Kembali ke 5 tahun yang lalu.
Di luar hujan begitu deras,aku masuk ke dalam rumah sakit untuk memeriksan diriku yang selalu muntah-muntah begitu sering nya. Tidak ada yang menemani ku karena saat itu, aku sedang di landa masalah yang cukup besar dan memaksa ku untuk hidup sendirian.
Sudah hampir 2 minggu aku tinggal di dalam sebuah apartemen kecil dengan tabungan milik mendiang orang tua ku untuk bekal hidup ku. Nominal uang itu cukup besar namun aku yakin itu tidak akan bisa menampung hidup ku untuk seumur hidup,aku tetap harus mencari pekerjaan dan bertahan dengan kesendirian ku.
Ketika masuk ke dalam ruang periksa aku menceritakan keluhan ku kepada dokter perempuan yang menangani ku.
“Sudah berapa lama Mbak mual?” Tanya nya.
“Sudah sekitar 1 minggu” jawab ku lemah.
“Kapan awal anda datang bulan kemarin?” Tanya dokter itu membuat ku kebingungan, namun aku berusaha mengingat nya.
“23 Maret” jawab ku dengan ragu.
Dia lalu mencatat semua jawaban ku di kertas yang ada di meja nya.
“Mari ikut saya, saya periksa dulu perut nya”
Pinta dokter itu membuat ku mengikuti nya dengan pasrah.
Aku berbaring di tempat tidur pasien dengan nyaman, lalu dokter mengangkat baju ku, dia menyalakan suatu layar yang ada di hadapan ku. Dia mengoleskan suatu gel yang membuat perut ku dingin,dan di ikuti oleh sebuah benda dingin yang mengitari sebagian perut ku.
“Mbak, apa Mbak sudah menikah?” Tanya dokter itu membuat ku takut.
“Belum”
“Ada orang tua yang bisa menemani Mbak kesini?” Tanya nya lagi.
“Orang tua saya sudah meninggal”
“Mbak tinggal dengan siapa?” Tanya nya lagi yang terus membuat ku sedih.
Aku terus berbaring dengan menatap langit-langit dengan begitu lemah nya.
“Sendiri”
“Mbak hamil, usia kandungan Mbak sudah menginjak 5 minggu” ucap Dokter itu membuat ku terdiam terus tak bergerak dan mulai menetes kan air mata yang jatuh mengalir di samping mata ku.
Dokter itu terus berbicara namun aku tak mendengarkan nya. Aku sudah begitu lelah dengan segala masalah yang tengah menimpa ku,dan sekarang masalah baru datang kembali membuat ku begitu frustasi, aku terus menangis dalam diam di tempat tidur ini meratapi nasib ku yang memilukan.
Setelah selesai periksa aku di minta untuk menebus obat di loket dan segera beristirahat, namun aku benar-benar begitu lelah dengan semua ini. Aku berjalan dengan perlahan dan melamun begitu lemah nya. Wajah ku sudah begitu kusut, baju lengan panjang ku sudah begitu lusuh dan celana panjang yang terlihat kotor sudah tidak aku perdulikan. Aku sudah tidak memiliki siapapun,hidup ku sudah begitu menyedihkan, untuk apa lagi aku hidup? Aku rasa sudah tak ada guna nya lagi aku untuk hidup di dunia ini.
Aku berpapasan dengan seorang pria yang terus melihat ku dengan bingung. Aku tidak melihat pria itu, namun aku merasakan jika dia sedang memperhatikan ku. Aku melewatinya begitu saja,dia berusaha memanggil ku namun aku tidak mendengar nya dengan segala keheningan yang ada di dalam fikiran ku.
Aku terus berjalan menyusuri lorong dan sampai lah di sebuah balkon yang berada di lantai 4 yang begitu tinggi. Aku menatap lurus ke depan, memegang besi penyangga,lalu menengadahkan kepala ku menatap langit hitam yang begitu pekat. Begitu sepi di sekitar sana tidak ada orang yang melintas di balkon itu.
Bahkan bintang pun tidak ada untuk ku. Gumam ku dalam hati.
Aku menutup mata ku merasakan dingin malam yang merasuk ke dalam tubuh ku,dan kembali meneteskan air mata.
Mah,Pah, aku akan segera menyusul kalian.
Baru saja aku menaikan kaki ku ke pembatas balkon itu,tiba-tiba seseorang menarik tangan ku dengan begitu kencang dan menjauh kan ku dari sana.
Aku menangis sejadi jadi nya dan berusaha melepaskan diriku.
“Lepaskan aku… biarkan aku mati,lepaskan aku!!” Teriak ku terus memberontak.
“Fawnia cukup, aku mohon kamu sadar lah”
“Tidak, lepaskan aku, aku sudah tidak berguna lagi untuk hidup, aku ingin mati!!” Ucap ku berusaha melepaskan diri dari pria itu.
“Fawnia tolong sadarlah!!” Teriak pria itu dengan terus memegang kedua lengan ku dengan kencang.
Lalu aku menangis dengan histeris dan menatap siapa laki-laki itu.
Ben. Dia adalah teman kampus ku. Laki-laki yang dulu menaruh perasaan kepadaku namun aku tak pernah menerima perasaan nya itu.
Aku bersandar di bahu nya dan mengeluarkan semua air mata ku di baju nya.
“Ben, aku ingin mati,aku sudah tidak memiliki siapapun lagi”
Ben menghela nafas nya, dia mengelus rambut ku dengan begitu lembut dan berusaha menenangkan ku.
“Kita bicara di rumah ku ya” pinta Ben.
Aku tak menjawab nya,namun Ben membawa ku pergi dari sana dan segera melajukan mobil nya ke apartemen nya yang berada tidak jauh dari sini.
Dia memberikan ku coklat panas dan handuk di punggung ku. Mata ku begitu merah dan sembab, masih terdengar isakan tangis yang belum hilang akibat begitu hebat tangisan ku ketika di rumah sakit.
Ben duduk di samping ku dan menunggu ku untuk bercerita.
“Aku hamil Ben” ucap ku tanpa basa-basi.
Ben begitu terkejut mendengar nya. Aku menatap Ben dengan begitu sedih.
“Hamil?”
Aku diam sejenak.
“Aku hamil dan aku sudah tidak memiliki siapapun”
“Faw” Ben ikut bersedih mendengar kisah ku.
“Aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Aku sudah sebatang kara, tidak ada lagi yang memperdulikan ku. Dan sekarang aku mengandung seorang anak. Aku ingin mati Ben” lalu Ben segera menarik ku ke dalam pelukan nya.
“Aku ingin mati” ulang ku dengan kembali menangis.
“Faw. Ujian kamu memang terlalu berat, tapi aku yakin kamu bisa melalui nya”
“Tidak Ben. Aku sudah tidak sanggup lagi, masalah yang ku pikul terlalu berat”
“Tidak Faw” Ben tampak begitu risau.
Dia menghela nafas nya begitu dalam.
“Mungkin tuhan sudah sengaja mempertemukan kamu dengan ku hari ini” ucap nya dengan bahagia namun terdengar dia menahan sedihnya.
“Aku pun memiliki masalah yang begitu besar yang aku anggap masalah ku tidak akan pernah memiliki jalan keluar”
Lalu aku terdiam menahan tangis ku,mencoba untuk mendengarkan Ben.
“Aku tidak akan pernah memiliki masa depan” ucap Ben membuat ku melepaskan pelukan nya dan menatap nya dengan bingung.
“Aku di vonis oleh dokter tidak bisa memiliki seorang anak sampai kapan pun, karena pengobatan yang tengah aku jalani menyebab kan ketidak suburan ku”
“Kamu sakit?” Tanya ku.
“Ya. Dulu aka ada operasi pengangkatan kelenjar cancer beberapa tahun lalu. Dan ketika aku melewati pengobatan,dokter mengatakan jika aku tidak akan bisa memiliki seorang anak karena pengaruh yang begitu besar di dalam nya. Orang tua ku pun tidak pernah tahu tentang itu, tapi mereka terus memaksa ku untuk segera menikah”
Aku mengusap air mata ku dan balik menyabarkan Ben dengan mengelus lengan nya.
Di saat seperti ini aku malah menjadi bingung, aku yang sedang bersedih ternyata bertemu dengan orang yang sama-sama memiliki masalah berat dengan versi yang berbeda.
“Ben. Masalah mu pasti akan teratasi dengan segera, dokter pasti akan menyembuhkan mu”
Ben menggelengkan kepala dengan senyuman yang terlihat begitu hambar.
“Tidak Faw. Ini sudah berjalan 2 tahun lama nya dan dokter masih mengatakan hal yang sama”
“Tapi kamu bisa kan untuk mengadopsi seorang anak?”
“Aku bisa saja jika hanya harus mengadopsi seorang anak, itu terlalu mudah. Hanya saja mencari wanita yang menerima ku dengan kondisi seperti ini pasti lah akan begitu sulit”
“Ben” aku berusaha untuk mencari cara menenangkan nya. Mencari kalimat yang aku saja tidak mengerti tentang penyakit yang di alami Ben.
“Pasti akan ada wanita yang menerima mu apa adanya. Dia hanya harus mencintai kamu dengan tulus, tidak menuntut apapun dari kamu,dan kalian akan hidup bahagia”
“Itu tidak semudah yang di bayangkan Fawnia. Apa kamu bisa membayangkan, menikah dengan seseorang yang tidak bisa memberikan mu anak? Tidak bisa membuat mu merasakan indah nya mengandung bayi,dan bahagia melihat mereka lahir? Kamu mau menikah dengan orang yang tidak bisa memberikan kamu itu?”
Aku tertegun mendengar kebenaran yang dia katakan. Karena bisa memiliki seorang anak adalah mimpi dari semua wanita di dunia ini. Sementara aku, aku sudah mengandung namun dengan cara yang begitu tidak di ingin kan wanita manapun.
“Aku juga tidak pernah membayang kan bisa hamil dengan keadaan seperti ini Ben” ujar ku seperti tak ingin kalah dengan nya.
Lalau Ben tampak memikirkan sesuatu dengan menyisir wajah ku.
“Faw” panggil Ben dengan tatapan yang begitu dalam.
Aku menatap Ben yang sudah menatap ku dengan penuhu harap. Aku menunggu dia untuk berbicara, namun sepertinya Ben masih memikirkan kata-kata yang tepat untuk di sampaikan kepadaku.
“Maukah kamu menjadikan aku Ayah dari anak yang sedang ada dalam kandungan mu?” Mataku terbelalak mendengar keinginan Ben, dan mulutku seketika terkunci begitu rapat.
Aku masih tidak percaya hal ini akan terjadi. Beberapa jam yang lalu aku baru ingin mengakhiri hidup ku karena aku hamil, dan Ben datang dengan menceritakan jika dia tidak bisa memiliki seorang anak. Apa ini takdir ?
“Izinkan aku menjadi Ayah nya, dan aku akan bertanggung jawab sepenuh nya atas kamu dan anak mu kelak”
“Ben” panggil ku dengan begitu lirih.
“Tuhan sudah mempertemukan kita Faw. Kita masing-masing sedang membutuhkan jalan untuk melanjutkan hidup,dan kamu adalah jawaban nya”
Aku tidak tahu harus berkata apa,karena keinginan Ben begitu membuat ku harus berfikir keras. Aku takut jika ini bukan lah jalan yang tepat untuk kita.
“Kita akan hadapi masalah kita bersama-sama, aku akan menemani kamu juga anak mu, dan kita akan hidup bahagia”
Mata ku meneteskan air mata. Aku sudah tidak bisa berkata apapun lagi,aku hanya melihat ketulusan yang di katakan Ben, dan aku pun tidak memungkiri jika ucapan Ben benar. Dia datang di saat yang tepat,namun aku masih begitu shock dengan apa yang baru saja aku alami ini. Aku hampir saja akan mengakhiri hidup ku,dan Ben datang dengan masalah yang berat yang di pikul nya.
Apakah ini benar-benar takdir kami ?
*
—****—*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments