Mama dan Papa Ben begitu terkejut mendengar pengakuan ku. Mereka saling melempar pandang dengan wajah yang begitu shock.
Aku yakin di belakang pun Keysa sudah begitu terkejut mendengar pengakuan ku.
“Apa maksud kamu? Kamu mau berusaha menipu kami?” Tanya Mama Ben dengan ekspresi begitu kesal.
Aku diam menahan tangis ku menatap mereka dan mengingat Ben. Aku merasa bersalah harus melakukan ini kepada mereka. Tapi ini adalah satu-satu nya jalan untuk mereka tidak lagi berusaha memisahkan aku dengan Kara.
“Key. Bisa bawa Kara keluar?” Ujar ku tanpa membalikan tubuh ku, karena aku tak ingin Kara melihat ku yang bersedih seperti ini.
“Oke” jawab Keysa. Lalu terdengar langkah Keysa dan suara langkah kecil Kara keluar dari ruang tamu.
“Jangan coba-coba kamu membuat kebohongan Fawnia, jika tidak kamu akan tahu akibat nya!” Ancam Papa Ben dengan menunjuk nunjuk ku dengan emosi.
“Aku tidak berbohong. Kara bukan lah anak Ben, itu kenyataan nya” ucap ku sekali lagi dengan menahan sedih ku.
“Apa?! Bagaimana bisa?! Sudah jelas kamu hamil saat menikah dengan Ben!” Tanya Mama Ben tidak menerima ucapan ku.
“Aku bertemu dengan Ben ketika aku sudah hamil dan itu bukan karena Ben” jawab ku berusaha untuk jujur.
“Apa?!” Mama nya begitu terkejut dan hampir saja menghampiri ku dengan kepalan tangan nya yang tampak sudah gatal ingin memukul ku namun Papa Ben menahan nya.
“Ma sudah, kita dengarkan dulu penjelasan nya. Ini pasti ada alasan lain kenapa Ben melakukan ini”
“Tidak Pa, dari awal wanita ini memang bukan wanita baik-baik, dia memanfaatkan Ben untuk bertanggung jawab padahal dia telah hamil dengan orang lain. Keterlaluan kamu! Kamu sudah mempengaruhi Ben untuk menikahi kamu,dan sekarang Ben juga meninggalkan dunia ini karena kamu, kenapa kamu begitu tega sekali melakukan itu?!!” Ujar Mama Ben dengan berteriak dan emosi yang tak terbendung.
“Aku tega? Mama bilang aku tega ?” Tanya ku dengan nada yang masih begitu rendah.
“Justru kalian yang membuat Ben terpuruk seperti itu dan dia terpaksa menikahi ku karena kalian yang menuntut nya untuk segera menikah kan ?” lanjut ku dengan sedikit berteriak dan emosi yang menggebu gebu.
“Jangan mengada-ngada kamu! Kami tidak pernah meminta Ben untuk segera menikah, apalagi menikahi wanita seperti kamu!” Cibir Mama Ben membuat ku menatap nya dengan penuh amarah.
“Kalian lupa ? Kalian yang selama ini memaksa Ben untuk menikah padahal dia sama sekali tidak mau, dan kalian yang terus mendorong Ben untuk segera mencari pendamping hidup padahal Ben sudah sering mengatakan jika dia tidak siap. Kalian tidak pernah tahu kan alasan sebenarnya Ben tidak ingin menikah karena apa? Kalian juga pasti tidak tahu masalah apa yang menimpa Ben sampai-sampai Ben terus jatuh sakit dan begitu lemah sebelum bertemu dengan ku?” Tanya ku membuat Mama dan Papa Ben diam tak menjawab.
Mereka hanya berdiri mendengarkan ocehan ku dan menatap ku begitu tajam.
Sebelum bertemu dengan ku,Ben pernah bercerita jika dia memang sering sekali sakit-sakit an. Dia selalu stres dengan permintaan orang tua nya untuk segera menikah, Ben merasa tertekan namun Ben tidak bisa meluapkan kekesalan nya, akhirnya dia jatuh sakit dan merasa lemah sebelum menikah dengan ku.
“Karena Ben memiliki penyakit yang tidak bisa membuat nya memiliki seorang anak” jawab ku dengan begitu sedih mengingat hal itu.
Mama dan Papa Ben kembali membulat kan mata nya mendengar ucapan ku. Aku harus mengatakan yang sebenarnya kepada mereka, mereka harus mengetahui rahasia tentang Ben selama hidup nya. Agar mereka mengerti dan tidak lagi menyalahkanku.
“Tidak, itu tidak mungkin. Ben tidak pernah mengatakan hal ini”
“Untuk apa dia mengatakan nya kepada Mama ? Untuk membuat Mama malu? Atau untuk membuat Mama terus mengkhawatir kan Ben? Ben tidak pernah tega melakukan itu Ma” jawab ku.
“Tidak. Kamu pasti berbohong, anak ku tidak mungkin memiliki penyakit seperti itu. Dia pasti sehat. Ini akal-akal an mu saja untuk mendapatkan hak asuh Kara kan?” Tanya Mama Ben tidak bisa menerima kenyataan yang ku katakan.
“Mama ingat dengan pengobatan kanker prostat yang di lakukan Ben setelah menjalani operasi pengangkatan kelenjar?” Tanya ku berusaha mengingatkan mereka kejadian beberapa tahun silam sebelum Ben kembali bertemu dengan ku.
“Karena pengobatan itu, Ben jadi tidak bisa memiliki kesuburan lagi” Mama dan Papa nya tak henti-henti nya terkejut dengan semua kenyataan yang aku ceritakan.
“Aku bertemu Ben ketika 5 tahun lalu, saat aku akan memeriksa kandungan ku,dan bertemu dengan Ben yang sedang menjalani check up rutin yang di lakukan nya setiap 1 bulan sekali di Rumah Sakit Husada. Bukan kah Mama tau jadwal rutin Ben untuk menjalani pengobatan nya?” Mama nya diam dengan nafas nya yang masih terlihat begitu berat.
“Mama tau itu,tapi Mama tidak tahu tentang masalah yang ada akibat pengobatan itu kan Ma?” Ledek ku dengan wajah yang begitu meyakinkan.
“Selama 3 tahun Ben melewati pengobatan itu dan sekaligus terapi untuk kesuburan nya, namun tetap saja dokter mengatakan dia tidak akan memiliki kesuburan”
“Dia tidak pernah mengatakan hal itu, karena dia yakin Mama dan Papa pasti akan mengkhawatirkan nya, dan Ben berfikir jika kalian akan membenci nya. Karena anak satu-satu nya kalian, tidak bisa memberikan kalian seorang cucu”
“Tidak… kami tidak akan pernah percaya dengan omong kosong mu” ucap Mama dengan terus menyangkal ucapanku.
Aku diam tak menjawab nya. Karena percuma saja aku menjelaskan,aku yakin mereka tidak akan bisa menerima nya.
“Pa usir wanita ini pa, usir dia dari sini,Mama tidak mau melihat dia lagi” ujar Mama kepada Papa sambil menangis.
“Permisi Bu” ujar seorang security yang berdiri di ambang pintu.
“Ada Dokter Pak Teguh katanya mau menemui Ibu” ujar security itu membuat Mama dan Papa merenyitkan dahi.
“Saya yang mengundang nya. Biarkan dia masuk” jawab ku tanpa menoleh ke belakang.
Security itu tidak membantah dan langsung berlari membiarkan tamu itu masuk.
“Ma masih ingat kan dengan Pak Teguh?” Tanya ku berusaha mengembalikan ingatan nya ke beberapa tahun lalu.
“Dia adalah dokter yang menangani Ben dulu” lanjut ku dengan tajam mengingat kan tentang Pak Teguh kepada mereka berdua.
“Selamat pagi” sapa Pak Teguh dengan menghampiri kami.
Aku langsung menyambutnya dengan berjabat tangan yang begitu hangat, lalu Pak Teguh meneruskan berjabat tangan dengan kedua orang tua Ben.
Pak Teguh pasti sudah merasakan ketegangan antara aku dan orang tua Ben, dan dia pasti sudah bisa menebak jika perdebatan sudah berlangsung.
“Terima kasih telah bersedia datang Pak Teguh” ujar ku dengan tersenyum manis kepadanya.
“Tidak apa jika ini untuk kebaikan mu dan Ben” jawab nya.
“Maaf Pak. Ada perlu apa Bapak kesini?” Tanya ketus Papa Ben.
“Iya Bu. Saya di minta Fawnia untuk menolong nya membuktikan jika ketika Ben menjalani pengobatan di beberapa tahun silam adalah benar adanya. Dan ketika pengobatan, Ben di vonis tidak akan bisa memiliki keturunan karena efek yang di timbulkan dari pengobatan kanker prostat saat itu adalah ketidak suburan yang telah di alami Ben selama kurang lebih dua tahun lamanya selama pengobatan itu” ujar Pak Teguh dengan begitu wibawa nya.
“Tidak. Ini tidak mungkin. Anda pasti sekongkol dengan wanita ini kan?” Tanya Mama Ben masih saja menyangkal.
“Saya berkata yang sebenarnya Bu. Profesi saya sebagai dokter begitu di pertaruhkan dalam keadaan seperti ini” jawab Pak Teguh dengan tenang.
Lalu dia mengeluarkan suatu berkas yang begitu banyak di dalam tas nya dan di berikan kepada kedua orang tua Ben.
“Ini rekam medis Ben saat itu. Saya masih menyimpan nya di dalam komputer saya” Mama dan Papa Ben mulai membaca isi rekam medis itu dan begitu terkejut ketika membacanya.
“Ketika Ben di vonis jika dia tidak memiliki seorang anak. Ben meminta saya agar tidak pernah mengatakan ini kepada kalian,karena dia yakin jika dia akan sembuh. Saya tentu tidak ingin mematahkan semangat nya dengan mengatakan jika hal itu sangatlah tidak mungkin,karena kecil kemungkinan orang akan kembali subur setelah menjalani pengobatan prostat itu. Tapi Ben tetap percaya jika dia akan sembuh”
Papa Ben menatap ku tidak percaya. Lalu dia menatap Pak Teguh dengan kesal.
“Tapi kan anda dokter. Kenapa anda tidak bisa mengambil tindakan untuk anak saya agar bisa kembali sembuh” tanya Papa nya ikut bersuara.
“Saya sudah semaksimal mungkin untuk mengembalikan kesehatan Ben Pak. Dan dengan panjang umur yang telah di terima Ben, dia sudah sangat bersyukur saat itu”
Mama mulai kembali histeris dengan menangis sejadi mungkin.
“Bennnn” teriak Mama nya yang terkulai lemah.
“Maa.. tenang Ma” Papa Ben terus menopang tubuh istrinya itu. Lalu beberapa pembantu datang membantu Mama Ben dan mendudukan nya di kursi
Aku hanya bisa menatap nya dengan berdiri di tempat ku.
Air mata ku mulai menetes di pipi melihat Mama Ben menangis tak berdaya seperti itu.
“Maafkan aku Ma”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments