Mereka masuk ke salah satu tempat makan yang ada di dalam di lantai 3. Mereka kemudian duduk di pojok lalu memesan makanan.
"Habis ini kita pulang langsung Bang?" tanya Amel pada Raka.
Raka menggangguk. "Iyaa, abang capek. Uda sore juga."
"Ya udah," jawab Amel.
Tidak lama kemudian makanan datang. Amel berdiri, berjalan ke wastafel untuk mencuci tangan.
Setelah selesai mencuci tangan, Amel berjalan keluar dari wastafel dan bermaksud kembali ke mejanya, tapi langkah kakinya terhenti saat matanya tidak sengaja menangkap sosok laki-laki yang dia sukai sedang duduk bersama dengan gadis cantik.
Terlihat Rendi sedang merangkul pundak gadis itu sesaat sebelum mengiris steak dan memberikan kepada gadis itu. Gadis itu terlihat berbicara sambil tersenyum manja kepada Rendi dan Rendi membalas senyuman gadis itu.
Seketika hati Amel sakit, tubuhnya langsung lemas melihat pemandangan itu. Dia berjalan cepat sambil menunduk, takut jika Rendi melihatnya. Sesampainya di meja, muka Amel jadi pucat.
Raka yang menyadari langsung bertanya, "Kenapa Mel, lo sakit?" tanya Raka sambil memegang dahi Amel.
"Nggak Bang, Amel cuma laper," jawab Amel cepat.
"Gue kira lo sakit, tapi muka lo kok pucet banget?" tanya Raka lagi.
"Belom makan dari pagi Bang," ucap Amel bohong.
"Kenapa nggak bilang dari tadi?" tanya Raka lagi.
"Takutnya kelamaan kalau nunggu Amel makan dulu," jawab Amel lagi.
"Ya udah buruan abisin. Habis ini kita langsung pulang," ujar Raka.
Amel buru-buru memasukkan makanan ke mulutnya supaya Raka tidak banyak tanya. Mereka makan dengan cepat tanpa suara.
Sementara di meja lainnya, Rendi sedang menatap tajam Amel tanpa berkedip. Sebenarnya Rendi sudah melihat Amel saat memasuki tempat makan itu. Rendi juga tahu kalau Amel melihatnya tadi, tapi Rendi pura-pura tidak tahu. Dia sengaja merangkul pundak gadis cantik di sebelahnya ketika Amel keluar dari wastafel.
Sebenarnya Rendi sedang makan dengan adik perempuannya. Rendi datang dengan Sofi dan ibunya. Karena ibuanya belum selesai berbelanja, mereka memutuskan untuk makan berdua saja sambil menunggu ibunya.
Sofi adalah siswi kelas 10, tapi berbeda sekolah dengan Rendi. Sofi bersekokah di International School, sekolah elite yang mahal. Sofi juga heran kenapa Rendi memilih bersekolah di SMA Dirgantara. Padahal, sekolah Sofi adalah sekolah terbaik. Meskipun sekolah Amel juga bagus, tapi sekolah Sofi sangat populer di Jakarta.
Sofi yang melihat kakaknya diam saja lalu bertanya, "Kakak ngeliatin siapa?" Sofi mengikuti arah pandangan kakaknya.
"Teman," jawab Rendi singkat.
"Teman satu sekolah?" tanya adiknya lagi.
"Iyaa." Rendi masih terus menatap ke arah Amel.
"Panggil aja Kak biar gabung sama kita," usul Sofi.
"Nggak perlu, kayaknya mereka lagi sibuk dan nggak mau diganggu," jawab Rendi dingin.
Sofi yang menyadari ada perubahan pada kakaknya, kemudian bertanya, "Kakak cemburu ya?"
Rendi mengalihkan pandangannya ke samping. "Nggak," jawab Rendi singkat.
"Mereka pacaran?" tanya Sofi melihat ke arah Amel dan Raka.
"Nggak tahu, tapi banyak yang bilang begitu," jawab Rendi malas.
"Siapa tahu mereka cuma temen," ucap Sofi lagi.
"Nggak tahu." Terlihat sekali kalau Rendi tidak mau membahas Amel dan Raka.
"Kalau Kakak suka, dikejar dong, jangan diem aja," saran sofi.
"Anak kecil enggak usah ikut campur!"
"Enak aja, Sofi ini udaj dewasa. nggak liat apa cantik gini mirip artis korea," ucap Sofi dengan percaya diri.
Rendi menatap malas pada adiknya. "Kamu lupa muka kita blasteran Jerman, jadi nggak mungkin kamu mirip artis korea," ejek Rendi.
"Bodo ah, Sofi sebal sama Kakak," ucap Sofi melipat tangannya di dada.
"Mendingan kita susul mama," ajak Rendi seraya berdiri dan berjalan meninggalkan tempat itu diikuti oleh Sofi di belakangnya.
Amel yang melihat kepergian Rendi dan gadis itu, terus menatap hingga bayangan Rendi menghilang.
"Lihat apa?" tanya Raka kepada Amel.
"Nggak lihat apa-apa. Pulang yuk Bang?" ajak Amel.
"Okee," jawab Raka singkat.
Mereka pun meninggalkan tempat makan itu, berjalan ke parkiran dan langsung pulang.
*********
Setelah pulang dari mall, Amel tiba di kosnya pukul 5 sore. Amel langsung mandi, kemudian merebahkan tubuhnya ke tempat tidur sambil memegang ponselnya.
Tiba-tiba terlintas bayangan Rendi bersama gadis itu. Ada perasaan sedikit tidak rela di hati Amel saat melihat Rendi bersama dengan gadis lain.
Sebenarnya Rendi mau dekat atau pacaran dengan siapapun itu adalah haknya. Hanya saja, Amel belum siap untuk menghilangkan perasaannya jika sampai nanti Rendi beneran sudah mempunyai pacar.
Amel hanya ingin dekat dengan Rendi. Walaupun sebagai teman atau sebagai kakak-adik seperti Amel dan Raka, itu pun sudah cukup bagi Amel. Semua hanyalah angan semata karena Rendi sulit untuk didekati. Amel tidak tahu harus mulai dari mana untuk bisa berkenalan langsung dengan Rendi. Amel selalu merasa gugup dan panas dingin bila bertemu dengan Rendi.
Amel bangun dari tempat tidur, berjalan ke meja belajar, dan mengambil salah satu novel kesukaannya. Setelah itu Amel berjalan ke tempat tidur lagi, menyenderkan kepalanya dengan bantal. Dia pun mulai membaca novel.
Amel sangat hobi membaca, kadang sampai lupa waktu, jam menunjukkan pukul 10 malam. Terlihat Amel terlelap sambil memegang buku novelnya. Mungkin Amel lelah seharian menemani Raka keliling Mall mencari kado.
********
Pagi hari Amel terbangun dan langsung mandi. Setelah itu, dia bersiap untuk ke sekolah. Tiba di kelas Amel pun langsung duduk di bangkunya. Tidak lama kemudian para sahabatnya pun datang.
"Amel, rajin banget dateng pagi" ucap Olive.
"Iya dong, sekarang tinggal lompat terus nyampe deeh," canda Amel.
"Wuuuu sombong! Mentang-mentang deket," ujar Lisa.
"Iya dong," jawab Amel.
"Uda pada sarapan belom?" Kali ini Bela yang bertanya.
"Belom," jawab ketiga sahabatnya.
"Kantin yuuk," ajak Bela.
"Yuuk mari, hahaha," jawab Lisa dan Olive sambil tertawa.
"Gue nggak ikut deh," tolak Amel.
Mereka seketika menoleh ke Amel. "Kenapa?" tanya mereka serempak.
"Nanti aja, pas jam istirahat," jawab Amel.
"Habis ini kan jam pelajaran olahraga Mel. Lo harus sarapan, nanti pingsan loh!" ucap Lisa.
"Kalian aja deh, gue lagi nggak selera makan," ujar Amel.
"Okee deeh, kita kantin dulu ya," ucap Bela. Mereka kemudian berjalan meninggalkan kelas setelah Amel menjawab.
Sebenarnya Amel merasa lapar karena dari semalem dia belum makan, tetapi dia takut bertemu dengan Rendi lagi kalau dia ikut sarapan di kantin bersama sahabatnya.
Perut Amel berbunyi, perutnya terasa sakit, maagnya mulai kambuh. Amel mencari obat maag di dalam tasnya. Amel selalu sedia obat maag di tasnya karena maagnya sering kali kambuh.
Setelah menemukan obat nya, Amel pun langsung meminumnya. Sambil menunggu bel masuk berbunyi, Amel memasang earphone ke telinganya dan memutar musik.
Raka yang melihat Amel duduk sendiri, segera menghampiri Amel dan duduk di sebelahnya. "Kok sendirian? Tiga curut pada ke mana?" tanya Raka seenaknya. Curut ada sebutan akrab Raka untuk ketiga temannya.
"Di kantin lagi sarapan."
"Kok nggak ikut bareng mereka?" tanya Raka lagi.
"Lagi diet," jawab Amel asal.
Raka memutar sedikit badannya, menghadap Amel. "Badan kurus kayak triplek aja sok diet," ejek Raka.
Amel menepuk dadanya. "Ini tuh bukan kurus Bang, tapi langsing."
"Sama aja, intinya nggak ada daging, cuma tulang doang," ucap Raka.
Amel yang tidak terima dibilang begitu lalu berkata, "Bedalah, gue ini langsing Bang. Uda gitu cantik, manis, imut lagi," celoteh Amel memuji diri sendiri.
"Mau muntah gue dengernya," ujar Raka.
"Jangan-jangan lo hamil, Bang," canda Amel sambil terkekeh.
"Kalau ngomong sembarang ya, minta dijitak," ucap Raka.
"Jangan dong. Kalau dikasih uang segepok baru mau," canda Amel.
"Nanti, nunggu gue kaya," ujar Raka.
"Lo kan uda kaya, Bang," balas Amel.
"Itu kan orang tua gue, bukan gue yang kaya," seru Raka.
"Sama aja, Abang kan anaknya."
Raka yang melihat Amel tidak memakai jam tangan yang kemarina lalu bertanya, "Jamnya ke mana, kok nggak dipake?"
Amel melirik sekilas ke tangannya. "Ada di kosan. Amel simpen di lemari bang. Sayang kalau dipake."
"Gue beliin tuh buat dipake, bukan untuk di simpen," omel Raka.
Amel mengangkat jempolnya seraya berkata, "Oke besok Amel pake."
"Ya sudah." Raka berdiri, mengacak rambut Amel lalu berjalan menuju mejanya.
Amel mematikan musik dan melepas earphonenya saat mendengar bel masuk berbunyi. Terlihat para sahabatnya memasuki kelas dan berjalan ke tempat duduk masing-masing.
Pak Anton, guru olahraga memasuki kelas. "Selamat pagi, anak-anak," sapa pak Anton.
"Pagi paaak!" jawab semua murid.
"Hari ini kita akan lari marathon mengelilingi lingkungan Yayasan Dirgantara. Kalau ada yang sakit, bisa ijin dari sekarang," jelas pak Anton.
"Iyaa pak!" jawab mereka serempak.
"Kalian boleh ganti baju olahraga. Setelah itu berkumpul di lapangan sekolah," perintah pak Anton lalu berjalan keluar kelas.
"Yuuk gaes kita ganti," ajak Olive.
"Mel, lo nggak ijin aja sama pak Anton, kan lo belom sarapan. Kita larinya jauh looh," ucap Lisa.
"Iyaa bener, ijin aja, Mel," timpal Bela.
"Nggakk usah deh, gue nggak apa-apa kok," tolak Amel mengeluarkan baju olahraganya dari tas.
"Ya udah kalau gitu, ayuuuk kita ganti," ajak Lisa.
Mereka pergi ke ruangan ganti bersama. Setelah selesai berganti baju, mereka berkumpul di lapangan sesuai arahan pak Anton.
Pak Anton langsung membawa semua murid keluar gerbang sekolah ke tempat start awal untuk lari marathon.
"Perhatian anak-anak, silahkan berbaris dengan rapi, buat 10 barisan," perintah pak Anton.
"Baik paaak!" jawab para murid, mereka membuat barisan sesuai instruksi pak Anton.
"Semua sudah siap?" tanya pak Anton
"Siap pak!" jawab mereka lagi.
"Setelah saya tiup pluit ini, baru kalian mulai lari," ucap pak Anton memberi aba-aba.
Prrriiiiiiiit..
Terdengar bunyi pluit, mereka pun langsung berlari. Setelah berlari cukup jauh, Amel berhenti sejenak, mengambil napas. Ketiga sahabatnya sudah berlari duluan dan tidak terlihat lagi.
Amel kembali berlari, setelah berlari selama beberapa menit, Amel kembali berhenti dan setelah tenaganya terkumpul, dia berlari lagi. Amel terlihat beberapa kali berhenti. Napasnya ngos-ngos-an, pandangannya berkunang-kunang.
Amel pun memperlambat larinya. Sementara yang lain justru mempercepat larinya supaya cepat sampai, termasuk ketiga temannya. Hanya beberapa orang saja yang berlari dengan santai dan Amel berada paling belakang.
Amel terus berlari sampai tiba di lingkungan kampus Dirgantara. Amel berhenti untuk mengambil napas. Dia sudah tidak sanggup lagi untuk berlari. Napasnya tidak beraturan dan kepalanya pusing. Amel memutuskan untuk istirahat sebentar.
Setelah dirasa cukup, Amel pun melanjutkan dengan berjalan saja karena sebentar lagi akan sampai di sekolah. Tepat di depan gerbang sekolah, Amel merasa badannya melayang, napasnya pendek dan kepalanya pusing.
Amel mencoba mengerjapkan matanya. Muncul bintik-bintik hitam dalam pandangannya, terlihat samar-samar bayangan seseorang berlari ke arahnya, tidak lama kemudian, pandangannya gelap dan Amel tak merasakan apa-apa lagi.
"Buuuggh." Amel jatuh pingsan.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 228 Episodes
Comments
Vina
sukaaa novelmu.thor...bahasanya mudah dpahami
2021-10-06
0
Adila Nisa Ardani
wow keren visualnya 👍👍
2021-09-18
2