenapa tuan begitu yakin?” Tanya laura menantang.
“Karna supirnya bukan kamu. Mungkin kalau kamu yang bawa mobil iya. Kamu cuma bawa aku keliling kompleks atau mungkin keliling muterin kuburan.”
Laura berdecak. Bibirnya mengerucut sebal dengan kedua pipi menggembung merasa kesal karna marfel membalikan apa yang di katakanya.
“Nggak lucu.” Judesnya.
Marfel tertawa lagi. Entah kenapa bersama laura marfel merasa menjadi dirinya sendiri. Marfel tidak harus menuruti semua kemauan laura. Karna laura tidak menuntut apapun. Laura bahkan tidak pernah sibuk mengurusi penampilanya. Buktinya selama menikah denganya laura masih terus mengenakan baju baju sederhananya. Baju yang dengan rapi menutupi semua bagian tubuh yang memang tidak seharusnya di perlihatkan.
“Laura. Boleh tidak aku tanya sesuatu?”
Laura melirik kesal pada marfel. Di sodorkan dan di tempelkan kembali sendok berisi nasi dan lauk juga sayuran di bibir tipis marfel.
“Eem... Aku udah kenyang laura.” Tolak marfel.
“Iiiihh.. Nggak boleh begitu.. Ini satu suap lagi tuan..”
“Tapi laura..”
“Kalau nggak mau, mulai besok pagi makan sendiri. Aku nggak mau nyuapin.” Sela laura.
Marfel tersenyum kemudian mengalah dengan membuka mulutnya dan kembali melahap satu suap nasi dari laura.
Laura meletakan piring kosong di atas meja makan. Di meja makan memang hanya ada laura dan marfel yang memang pulang sedikit larut dari kantor dengan joshua yang mengantar.
“Minum dulu tuan.”
Laura membantu marfel meminum segelas air putih setelah menelan makanan dalam mulutnya.
“Memangnya apa yang mau tuan tanyakan?” Tanya laura mulai penasaran.
Seperti biasa, Ekspresi laura memang cepat sekali berubah. Padahal tadi masih menampakan wajah kesalnya namun tiba tiba berubah dengan menampakan wajah penuh tanda tanyanya.
“Tentang pekerjaan.”
Laura mengangkat sebelah alisnya.
“Memangnya kenapa?” Tanya laura.
“Berapa gaji kamu selama bekerja di caffe ariana?”
Laura tampak berpikir sesaat. Laura tidak pernah mempermasalahkan berapa gajinya saat bekerja. Baginya asal mendapat uang untuk makan itu sudah sangat bersyukur.
“Berapapun itu tuan nggak perlu tau. Yang penting cukup untuk saya, nenek, dan adik saya makan tuan.” Jawab laura enteng.
Marfel mengangguk. Kesederhanaan laura membuatnya merasa terenyuh. Laura benar benar gadis yang apa adanya.
“Bagaimana dengan kebutuhan kamu sendiri? Seperti untuk perawatan atau membeli baju?”
Laura tertawa mendengarnya. Pertanyaan marfel sungguh sangat lucu menurutnya.
“Kenapa ketawa? Memangnya ada yang lucu dengan pertanyaan aku?”
“Haduh.. Tuan sudah kaya pemerintah saja yang mau ngasih bansos. Saya nggak seribet itu tuan. Cukup bisa makan, bisa beli obat buat nenek, dan bisa bayar SPP sekolah tian saja saya sudah bersyukur.” Jawab laura sambil memberekan piring dan wadah kotor lainya yang berada di atas meja makan.
“Sudah saya mau cuci ini dulu. Tuan jangan kemana mana, tunggu disini.”
Laura bangkit dari duduknya kemudian berlalu dengan piring kotor di tanganya menuju dapur meninggalkan marfel yang anteng duduk di kursi paling ujung di meja makan.
“Kamu benar benar gadis yang baik laura. Kamu pantas untuk bahagia. Aku akan bantu kamu untuk bahagia.” Lirih marfel menoleh dan menatap punggung laura yang berjalan menuju dapur.
Setelah selesai mencuci piring dan wadah kotor lainya, laura kembali menghampiri marfel dan mengajaknya untuk naik ke lantai 2. Laura menuntun marfel dengan telaten menaiki satu persatu anak tangga menuju kamar mereka.
Laura sebenarnya sangat penasaran. Keluarga chandra adalah keluarga kaya raya. Tapi marfel buta terus di biarkan. Padahal bisa saja marfel mencari pendonor mata untuknya. Marfel juga bisa membayar berapapun pada orang yang mau mendonorkan mata untuknya.
“Tuan apa tuan tidak ingin bisa melihat lagi?” Tanya laura sembari menuntun marfel.
“Memangnya kenapa?”
“Ya nggak papa. Cuma heran aja. Tuan kan banyak uang kenapa nggak cari pendonor mata saja?”
Marfel tersenyum. Marfel memang tidak butuh operasi apa lagi pendonor mata. Marfel masih normal dan masih bisa melihat semuanya dengan jelas.
“Memangnya kamu mau mendonorkan mata kamu untuk aku?”
Laura menoleh cepat tidak menyangka marfel akan menanyakan hal seperti itu padanya. Laura, mati lampu saja sudah kelabakan apa lagi jika sampai penglihatanya gelap.
“Ya nggak mau lah. Saya nggak mau buta.”
Marfel tertawa mendengar jawaban laura.
“Dasar istri bodoh. Kalau mendonorkan mata itu artinya si pendonor harus siap mati. Aku tidak mau mengorbankan orang lain demi kepentinganku sendiri. Uang itu bisa di cari laura. Tapi nyawa. Manusia hanya punya satu dan tidak bisa mencari kemanapun. Bahkan memintanya lagi pada tuhanpun belum tentu di kasih.”
“Ya juga sih. Tuan baik juga ternyata.” Angguk laura setuju.
“Aku akan menjadi orang yang baik selama aku masih mampu.”
Laura tersenyum.
“Berbuat baik itu gampang tuan. Saya yakin tuan pasti mampu.”
Tidak jauh dari tangga, lina tersenyum menatap laura yang begitu telaten menuntun marfel menaiki satu persatu anak tangga. Sebenarnya lina sudah dari tadi memperhatikan keduanya. Laura benar benar jujur. Padahal marfel buta tapi laura tetap memperlakukanya dengan sebagaimana semestinya. Laura tidak macam macam. Laura menuruti dan mengambilkan makanan yang ingin di makan marfel, menyuapinya dengan telaten.
“Andai kamu bisa mengurus marfel seperti laura ana.. Marfel pasti akan sangat bahagia walaupun kehilangan penglihatanya.” Batin lina merasa sedih.
Selama ini lina dan suaminya tedy chandra sangat menyayangi ariana karna ariana adalah wanita yang di cintai putra semata wayangnya. Ariana adalah wanita yang di pilih sendiri oleh marfel untuk menjadi pendamping hidupnya. Dan selama 3 tahun menikah marfel terlihat sangat bahagia karna ariana yang sangat di cintainya. Tapi sekarang setelah marfel buta ariana bahkan mencarikan istri ke 2 untuk marfel dan seolah tidak lagi perduli pada marfel. Ariana semakin sibuk di luar dan tidak pernah ada waktu untuk sekedar menemani marfel duduk.
“Mamah tau kamu kecewa nak.. Mamah juga kecewa. Mamah tidak percaya ana bisa berbuat seperti itu sama kamu.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
nur
sudah lama pernikahan 3tahun tapi belum ada keturunan anak
2022-05-03
0
nichic
apalagi klo tau ana selingkuh, pst lbh kecewa lg
2022-04-19
0
Novia Nikma Widyal
🤣
2022-04-05
0