“Apa? Tuan pergi ke kantor?”
Laura terkejut ketika mengetahui marfel pergi ke perusahaanya. Padahal pagi tadi sebelum dirinya berangkat pamit untuk bekerja marfel tidak mengatakan apapun. Marfel juga tidak bilang agar laura cepat pulang untuk menemaninya pergi ke kantor.
“Apa tuan memang sengaja tidak bilang biar aku nggak ikut?” Batin laura tampak berpikir.
“Nyonya kalau begitu saya permisi kembali bekerja.”
Laura hanya diam saja. Sebenarnya laura merasa sangat tidak pantas. Bagaimana mungkin dirinya yang hanya seorang pelayan caffe di panggil nyonya.
“Laura.”
Suara ariana membuat laura sedikit tersentak. Laura buru buru membalikan badanya dan menunduk ketika mendapati ariana yang menatapnya dengan tatapan datar.
“Ya nyonya.”
“Ada yang mau saya bicarakan sama kamu. Ayo ikut.”
Laura menghela napas. Entah cobaan apa lagi yang akan di dapatnya setelah ini. Ariana begitu datar dan sepertinya sedang dalam suasana hati yang tidak baik.
“Baiklah.. Sabar laura. Kamu harus sabar.”
Laura kemudian menyusul ariana menuju ke sebuah ruangan keluarga. Entah apa yang ingin di bicarakan mantan bosnya itu laura sendiri tidak tau.
Ariana mendudukan dirinya di sofa dengan tangan bersedekap. Tatapanya begitu angkuh pada laura yang berdiri di seberangnya.
“Apa maksud kamu masih datang ke caffe?”
Laura tidak mengerti dengan pertanyaan yang di ajukan ariana. Kedatanganya ke caffe itu karna laura memang mempunyai kewajiban sebagai karyawan disitu untuk bekerja.
“Maaf nyonya, tapi dimana salahnya? Saya datang karna saya mau bekerja.”
“Apa salahnya kamu bilang? Kamu tau berapa uang yang sudah saya keluarkan untuk biaya rumah sakit nenek kamu? Untuk rumah yang sekarang di tempati adik dan nenek kamu? Kamu menghina saya?”
Laura memberanikan diri mengangkat kepalanya. Entah apa maksud dari hinaan yang di katakan oleh ariana.
“Apa maksud nyonya?”
“Dengar dan ingat baik baik laura. Kamu jangan pernah lagi berani datang dan mengemis pekerjaan pada handoko.”
Laura menggelengkan kepalanya.
“Maaf nyonya. Apa yang nyonya berikan pada saya juga sudah setimpal dengan saya yang mau di nikahkan dengan tuan marfel.”
Ariana tertawa mendengarnya. Wanita dengan rambut kurli itu kemudian bangkit dari duduknya dan melangkah mendekat pada laura.
“Kamu pikir saya bodoh laura? Saya tau kamu bersedia menikah dengan suami saya karna suami saya orang kaya bukan? Saya tau kamu juga tidak mungkin mau menikah dengan pria buta seperti marfel jika bukan karna harta.”
Rahang laura mengeras mendengarnya. Laura tidak pernah sedikitpun memikirkan tentang harta yang di miliki marfel. Laura hanya ingin membalas budi dan menuruti persyaratan yang di ajukan oleh ariana.
“Nyonya saya..”
“Saya nggak mau di bantah laura. Ingat nasib nenek dan adik kamu ada di tangan saya. Saya bisa saja mengusir mereka kapanpun saya mau.”
Laura menelan ludahnya. Membayangkan nenek dan adiknya yang harus terlantar dan hidup di jalanan laura rasanya tidak sanggup. Tapi sekarang ariana benar benar bisa mengendalikan semuanya.
“Satu lagi. Jangan pernah kamu berharap marfel mencintai kamu. Dia hanya milik saya. Dan dia juga hanya mencintai saya.”
Ariana berlalu setelah itu. Wanita itu melangkah dengan santai meninggalkan laura yang berdriri dengan rasa takutnya. Bukan takut pada ariana, tapi takut kedua orang yang sangat di sayanginya terluka dan hidup menderita karnanya.
----
Menjelang sore marfel baru pulang. Pria tampan dengan kaos putih panjang yang membalut tubuh kekarnya dengan sangat pas itu melangkah pelan dengan joshua yang menuntunya. Pandangan marfel terus lurus ke depan seperti seorang buta pada umumnya.
“Marfel..”
Marfel tersenyum melihat sosok cantik sang mamah yang melangkah mendekat padanya.
“Mamah..”
Lina langsung mengambil alih tuntunan tangan joshua atas marfel. Wanita itu tersenyum dan tidak lupa mengucapkan terimakasih pada asisten putranya.
“Nak.. Menurut mamah mending kamu di rumah aja.. Biar papah yang menangani perusahaan kamu..”
Lina berkata sembari menuntun marfel dengan pelan. Wanita baya itu sungguh tidak tega jika putranya di tertawakan di luar sana karna kebutaanya.
“Nggak papa mah.. Kalau papah yang urus semua kan kasihan papah.. Nanti papah kecapean.”
“Tapikan kamu..”
“Karna marfel buta mah? Kalau untuk itu mamah nggak usah khawatir. Kan ada joshua yang bantuin marfel mah..”
Lina menghela napas. Sikap marfel sama persis seperti tedy suaminya. Marfel tidak ingin menyusahkan orang lain selama dirinya masih mampu.
“Oh iya mah.. Laura udah pulang?”
Pertanyaan marfel membuat lina menoleh. Lina tersenyum membayangkan wajah polos laura.
“Istri kamu lagi di dapur. Lagi bantuin masak.”
Marfel mengeryit.
“Memangnya dia bisa masak?”
“Mamah nggak tau nak. Apa kamu mau mamah panggilin dia?”
“Oh nggak usah mah. Makasih. Biarin saja dia masak.” Senyum marfel.
“Oke.. Mamah antar kamu ke kamar yah..”
“Ya mah..”
Lina menuntun marfel menaiki anak tangga satu persatu menuju lantai 2 dimana kamar marfel dan laura berada. Marfel sebenarnya merasa sangat bersalah karna membohongi orang tuanya sendiri. Marfel bahkan membuat lina sang mamah sangat terpukul dan hampir putus asa.
“Marfel..”
Langkah lina dan marfel berhenti saat berpapasan dengan ariana di anak tangga terakhir. Marfel menggerakan kepalanya sedang lina menghela napas merasa malas pada menantu yang pernah sangat di sayanginya itu.
“Kamu baru pulang? Mau ke kamar yah? Sama aku ya?”
“Nggak usah. Biar mamah yang anterin marfel ke kamar.”
Ariana tersenyum.
“Mah.. Marfel juga harus mandi. Biar ana yang urusin. Mamah istirahat aja.”
“Harusnya kamu saja yang istirahat ana. Bukanya kamu sangat sibuk sampai tidak punya waktu untuk mengurus marfel? Marfel sudah ada yang mengurus. Yaitu laura.”
Ariana tersenyum tipis. Kesal sekali sebenarnya. Tapi ariana tidak mungkin melawan lina di depan marfel.
“Sudah.. Tidak usah berdebat. Mah.. tolong anterin marfel ke kamar yah.. Terus nanti tolong panggilin laura juga. Marfel mau bersih bersih.”
“Ya sayang.. Ayoo..”
Lina kembali menuntun marfel melewati ariana yang tidak berkata apa apa.
“Oke.. Ariana sabar.. Marfel hanya mencintai kamu. Tenang...”
Ariana menoleh menatap marfel yang terus di tuntun oleh lina menuju kamarnya. Ariana tau mungkin marfel masih bertanya tanya tentang siapa pria yang di lihatnya malam itu. Marfel memang belum menanyakanya, tapi ariana yakin marfel pasti akan bertanya. Dan jika saat itu tiba ariana harus menyiapkan jawaban atas pertanyaan marfel.
Ariana menghela napas. Ariana harus tetap berusaha tenang agar marfel tidak curiga padanya.
Sementara di dapur laura tampak sibuk menggoreng ayam goreng yang di buat olehnya sendiri. Dari bumbu sampai mengungkebnya.
Kedua asisten rumah tangga yang memang bertugas memasak menatap takjub pada laura yang bersenandung kecil sambil sesekali membalikan ayam yang sedang di gorengnya.
“Mbok, selama 6 tahun aku kerja disini ini tu yang pertama kalinya nyonya di rumah ini mau terjun ke dapur. Dan itu istri kedua tuan marfel.”
Mbok onah yang mendengar bisikan rekan kerjanya hanya bisa mesem saja. Mbok onah juga bisa melihat sendiri bahwa laura adalah orang baik. Pembawaanya yang sedikit pemalu juga membuat mbok onah teringat akan mendiang cucunya yang sudah tiada.
“Sudah.. Nanti di marahin loh ngomongin majikan.”
”Loh, kan aku ngomongnya baik baik mbok.”
Mbok onah menempelkan jari telunjuknya di depan bibir mengisyaratkan agar rekan sesama asisten rumah tangganya itu diam.
Selesai memasak, laura juga membantu mbok onah menyiapkanya di meja makan.
“Laura.”
Panggilan lina membuat laura menoleh. Laura tersenyum tipis. Rasa gugup selalu menguasainya jika berhadapan langsung dengan mamah mertuanya itu.
“Nyonya..” Angguk laura.
“Nyonya?”
“Ah maksud saya mamah.. Maaf.. Saya belum terbiasa.”
Lina tersenyum kemudian menganggukan kepalanya. Lina kemudian menatap meja makan yang sudah penuh dengan hidangan lezat.
”Itu kamu yang siapin?”
Laura melirik pada meja makan sekilas.
“Saya cuma bantu mbok onah mah.. Soalnya tadi tuan marfel belum pulang jadi saya bantu bantu pekerjaan yang lain dulu.” Jawab laura sedikit gagap.
Lina menghela napas. Laura dan ariana memiliki derajat yang sama di matanya. Mereka berdua sama sama menantunya. Istri dari putra tunggalnya marfel.
“Ya sudah kalau begitu. Kamu cepat ke kamar. Marfel menunggu kamu.”
“Tuan marfel sudah pulang?”
“Sudah.. Makanya kamu cepat temui marfel di kamar.”
“Ah iya mah.. Saya permisi ke atas dulu.”
Laura langsung berlalu setelah itu. Gadis itu berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya dan marfel dimana sekarang marfel sedang menunggunya.
“Saatnya mengasuh balita raksasa laura.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
Iras sinam
mudah2n marfel jatuh cinta😅
2023-07-14
0
Yuyun Safrida Nailufar
bayi raksasa😂😅😂
2023-05-08
0
susi 2020
🙄🙄😲😍😍
2022-12-20
0