Hari-hari telah berlalu aku masih saja belum mendapatkan kabar baik dengan semua lamaran yang aku tujukan di berbagai perusahaan penjuru negri ini.
Hari ini aku melamun kembali di sofa ku dengan memakai hotpants biru dan sweater rajut berwarna cream. Aku biarkan rambut ku terurai indah dengan menyingkapkan nya di belakang telinga. Aku memeluk bantal sofa ku yang empuk dan memandang kosong di hadapan ku.
Aku semakin frustasi dan hampir putus asa dengan semua ini. Yang aku takutkan hanyalah Kara. Aku tidak bisa kehilangan dia,hanya dia lah satu-satu nya penyemangat hidup ku kini. Rasanya tidak akan berguna lagi aku hidup jika aku harus kehilangan dia. Lalu bayangan Om Rio terlintas di fikiran ku.
Aku kembali teringat dengan kejadian 10 tahun lalu. Kejadian tentang kebakaran rumah yang menewaskan seisi rumah ku dan meluluh lantah kan gedung bertingkat itu.
Malam mengenaskan itu aku sedang tidak tidur di rumah, dan ketika aku terbangun di malam hari aku sudah mendapatkan kabar jika rumah ku kebakaran, dan tidak ada satu orang pun yang bisa di selamatkan di dalam rumah. Aku berteriak sekencang mungkin di depan kobaran api yang ada di hadapan ku. Aku terus menangis dan memaksa untuk terus masuk ke dalam rumah dan menyusul orang tua ku yang berada di dalam sana. Namun Om Rio dan tante Shinta terus menahan ku dan memeluk ku dengan erat.
“Mamaa..” panggil Kara membuyarkan lamunan ku. Aku terkejut dan langsung menatap nya dengan tersenyum manis. Kara memakai kaos polos berwarna kuning dan celana pendek berwarna biru sama dengan ku. Rambut nya pun panjang terurai indah dengan poni yang berjejer rapih di dahi nya.
“Hay cantik” sapa ku dan langsung menggendong nya untuk duduk di pangkuan ku.
“Aku membuat ini untuk Mama” ucap nya dengan menunjukan sesuatu di kertas lipat berwarna pink nya.
Itu adalah kertas dengan coretan hati yang tidak begitu rapih namun sangat mengharukan.
“Ahh Kara... Kamu buat ini untuk Mama?” Ucap ku penuh haru.
“Ya. Dan Kara juga membuat satu untuk Papa” ucap Kara membuat ku tersentak terkejut mendengar nya. Kertas itu berwarna biru dan ada juga bentuk hati yang begitu menggemaskan yang telah dia buat dengan tangan nya sendiri.
Aku terpatung melihat nya yang begitu antusias dan masih polos ini.
“Kamu buat ini untuk Papa?” Tanya ku menahan kesedihan ku.
Dia hanya mengangguk memandang ku dengan semangat.
Aku menahan tangis ku dan langsung memeluk nya begitu erat.
“I Love You Kara” ucap ku dengan begitu tulus dan begitu sedih.
“Love You Too Mama” jawab nya yang tak menyadari jika aku sudah menyembunyikan kesedihan ku.
Tiba-tiba suara bel apartemen ku berbunyi. Aku dan Kara langsung menatap pintu bersama-sama. Aku menurunkan Kara secara perlahan dengan pandangan terus menatap ke arah pintu.
“Tunggu di sini” pinta ku kepada Kara dan dia hanya mengangguk.
Aku berjalan dengan cepat mendekati pintu dan mengintip di lubang pintu untuk melihat siapa yang berada di balik pintu.
Itu salah satu petugas apartemen sini. Dia membawa sebuah surat di tangan nya. Aku segera membuka kan pintu.
“Ya?” Sapa ku kepada nya.
“Selamat siang Bu, ini ada surat lagi untuk Ibu” ucap nya sambil menyodorkan amplop coklat besar kepada ku.
“Oke terimakasih”
“Sama-sama”
Aku langsung menutup pintu dan menyandarkan diri ku di pintu,lalu segera membuka amplop coklat itu.
Ini adalah surat dari pengadilan yang meminta aku agar segera memenuhi panggilan yang telah di ajukan untuk ku. Ini soal hak asuh Kara. Orang tua Ben masih terus meneror ku dan memaksa ku untuk melepaskan Kara. Ini sudah berjalan lebih dari 5 tahun , orang tua Ben masih saja tidak bisa berbuat baik kepadaku. Selama bertahun-tahun mereka tidak pernah memeperdulikan aku ataupun Kara, namun sekarang setelah Kara mulai besar mereka mulai ingin mendapatkan hak asuh Kara.
Aku mengajak mereka untuk bertemu secara baik-baik pun mereka menolak,mereka tidak ingin berbicara dengan ku terkecuali di persidangan nanti. Aku tidak ingin menyerah,aku masih ingin berusaha dan terus mempertahan kan Kara.
Aku duduk di samping jendela dan menatap keluar penuh kebimbangan dengan amplop yang masih ada di tangan ku.
“Ben..” ucap ku dengan berharap semoga Ben bisa mendengarkan ku.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang? Mama mu masih ingin terus mendapatkan hak asuh Kara, dan dia bersikeras untuk memisahkan kita. Aku tidak ingin itu terjadi” ucap ku dengan begitu sedih.
Andai saja Ben masih ada,semua ini pasti tidak akan terjadi. Dan kita bertiga pasti akan hidup bahagia.
Aku jadi merindukan Ben dan aku memperhatikan Kara yang masih bermain di meja ruang tamu dengan kertas lipat dan pulpen yang berserakan di atas nya. Dia begitu menggemaskan dan begitu bahagia. Aku tidak bisa membayangan bagaimana jika akhirnya dia pergi meninggalkan ku seperti apa yang di lakukan seluruh keluarga ku termasuk Ben. Sepertinya hidup ku sudah tidak akan pernah berarti lagi.
“Kara kau pantas hidup dengan layak, dan aku akan membuat mu mendapatkan semua itu. Aku tidak ingin kau berakhir seperti ku” ujar ku di dalam hati.
Malam hari nya seperti biasa Keysa datang ke apartemen ku dengan masih menggunakan kemeja biru langit bergaris putih dan rok pendek berwarna hitam,rambut nya pun bergelombang indah dengan riasan make up yang masih menempel di wajah nya.
Keysa membaca surat dari pengadilan.
“Gila ya mertua lo! Maksa banget sih buat dapet hak asuh Kara” kesal Keysa yang selalu ikut emosi melihat sikap keluarga Ben.
“Ya mungkin mereka menilai itu sebanding dengan kehilangan Ben. Kayak nya mereka ingin gue juga ngerasain bagaimana rasanya kehilangan seorang anak” ucap ku dengan pasrah sambil memotong buah apel untuk Kara di pantry.
“Tapi kan semua itu bukan salah lo faw”
“Ya menurut mereka itu salah gue. Dari awal kita married juga kan orang tua Ben ga setuju”
“Dan akhirnya mereka terpaksa harus merestui kalian menikah karena Kara udah ada dalam perut lo” lanjut Keysia mengingat kejadian itu kembali.
Aku diam tak menggubris nya.
“Lo ga bisa di salahin kaya gini terus dong Faw. Ben juga ikut andil dalam masalah ini”
Ucapan Keysa yang sudah membuat ku sedikit kesal.
“Lalu lo mau apa? Datang ke makam nya Ben dan meminta dia bertanggung jawab atas penderitaan yang gue dan Kara alami selama ini?” Tanya ku dengan menahan sedikit emosi ku. Keysa hanya menatap ku terdiam,dia tidak bisa lagi membantah ucapan ku.
“Ben udah ga ada Key, ini bukan salah Ben dan juga bukan salah gue. Lo sendiri kan yang sering bilang kalau ini semua cuma takdir?” Ucap ku mengingat kalimat yang sering di ucapkan nya jika sedang menenangkan ku.
Aku tahu Keysa hanya terlalu khawatir kepadaku,dia terlalu peduli dengan ku dan Kara. Namun dia harus mengerti,jika aku pun sedang berusaha mencari jalan keluar yang terbaik untuk masalah ku. Aku tidak ingin dia terlalu berlebihan dengan ketakutan nya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments