“Laura..”
Laura melirik kesal pada marfel yang duduk di tepi ranjang tidak jauh darinya. Laura benar benar merasa kesal. Marfel sudah membuatnya seperti orang bodoh dengan pemikiran yang tidak seharusnya.
“Kenapa tuan?” Sautnya dengan nada kesal.
Marfel tersenyum simpul. Mungkin Laura kesal karna marfel membuatnya menunggu lama di depan kamar Ariana tadi.
“Kamu masih mau mencari pekerjaan?” Tanya marfel pelan.
Laura mengangkat sebelah alisnya. Tentu saja Laura akan terus mencari pekerjaan. Karna hanya dengan bekerja Laura bisa mendapatkan uang untuk membiayai sekolah adiknya juga membeli obat untuk neneknya.
“Memangnya kenapa? Tuan mau memberikan saya pekerjaan?” Tanya balik Laura masih dengan nada kesalnya.
“Memangnya kamu mau?”
Laura melirik marfel yang terus mengukir senyuman di bibir tipisnya. Laura tidak mengerti dengan maksud suami tampanya itu.
“Apa dia mau menjadikanku karyawan di perusahaanya? Atau menjadi asisten pribadinya? Eh tapi kan sudah ada Joshua?” Batin Laura bertanya tanya.
“Kalau tuan mau mempekerjakan saya di perusahaan tuan, saya menolak. Jujur saja tuan saya bukan orang yang cerdas. Saya juga hanya lulusan SMA tuan.”
Marfel tertawa mendengarnya. Laura benar benar gadis yang sangat lucu. Laura begitu jujur dan apa adanya.
“Aku juga tau kamu bukan gadis yang pintar.”
Laura mendelik mendengarnya.
“Maksud tuan saya bodoh?” Tanya Laura semakin merasa kesal.
“Aku nggak bilang kamu bodoh bukan?”
Laura berdecak. Marfel sangat membuatnya gemas.
“Sudahlah saya capek seharian ngurusin tuan. Saya mau istirahat.” Jutek Laura.
Marfel tersenyum menatap Laura yang berjalan menuju sofa di seberang ranjang tempatnya duduk. Marfel sebenarnya tidak tega melihat gadis manis itu tidur dengan tempat yang begitu sempit. Hanya sofa yang sempit dan tidak bisa membuat Laura leluasa bergerak dalam tidurnya. Marfel bahkan sering duduk menatap Laura di tengah malam saat Laura sedang terlelap.
“Bagaimana kalau aku gaji kamu.”
Laura yang hendak membaringkan dirinya di atas sofa langsung menoleh cepat pada marfel.
“Apa maksud anda tuan?” Tanya Laura tidak mengerti.
“Ya.. Aku akan menggaji kamu setiap bulan karna kamu mengurus aku selama 24 jam. Anggap saja diri kamu seperti pengasuh untukku. Bagaimana?”
Laura tertawa merasa lucu dengan apa yang di tanyakan oleh marfel. Yang benar saja, Ariana pasti akan sangat marah jika tau Laura menerima gaji dari marfel. Ariana mungkin juga akan menganggapnya gadis mata duitan.
“Jangan membuat lelucon tuan. Saya tidak mau mendapat gaji dari tuan. Tuan kan buta, nanti nggak bisa ngitung lagi.”
Kali ini marfel yang tertawa. Marfel benar benar salut dengan keberanian Laura yang mengatakan dengan gamblang bahwa marfel adalah seorang yang buta.
“Aku memang buta Laura, tapi aku tidak bodoh. Aku punya asisten yang bisa di percaya.”
Laura memutar jengah kedua bola matanya.
“Terserah tuan saja.” Saut Laura malas.
“Jadi bagaimana? Kamu mau aku gaji?”
Laura tampak berpikir sambil mendudukkan dirinya di atas sofa tempatnya tidur. Laura mengurus marfel selama 24 jam. Benar benar sudah seperti mengurus bayi. Tapi jika di gaji dan Ariana tau Ariana pasti akan marah dan mengancamnya lagi.
Laura menghela napas. Semuanya akan semakin sulit jika marfel menggajinya atas pekerjaanya.
“Tuan, saya jujur ya. Saya menikah dengan tuan itu karna sebuah syarat yang di ajukan nyonya ariana. Nyonya ariana sudah berjasa untuk saya dan keluarga saya. Makanya saya mau menikah dengan tuan.” Cerita Laura.
Marfel terus tersenyum.
“Terus?”
“Saya akan sangat tidak enak jika tuan menggaji saya dan nyonya ariana tau.” Lanjut Laura.
Jeda sejenak. Laura menghela napas sembari memikirkan nasibnya yang begitu malang.
“Nyonya Ariana pasti akan mengganggap saya mata duitan.”
Marfel menundukan kepalanya. Ariana yang marfel kenal adalah wanita yang baik dan ramah. Tapi semua itu kini sirna. Penilaian baik marfel berubah setelah tau perselingkuhan Ariana dengan rekan bisnis terdekatnya.
“Aku kan suami kamu Laura. Harusnya kamu serahkan semua beban yang kamu tanggung padaku.”
Laura menoleh. Jika mereka pasangan yang saling mencintai mungkin Laura akan memasrahkan semuanya. Tapi mereka menikah karna sebuah keharusan. Karna marfel yang membutuhkan jasa Laura dan Laura yang sedang berusaha membalas budi pada Ariana. Bukan karna saling mencintai.
“Mungkin kalau saya menikah dengan orang yang saya cintai saya akan melakukanya tuan. Tapi sayang, saya menikahnya sama tuan. Tuan memang tampan, saya akui itu. Ketampanan tuan bahkan mengalahkan opa opa korea. Tapi saya nggak cinta sama tuan.”
Marfel tertawa geli. Laura seperti anak kecil yang bisa dengan gampang mengatakan apa yang ada di pikirannya tanpa takut yang mendengarnya marah dan tersinggung.
“Bagaimana kalau suatu saat kamu tiba tiba jatuh cinta sama aku?”
Laura tertawa mendengar pertanyaan marfel.
“Itu tidak mungkin tuan. Saya cukup tau diri.”
“Cukup tau diri bagaimana maksudnya? Kamu kan istri sah aku.”
“Hhh.. Sudahlah tuan. Jangan kemana mana ngomongnya. Sudah malam mending tuan tidur.”
“Memangnya sekarang jam berapa?”
Laura diam sesaat. Tiba tiba sebuah ide terlintas di pikiran cerdas Laura untuk mengerjai suaminya itu.
“Eemm.. Sudah hampir jam 12 tuan. Ayo tidur.” Kata Laura yang dengan lancarnya membohongi marfel.
Marfel melirik jam yang ada di dinding kamarnya dan Laura kemudian tersenyum. Laura sedang membohonginya.
“Eemm.. Laura kamu kan tau aku nggak bisa tidur sendiri tanpa bantuan kamu.”
Laura menghela napas. Marfel benar benar pria yang sangat menyebalkan. Dengan wajah kesal Laura bangkit dari sofa dan mendekat pada marfel yang duduk di tepi ranjang. Padahal Laura sudah merasa sedikit puas tadi karna berhasil membohongi marfel tapi nyatanya marfel masih saja merepotkanya dan tentu saja membuat mood Laura turun kembali.
Ketika Laura hendak membantu marfel berdiri dari duduknya tiba tiba ponselnya berdering. Laura menoleh dan mengeryit.
“Tuan sebentar saya angkat telpon dulu.” Katanya.
Laura melangkah kembali menuju sofa. Tangannya meraih benda pipih yang terus berdering itu.
“Nana?”
Sebelah alis Laura terangkat saat mendapati nama nana tertera di layar ponselnya.
“Telpon dari siapa Laura?”
Laura menoleh kembali pada marfel yang sedang menunggu bantuan darinya.
“Eemm.. Dari temen saya tuan. Nana.” Jawab Laura.
Marfel mengangguk. Marfel merasa lega karna ternyata yang menelpon istri kecilnya adalah seorang wanita. Bukan pria.
“Tuan tunggu sebentar ya, saya angkat telpon dulu. Nggak lama kok.”
“Iya..” Marfel tersenyum dengan pandangan lurus.
Setelah mendapat jawaban iya dari marfel Laura pun segera beralu menuju balkon untuk mengangkat telpon dari Nana.
“Ngapain yah Nana telpon malam malam begini?”
Laura tidak langsung mengangkat telpon dari Nana. Laura bertanya tanya tentang kenapa Nana tiba tiba menelponya. Padahal sudah beberapa hari bahkan hampir 2 minggu Nana tidak menghubunginya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
Rosaline
dia yg mikir sendiri dia yg kesel😂
2022-05-02
0
Fransiska Siba
entah thor ga suka dengan karakter Laura, kayak ga ikhlas bantu suaminya sendiri, seharusnya dia sadar diri sudah dibantu sama org biaya nenek dan adik dan bayar hutangnya. tp malah sikapnya kok nyebelin yaaa rada ga ikhlas.
masa cerita di sini dia gadis baik tp nyata palsu
2022-04-07
2
Eny Aprelia
Nana.. di kira cewek 😅😅😅😅😅
2022-04-02
0