Seorang Ibu dan Ayah

Tidak terasa sudah lewat empat puluh hari umur Finola. Putri kecil Kara dan Elno itu mulai menunjukkan perubahan. Yang tadinya sangat anteng, sekarang mulai sering menangis.

Tidak jarang Kara bangun di tengah malam karena suara tangisnya. Kara juga mencari tahu kepada tetangga kenapa bayinya tidak lagi mudah tertidur. Berbagai nasihat ia dapatkan dan Kara menurutinya.

Elno pun terganggu akan suara tangis putrinya. Ia sudah lelah bekerja di luar dan malam pun tidak bisa istirahat. Namun, lebih kasihan lagi Kara yang tidak bisa tidur dengan nyenyak.

"Sudah dikasih minyak angin? Mungkin perutnya sakit," kata Elno.

"Sudah, kok. Aku juga mengganti popok dan bajunya. Kipas angin juga nyala agar kamarnya dingin."

"Coba kamu beri susu lagi," kata Elno.

"Baru juga selesai. Finola enggak mau lepas susu. Kata tetangga dikasih makan saja."

"Memang boleh?" tanya Elno.

"Enggak boleh. Tunggu enam bulan. Tapi aku enggak tahan. Dia nangis terus."

Kara sudah mengerahkan segala cara. Seakan asi yang ia punya tidak cukup untuk bayi perempuan itu. Finola hanya bisa tidur sebentar, lalu menangis lagi.

"Bu Warni bilang kasih empeng saja. Coba kamu beli. Kali saja Finola mau."

"Besok pagi kalau begitu. Pukul empat subuh mana ada minimarket buka," kata Elno.

Kara mengangguk, lalu kembali memberi asi pada Finola. Elno dapat tenang setelah putrinya menyusu. Kara terlihat memejamkan mata sembari menggendong Finola.

"Tidur saja, Sayang," ucap Elno.

Kara membuka mata. "Finola belum tidur. Biar saja aku menggendongnya."

"Aku istirahat dulu, ya."

Kara mengangguk. "Tidur saja. Kamu perlu istirahat."

Elno memejamkan mata. Tidak lama ia juga sudah terlelap. Kara hanya bisa memejamkan mata tanpa bisa tidur. Finola dalam gendongannya. Berat. Pundak Kara terasa kaku. Kara mempererat kain gendongan di bahu, ia bangkit berdiri menuju dapur.

Dari pada tidur, lebih baik Kara mengerjakan sesuatu. Ia menyiangi sayur dan memasak nasi sembari menidurkan buah hatinya.

"Finola tidur, ya. Biar Mama bisa kerja," ucap Kara.

Sang putri cuma diam dengan mulut menyedot asi. Kara mengecupnya. Meski sedikit repot, tapi ia senang menjalankannya. Diam-diam tidak diperhatikan, Finola tertidur.

"Tidur juga akhirnya." Kara segera membawa Finola ke kamar. Dengan perlahan, ia membuka ikatan kain, lalu meletakkan putrinya di atas kasur. "Bobo yang nyenyak, Sayang. Papa sedang istirahat." Kara kecup kening Finola, lalu ia kembali ke dapur untuk memasak.

...****************...

Pukul enam pagi, Elno terbangun karena suara tangis dari Finola. Kara bergegas menuju kamar. Ia berganti baju dulu, lalu meraih Finola dan menyusuinya.

"Kamu belum tidur dari subuh tadi?" tanya Elno.

"Belum. Aku buat sarapan dan cuci baju."

"Biar aku saja yang nyuci tadi."

"Kamu sudah capek. Masa aku bebankan lagi tugas rumah. Kamu lekas mandi dan sarapan saja. Aku buat nasi goreng sama tumis sayur," kata Kara.

Elno beringsut bangun. Ia menuju dapur dan melihat semua sudah beres. Sarapan tersedia, cucian kotor sudah dicuci. Elno mengambil piring, ia makan terlebih dulu. Selesai itu, baru membersihkan diri.

Selesai dari bilik mandi, Elno masuk ke dalam kamar. Kara tertidur, tetapi Finola belum. Anak itu malah merengek karena terlepas dari asi sang ibu.

"Finola sayang kenapa, sih?" Elno meraih putrinya. "Gendong sama Papa saja, ya."

Elno meraih kain gendongan. Untuk masalah melilitkan kain ia bisa. Finola masuk ke dalam gendongan, Elno membawanya keluar agar tidak menganggu Kara yang terlelap.

"Nih, anak sudah kebiasaan digendong," ucap Elno.

Finola diam setelah diayun oleh Elno. Putri kecil itu mengeliat, menguap dan malah membuat Elno tidak tahan untuk mengecup pipinya. mumpung Finola anteng dalam gendongan, Elno meraih sapu. Ia membersihkan ruang tamu dan teras. Hari juga sudah pagi, kesempatan Elno untuk menjemur Finola.

"Wah! Mas Elno suami idaman, ya. Pagi-pagi sudah rajin," celetuk Bu Warni.

"Ibu bisa saja. Enggak, kok. Finola rewel. Kara jadi enggak bisa tidur," sahut Elno.

"Biasa itu, mah. Yang sabar saja. Merawat anak memang susah. Kalau sudah besar, jangan melawan orang tua."

"Iya, Bu," jawab Elno.

Mendengar kata orang tua, hati Elno teriris. Tidak ada niat sedikit pun ia ingin melukai hati ayah dan ibunya. Elno juga sudah beberapa kali datang meminta maaf. Namun, semua itu sia-sia. Ia sudah terusir dari keluarga sendiri.

"Ibu duluan, ya. Mau senam di lapangan rumah pak RT."

"Silakan, Bu," ucap Elno.

Pagi hari di dekat rumah sewa Elno menjadi ramai karena hari libur. Ibu- ibu pergi senam dan anak-anak kecil bermain sepeda.

"Elno," tegur Kara.

Elno menoleh. "Kenapa bangun? Kamu tidur saja. Biar aku jaga Finola. Dia juga sudah tidur, nih."

"Letakkan saja di kamar. Kita tidur sebentar mumpung libur," kata Kara.

"Kamu bawa Finola dulu. Aku mau lari sebentar. Pagi ini aku harus ngerjain tugas. Mana Ilmi nitip lagi sama Tedy."

"Sekalian beliin dot bayi buat Finola," kata Kara.

"Iya, deh."

...****************...

Rencana untuk lari di dekat rumah gagal. Ilmi menelepon dengan menyuruh Elno menuju lapangan sepak bola GBK. Segera saja Elno meluncur dengan motor miliknya.

Sesampainya di sana, ia segera mencari Ilmi. Banyak teman kampus yang hadir di sana dan rupanya memang Ilmi serta teman-teman lain janjian untuk lari bersama.

"Datang juga kamu," kata Ilmi.

"Kenapa menyuruhku kemari?" tanya Elno.

"Enggak. Kita kumpul bareng saja."

Pundak Elno ditepuk. "Hai, El."

Elno menoleh. "Baru datang, Ted."

"Iya. Nih, aku jemput Sari."

Sari melambaikan tangan. "Aku enggak punya kendaraan. Orang rumah juga mau olahraga."

"Ayo kita lari sama-sama," kata Ilmi.

"Kita di sini, kan, memang buat olahraga," ucap Sari.

"El, kamu bawain tas kami saja. Aku upah dua ratus ribu." Ilmi menyodorkan dua lembar uang merah kepada sahabatnya.

"Maksudmu apa, sih, Ilmi?" tanya Tedi.

"Elno lebih butuh duit daripada lari," jawab Ilmi.

Elno meraih uang itu. "Kalian lari saja. Biar aku yang bawa tas-tas kalian."

"Tuh, kamu dengar sendiri. Elno lebih butuh duit. Oh, ya, teman-teman. Kalian bisa minta bantu apa saja sama Elno. Tapi harus bayar. Tidak boleh ada yang gratis," kata Ilmi.

"Wah! Boleh, tuh," sahut yang lain.

"Kamu kira Elno kacung!" Tedi sudah emosi.

"Apa, sih, Ted? Aku itu cuma bantu kali. Kamu juga terbantu dengan tenaga Elno."

"Sudahlah. Kenapa kalian bertengkar? Aku baik-baik saja," sahut Elno.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Shinta Dewiana

Shinta Dewiana

ilmi punya niat lain ini...

2023-06-28

0

🍀 chichi illa 🍒

🍀 chichi illa 🍒

elno memang butuh uang tapi gak gitu il ... elno juga punya harga diri .. dia berjuang cari nafkah untuk anak istri nya ... 😭😭😭😭

2022-12-17

0

💖Chacha~Q®F💖

💖Chacha~Q®F💖

gak tau Ilmi tulus bantu apa merendahkan

2022-11-14

0

lihat semua
Episodes
1 Kesalahan Fatal
2 Hidup Baru
3 Dapat Pekerjaan
4 Asam Manis Cinta
5 Kekalahan Elno
6 Mencoba
7 Tak Semanis Madu
8 Pinjaman
9 Perhatian Elno
10 Perjuangan Elno
11 Seorang Ibu dan Ayah
12 Ingin Kerja
13 Duka
14 Bantuan
15 Penolakan Elno
16 Luluhnya Elno
17 Berpisah
18 Perjuangan
19 Kejutan
20 Istri Kedua
21 Jatuh
22 Canggung
23 Meminta
24 Bisakah?
25 Tidak Mengalah
26 Iri
27 Bisakah Adil?
28 Meragu
29 Melunak
30 Rumah Mertua
31 Tamparan
32 Serbasalah
33 Posesif
34 Aku Cinta Dia
35 Pesona
36 Pengakuan
37 Melakukannya
38 Iri Lagi
39 Nafkah
40 Saran Delia
41 Pergi Ke Bandung
42 Menyusul
43 Hadapi
44 Perih
45 Paket Untuk Suami
46 Pilihan Sulit
47 Talak
48 Nasihat
49 Kerja Sama
50 Bertemu Kara
51 Menyerah
52 Resmi
53 Berakhir
54 Titik Terang
55 Menyelidiki
56 Mengenang
57 Tahu Segalanya
58 Sudah Terlambat
59 Ingin Cerai
60 Cinta itu Luka
61 Harus Merasakan
62 Semena-mena
63 Ungkapan Tedy
64 Bertemu Ilmi
65 Alasan Sebenarnya
66 Maaf Tiada Guna
67 Terusir
68 Dipecat
69 Perpisahan Ketiga
70 Pergi
71 Teringat
72 Kembali
73 Bertemu
74 Calon Istri
75 Daftar
76 Itu Kamu
77 Persiapan
78 Jalani Dulu
79 Ditolak
80 Bertemu Finola
81 Tidur Sore
82 Bangga
83 Terima
84 Meminta Restu
85 Setuju
86 Bertemu Masa Lalu
87 Setimpal
88 Tunangan
89 Ilmiah Saputro
90 Menjemput
91 Peringatan
92 Halal
93 Kisah Kara dan Elno
94 Liburan
95 Jacuzzi
96 Tanda
97 Semoga
98 Meriang
99 Titik Hitam
100 Bahagia
Episodes

Updated 100 Episodes

1
Kesalahan Fatal
2
Hidup Baru
3
Dapat Pekerjaan
4
Asam Manis Cinta
5
Kekalahan Elno
6
Mencoba
7
Tak Semanis Madu
8
Pinjaman
9
Perhatian Elno
10
Perjuangan Elno
11
Seorang Ibu dan Ayah
12
Ingin Kerja
13
Duka
14
Bantuan
15
Penolakan Elno
16
Luluhnya Elno
17
Berpisah
18
Perjuangan
19
Kejutan
20
Istri Kedua
21
Jatuh
22
Canggung
23
Meminta
24
Bisakah?
25
Tidak Mengalah
26
Iri
27
Bisakah Adil?
28
Meragu
29
Melunak
30
Rumah Mertua
31
Tamparan
32
Serbasalah
33
Posesif
34
Aku Cinta Dia
35
Pesona
36
Pengakuan
37
Melakukannya
38
Iri Lagi
39
Nafkah
40
Saran Delia
41
Pergi Ke Bandung
42
Menyusul
43
Hadapi
44
Perih
45
Paket Untuk Suami
46
Pilihan Sulit
47
Talak
48
Nasihat
49
Kerja Sama
50
Bertemu Kara
51
Menyerah
52
Resmi
53
Berakhir
54
Titik Terang
55
Menyelidiki
56
Mengenang
57
Tahu Segalanya
58
Sudah Terlambat
59
Ingin Cerai
60
Cinta itu Luka
61
Harus Merasakan
62
Semena-mena
63
Ungkapan Tedy
64
Bertemu Ilmi
65
Alasan Sebenarnya
66
Maaf Tiada Guna
67
Terusir
68
Dipecat
69
Perpisahan Ketiga
70
Pergi
71
Teringat
72
Kembali
73
Bertemu
74
Calon Istri
75
Daftar
76
Itu Kamu
77
Persiapan
78
Jalani Dulu
79
Ditolak
80
Bertemu Finola
81
Tidur Sore
82
Bangga
83
Terima
84
Meminta Restu
85
Setuju
86
Bertemu Masa Lalu
87
Setimpal
88
Tunangan
89
Ilmiah Saputro
90
Menjemput
91
Peringatan
92
Halal
93
Kisah Kara dan Elno
94
Liburan
95
Jacuzzi
96
Tanda
97
Semoga
98
Meriang
99
Titik Hitam
100
Bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!