Laura mengusap peluh yang membasahi keningnya. Laura menoleh menatap restourant yang baru saja menolak surat lamaran pekerjaan yang dia ajukan. Menghela napas laura kemudian melangkah menuju mobil dimana marfel dan supirnya sedang menunggu.
“Ya tuhan.. Tolong bantu hamba..” Batin laura sambil membuka pintu mobil marfel.
“Bagaimana?”
Pertanyaan dan senyuman marfel menyambut laura begitu pintu mobil terbuka. Laura ingin sekali menangis. Hari sudah siang. Dan dari pagi dirinya melamar pekerjaan ke beberapa tempat namun selalu di tolak. Laura tidak tau kenapa tapi pemikiran sederhananya yakin bahwa mungkin tempat itu tidak membutuhkan pekerja baru.
“Di tolak tuan.” Jawabnya pelan.
Laura ingin sekali menangis namun sebisa mungkin dia tahan. Andai saja tidak ada supir di antaranya dan marfel mungkin laura bisa bebas menangis tanpa seorang pun tau.
“Begitu ya?”
Laura menganggukan pelan kepalanya. Kali ini laura tidak perduli marfel mengerti atau tidak dirinya menyauti.
“Pak jam berapa sekarang?” Tanya marfel menoleh pada pak supir.
“Sudah hampir jam 12 tuan.. Hanya kurang 15 menit.” Jawab supir tersebut.
Marfel mengangguk kemudian kembali menghadap pada laura yang masih belum masuk ke dalam mobilnya.
“Sudah siang laura. Lebih baik kita makan dulu. Setelah itu ke rumah nenek dan adik kamu.” Kata marfel tersenyum tipis.
Laura mengangguk dengan tidak semangat. Gadis itu kemudian naik dan duduk tepat di samping marfel. Begitu laura menutup pintu mobil marfel menyuruh untuk pak supir menuju restourant langgananya.
Sedangkan laura, gadis itu diam dengan pikiran melayang. Laura benar benar sangat membutuhkan pemasukan. Laura membutuhkan uang untuk adik dan neneknya.
“Laura.. Kamu mau makan apa?”
Laura berdecak. Mereka masih dalam perjalanan tapi marfel sudah menanyakan apa yang ingin laura makan. Benar benar seperti anak kecil.
“Saya mah apa saja saya makan tuan. Tuan juga bisa saya makan.” Jawabnya kesal.
Marfel mendelik. Sepertinya memang pertanyaan marfel sangat tidak tepat. Laura begitu ketus menjawabnya. Laura bahkan dengan jutek mengatakan bisa memakanya.
Pak supir yang sedang mengemudikan mobilnya sampai menahan tawa. Seumurnya bekerja pada marfel baru kali ini ada seorang yang berani berkata seperti itu pada marfel. Bahkan ariana saja tidak pernah berani seperti itu.
“Kamu bisa aja.”
Malu, itu yang marfel rasakan. Jawaban ketus laura benar benar membuatnya merasa di permalukan di depan supirnya. Tapi heranya marfel tidak bisa marah pada laura.
Tidak lama mobil marfel berhenti. Pak supir segera keluar dan membantu marfel turun dari mobil. Sedangkan laura, gadis itu benar benar sedang tidak perduli pada apapun dan siapapun. Pikiranya hanya terus menjurus pada bagaimana dirinya harus mendapatkan uang.
Melihat laura yang seolah tidak perduli padanya marfel berdecak. Marfel menatap gemas pada gadis manis berkaos panjang warna kuning itu. Jika saja marfel tidak sedang pura pura marfel pasti sudah memberinya pelajaran karna berani mengabaikanya.
“Pak kamu tunggu saja disini. Tugas menuntun saya itu tugas laura. Istri saya.”
Laura menghela napas merasa jengah. Kesal, sedih, bercampur menjadi satu. Laura sedang bingung tapi marfel malah membebaninya.
“Tuan besok nggak usah ikut saya cari pekerjaan. Saya bisa sendiri.” Katanya sambil meraih lengan kekar marfel dan menuntunya.
Marfel hanya diam. Marfel kemudian masuk ke dalam restourant tersebut dengan laura yang menuntunya.
“Dasar tuan. Bilangnya nggak mau bikin aku repot.” Batin laura dengan kedua pipi menggembung.
Marfel tersenyum diam diam. Laura sedang kesal tapi masih mau mengurusnya yang memang sengaja membuat laura repot.
Setelah duduk di kursi di meja yang berada di tengah para pengunjung yang lain, laura segera memberikan buku menunya pada marfel.
“Kamu ngejek aku laura?”
Lagi, laura berdecak. Laura kemudian mengambil alih buku menu yang di pegang marfel.
“Tuan mau makan apa?” Tanyanya dengan nada kesal.
“Coba kamu bacakan satu persatu menunya.”
Laura memutar kedua bola matanya. Marfel sangat merepotkanya siang ini.
Laura mengangkat sebelah alisnya, kebiasaanya saat sedang bingung.
“Tuan..” Panggilnya dengan tatapan terus tertuju pada nama menu makanan di buku menu yang di pegangnya.
“Ya..” Saut marfel menatap laura yang menurutnya sangat lucu.
“Saya tidak bisa membacanya.” Kata laura berbisik.
Marfel mengeryit. Nama menu makanan di restourant itu memang kebanyakan menggunakan bahasa belanda.
“Kenapa?” Tanya marfel ikut berbisik.
“Ya saya tidak bisa. Tulisanya tidak karuan letak hurufnya tuan.”
Marfel ingin sekali tertawa. Laura benar benar gadis yang polos. Selain ekspresinya yang cepat sekali berubah, sepertinya moodnya pun sangat gampang naik dan turun.
“Kalau begitu kamu tinggal panggil pelayan saja. Kamu tinggal tunjuk dan perlihatkan pada pelayan apa yang ingin kamu pesan.”
Laura menyipitkan kedua matanya. Tampilan dari photo menu di buku memang cukup menggugah selera.
“Jangan tertipu dengan tampilan laura. Tidak semua yang terlihat lezat itu benar benar lezat.” Batin laura.
Laura beralih menatap marfel yang berada di depanya.
“Tuan..” Panggilnya lagi.
“Kenapa laura?” Tanya marfel lembut.
“Kita pindah saja. Saya tau tempat makan yang enak. Saya jamin tuan pasti suka.”
Laura berusaha mengajak marfel pindah tempat. Laura merasa tidak cocok dengan semua menu makanan di buku yang di pegangnya.
“Baiklah kalau begitu.”
Marfel mengangguk setuju. Pria itu juga tidak mau jika istri mudanya itu membuatnya malu karna tidak bisa memakan makanan mahal di restourant langgananya itu.
Sebenarnya restourant itu adalah restourant yang biasa marfel datangi bersama ariana. Ariana memang sangat suka memakan makanan dari berbagai negara salah satunya belanda. Ariana adalah wanita yang suka berjelajah kuliner. Tidak heran jika wanita itu membangun bisnis di bidang kuliner. Mungkin mengembangkan hoby kulinernya.
Laura membantu marfel bangkit dari kursi yang di dudukinya kemudian menuntunya dengan sangat hati hati keluar kembali dari restourant tersebut.
“Pak kita pindah tempat saja ya, Makanan disini nggak ada yang enak.”
Marfel hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar penuturan laura pada supirnya. Laura benar benar penuh dengan alasan.
“Ah ya nyonya baik.” Angguk si supir menurut saja.
Laura memberi arahan pada supir marfel untuk menuju tempat makan yang di katakanya pada marfel. Dan setibanya di tempat itu supir tersebut tampak kebingungan begitu juga dengan marfel.
“Disini nyonya?”
Supir pribadi marfel menatap tidak percaya pada warung nasi padang di depanya. Marfel tidak pernah ke tempat seperti itu. Marfel juga sepertinya belum pernah mencicipi makanan langsung di tempat seperti itu.
“Iya pak. Udah buruan bantu saya.”
“Emm.. Laura.” Panggil marfel.
“Ya tuan..” Saut laura menoleh saat hendak membuka pintu mobil.
“Kamu beli saja ya ditemani pak supir. Makananya di bungkus saja. Belikan juga buat nenek dan adik kamu. Biar kita bisa makan sama sama, sama mereka berdua.” Senyum marfel.
“Serius tuan?”
Wajah laura langsung berbinar mendengarnya. Laura tidak menyangka marfel bahkan mengingat adik dan neneknya.
“Aku tunggu disini dan nggak pake lama.”
“Ya tuan. Baik. Tuan disini saja, jangan kemana mana. Jangan keluar mobil. BAHAYA.”
“ayo pak.”
Laura kemudian keluar dari mobil marfel bersama pak supir. Gadis manis itu dengan semangat keluar dari mobilnya dan melangkahkan kaki jenjang berbalut jins hitamnya masuk ke warung nasi padang tersebut.
Marfel yang melihat itu tertawa pelan. Baru kali ini marfel bertemu dengan gadis polos dan super ajaib seperti laura. Laura benar benar sangat sederhana. Bahkan hanya karna marfel menyuruhnya membeli makanan untuk nenek dan adiknya saja laura langsung terlihat berseri dan sangat bahagia.
“Apa mungkin uang memang bukan segalanya?”
Deringan ponsel di saku celana jins yang marfel kenakan membuat marfel mengeryit. Marfel langsung merogoh saku celananya dan meraih benda pipih yang terus berdering itu. Marfel tersenyum ketika melihat siapa yang menelponya dan segera mengangkatnya.
“Bagaimana jo?”
“Maaf sebelumnya tuan, tuan ada dimana sekarang?”
Marfel menatap laura dan pak supir yang masih mengantri di antara pembeli lainya.
“Saya sedang di luar bersama laura. Bagaimana penyelidikan kamu?”
“Semuanya sudah saya selidiki tuan, termasuk nyonya laura. Tapi maaf, saya pikir kita perlu bertemu langsung untuk membicarakanya.” Saut joshua.
Marfel menghela napas. Rasanya tidak mungkin jika sekarang marfel menyuruh joshua untuk menemuinya.
“Ya sudah. Nanti malam kamu tunggu saya di kantor.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
Muliana Nasir
ada apa nih? kok tegang yah bacanya
2023-07-21
0
naina
suka bnget ma ceritanya,, berasa seperti mendapat plajaran khidupan"jika harta tdak lebih membahagiakan selain bersama dengan orang yang kita sayang.
2022-05-02
0
Rosaline
😂😂😂😂 ngakak laura, kyk apa ya huruf gk beraturan letaknya
2022-05-02
0