Esok harinya, sebelum pulang sekolah, Amel pergi ke toilet sendirian. Ketiga temannya sedang menunggunya di dalam kelas mereka. Setelah keluar dari toilet wanita, Amel berencana untuk kembali ke kelasnya. Langkahnya seketika terhenti ketika melihat Siska menghalangi jalannya.
"Maaf Kak, saya mau lewat," ucap Amel dengan sopan pada Siska yang sedang berdiri di depanya. Sebenarnya dia sudah mencoba berjalan ke sisi lain, tetapi Siska tidak mau memberinya jalan.
Siska bersidekap dengan wajah angkuh dia berkata, "Heh, cewek kampung! Lo jangan kecentilan deh sama Rendi. Gue peringatin sama lo ya, jangan berani-berani deketin Rendi, apalagi sampai godain dia. Rendi itu gebetan gue, nggak ada yang boleh ngedeketin dia selain gue!"
Amel mengerutkan keningnya mendengar perkataan Siksa, dia mengerti kenapa Siska menuduhnya seperti itu. "Maaf Kak, saya nggak pernah deketin kak Rendi apalagi sampai godain dia."
Siska mendorong Amel dengan wajah kesal. "Lo jangan sok polos deh. Lo kira gue nggak tau apa kalau selama ini lo kenganjenan sama Rendi. Gue beberapa kali liat lo sama Rendi berduaan. Kemarin gue nggak sengaja ngeliat lo meluk Rendi waktu pulang sekolah di depan kelas Rendi. Jangan sok cantik deh, Rendi itu punya gue," ucap Siska tatapan marah.
Siska memang beberapa kali pernah melihat Amel berduan dengan Rendi. Waktu makan di kantin, waktu di perpustakaan, terakhir, saat perkumpulan club kemarin ketika semua anggota sudah bubar hanya tinggal Amel dan Rendi yang berada di kelas tersebut.
"Kak Siska salah paham, kemarin itu kak Rendi nangkep Amel waktu mau jatuh, jadi bukan Amel yang meluk kak Rendi. Kakak bisa tanya sendiri sama kak Rendi kalau enggak percaya. Lagian, Amel nggak pernah godain kak Rendi sama sekali," ucap Amel dengan berani.
Amel memang tidak melakukan seperti yang dituduhkan oleh Siska, itulah sebabnya Amel mengatakan hal itu dengan berani.
"Alaaah, jangan banyak alesan deh! Gue tau kalau itu cuma akal-akalan lo aja buat nyari perhatian Rendi, iya, 'kan?" tuduh Siska dengan nada tinggi. Kesabarannya mulai habis ketika melihat Amel tampak berani melawannya.
"Terserah kak Siska mau percaya atau enggak, yang pasti Amel enggak pernah ngelakuin seperti yang Kakak tuduhkan sama Amel," jawab Amel, "maaf Kak, Amel harus pergi." Tanpa menunggu jawaban dari Siska Amel melewati Siska dengan langkah cepat.
Siska yang melihat Amel pergi seketika menjadi semakin marah, dia kemudian menyusul Amel. "Gue belum selesai bicara, berani bange lo ya pergi gitu aja," teriak Siska dengan wajah marah.
Ketika dia sudah berada tepat di belakang Amel, Siska menyeringai lalu berkata, "ini pelajaran buat lo karena sudah berani sama gue. Dasar cewek ngga tau diri!"
Amel sangat terkejut ketika merasa seseorang menyentuh punggungnya dan mendorongnya dengan kuat sehingga membuat tubuhnya terdorong ke depan dan tubuhnya membentur seseorang yang dia bahkan tidak tahu siapa.
Amel tertegun dan belum sepenuhnya sadar kalau dirinya berada dalam pelukan seseorang sampai dia mendengar seseorang bertanya padanya, "Kamu nggak apa-apa?"
Suara itu sangat familiar di telinga Amel. Suara yang sering kali dia terdengar dingin, tetapi tidak kali ini, suara itu justru seperti sedang mengkhawatirkannya.
Amel kemudian mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang sudah menolongnya. Dan saat melihat bahwa Rendi yang menolongnya, Amel kembali tertegun untuk beberapa saat sambil menatap wajah Rendi.
Mereka pun bertatapan selama beberapa detik. Kesadaran Amel mulai kembali saat Rendi kembali bertanya padanya, "Amelia?" panggil Rendi saat dia tidak merespon ucapannya, "apa kamu terluka?"
Amel buru-buru melepaskan diri dari Rendi ketika menyadari kalau dirinya terpesona demgan ketampanan Rendi. "Saya nggak apa-apa, Kak. Makasih udah menolong saya."
Amel tampak salah tingkah, dia menoleh ke kanan dan ke kiri seperti orang linglung kemudian dia berkata lagi, "Kalau gitu saya pergi dulu, Kak." Amel langsung meninggalkan Rendi dengan langkah cepat. Dia bahkan sampai lupa pada Siska yang sudah mendorongnya.
Setelah kepergian Amel, Rendi melangkah mendekati Siska yang nampak membeku dan wajahnya sudah berubah menjadi pucat.
"Ren, lo salah paham. Tadi itu nggak seperti yang lo lihat," jelas Siska dengan wajah gugup.
Rendi menatap Siska dengan tatapan datar. "Siska, gue nggak peduli lo mau lakuin apapun dan dengan siapapun itu, tapi gue peringatin sama lo. Jangan pernah ganggu Amel lagi, apalagi sampai lo berani nyakitin dia."
Siska nampak marah saat melihat Rendi justru melindungi Amel dan malah memperingatkannya. "Ren, dia itu cuma pura-pura lugu dan polos, jangan sampai lo ketipu sama wajah polosnya."
Rendi nampak malas meladeni Siska. "Siska, sebelum lo nuduh orang lain, lebih baik lo ngaca dulu. Gue ingetin sekali lagi, jauhin dia dan jangan pernah ganggu dia lagi."
Siska mengepalkan tangannya. "Ren, kok lo malah belain dia sih, jangan-jangan lo suka ya sama dia?"
"Itu bukan urusan lo." Selesai berbicara Rendi meninggalkan Siska dengan wajah acuh tak acuh.
*********
Selesai makan di kantin, Amel dan ketiga temannya sedang mengobrol di dalam kelas sambil menunggu bel masuk berbunyi. Saat sedang asyik mengobrol, tiba-tiba Raka menarik tangan Amel keluar dari kelas.
"Rakaaaa...!!" teriak ketiga sahabat bersamaan dengan kesal.
Seketika kelas jadi hening karena kaget mendengar suara teriakan mereka. Sementara Amel dan Raka sudah tidak terlihat.
Raka masih menarik tangan Amel, berjalan dengan cepat diikuti Amel di belakangnya. Amel yang merasakan sakit di tangannya langsung melepaskan tangannya dari genggaman Raka. Mereka berhenti tepat di depan kelas 12 IPA 1 kelasnya Rendi.
Amel memegang tangannya yang sakit karana ulah Raka. "Kenapa sih bang, main tarik-tarik aja? Sakit tahu!" ujar Amel dengan ketus.
Raka yang melihat pergelangan tangan Amel merah, seketika mengambil tangan Amel, meniup dan mengusapnya dengan lembut. Amel nampak diam saja melihat tingkah Raka.
"Kita ke UKS dulu kasih salep untuk tangan lo biar nggak tambah sakit." Raka merasa bersalah. Dia lalu menuntun Amel berjalan ke UKS.
Tanpa mereka sadari, dari dalam kelas ada sepasang mata yang terus menatap tajam dan dingin ke arah mereka. Ada sedikit guratan kecewa di dalamnya.
Setelah sampai di UKS, mereka pun duduk berhadapan. "Abang kenapa narik tangan Amel buru-buru sih?" tanya Amel penasaran.
Raka yang baru ingat seketika berkata, "Oh itu, pulang sekolah nanti ikut gue ya?" ajak Raka
"Kemana?" tanya Amel sembari merapikan rambutnya.
"Ke mall," jawab Raka singkat.
"Ngapain..?" tanya Amel heran. Tidak biasanya Raka mengajak ke Mall hanya berdua saja. Biasanya mereka pergi bersama teman yang lainnya.
"Rahasia," jawab Raka tersenyum jahil. "Pokoknya kamu harus temenin abang," lanjut Raka lagi. Amel yang bermaksud protes terhenti saat mendengar bel masuk berbunyi.
"Udah bel masuk, balik ke kelas yuk," ajak Raka berjalan di samping Amel menuju kelas mereka.
********
Sepulang sekolah Amel berpamitan dengan para sahabatnya. Amel pulang ke kosnya untuk berganti pakaian sambil menunggu Raka menjemputnya. Padahal, Amel sudah berencana berkumpul bersama sahabatnya di kosnya sepulang sekolah, tetapi Raka memaksa Amel. Amel pun mengalah untuk ikut dengannya.
Amel membuka ponselnya saat mendengar bunyi pesan masuk. Itu adalah pesan dari Raka yang mengatakan dia sudah ada di depan kosnya. Amel segera keluar dan melihat Raka sedang duduk di atas motor sport miliknya. Amel tersenyum dan berjalan ke arah Raka.
"Nih pake dulu." Raka memberikan helm kepada Amel.
"Iyaa."
Amel mengambil dan langsung memakainya setelah itu, naek ke atas motor dan berpegangan di baju Raka. Motor pun melaju dengan kecepatan sedang membelah keramaian ibu kota sampai akhirnya motor memasuki parkiran dan berhenti disalah satu mall terbesar di kotanya.
"Kita mau ngapain sih Bang ke sini?" tanya Amel dengan kesal. Dari tadi, dia hanya mengikuti Raka berjalan ke sana-kemari tanpa tujuan yang jelas.
"Mau beli sesuatu," jawab Raka menoleh ke arah Amel.
"Apaan?" tanya Amel lagi.
"Nggak tahu, bingung, hehehe," jawab Raka sambil menggaruk tengkuknya dan tersenyum lebar menampilkan deretan giginya yang putih.
Mendengar itu, seketika Amel merasa kesal. "Kok enggak tau?" tanya Amel dengan wajah cemberut.
Raka yang melihat Amel sudah kesal kemduian merangkul pundak Amel dan memencet hidungnya. "Jangan marah dong, nanti cantiknya hilang."
Amel yang melihat tingkah Raka hanya bisa meliriknya dengan tajam. "Lagian Abang enggak jelas banget."
"Tiga hari lagi Nita ulang tahun. Abang mau cari kado buat dia. Abang bingung mau kasih kado apa," jelas Raka pada akhirnya.
"Bilang dong dari tadi."
"Tapi, inget jangan bilang siapa-siapa." Amel memandang Raka penuh tanya.
"Kenapa?"
"Nanti abang dibilang bucin lagi, apalagi fans abang banyak takutnya pada iri. Nanti pada musuhin Nita lagi kalau tahu. Secara abangkan ganteng banyak yang suka," ucap Raka jemawa.
Amel menaikkan salah satu sudut bibirnya, menatap jijik kepada Raka. "Iihh pede bangeet, sok ganteng lu Bang. Lagian masih gantengan Rendi kali," ucap Amel tidak mau kalah.
Raka yang mendengar itu kemudian memukul kepala Amel dengan pelan. "Dasar adek durhaka malah ngatain abangnya," ujar Raka tidak terima.
"Emang bener, kan?" tanya Amel tidak mau kalah.
"Abang sama Rendi itu, bagai pinang dibelah dua. Mirip banget, sama-sama ganteng," kata Raka bangga.
"Iyaaa, Rendi pinangnya, Abang akarnya," ejek Amel sambil tertawa.
Raka memicingkan matanya ke arah Amel. "Kok lo malah muji Rendi sih? Jangan-jangan lo suka ya sama dia?"
Amel yang ditatap Raka langsung menjawab dengan cepat, "Nggak, Amel cuma ngomongin fakta doang."
Amel menarik tangan Raka seraya berjalan. "Ayoook Bang, kita cari kadonya keburu sore," ucap Amel mengalihkan pembicaraan.
Dia tidak mau Raka sampai tahu kalau Amel memang menyukai Rendi. Bisa-bisa Raka bilang sama Rendi lagi dan yang lebih parahnya lagi satu sekolah bakal tahu semua.
Mereka kemudian memasuki salah satu toko jam yang terkenal. Mereka melihat koleksi jam tangan yang ada di toko itu.
"Gimana kalau itu Bang?" tunjuk Amel pada jam tangan wanita warna silver yang cantik.
"Bagus juga, kayaknya cocok buat Nita. Mbak bisa lihat jam yang itu?" tunjuk Raka pada jam tangan yang dimaksud Amel.
"Yang ini?" tanya pegawai itu sambil memegang jam tersebut.
"Iya bener," jawab Raka.
Pegawai itu pun langsung mengambil dan memberikannya kepada Raka. Raka mengambil dan memeriksa jamnya.
"Coba pakai dulu Mel di tangan kamu, abang mau lihat. Pergelangan tangan kamu kan nggak jauh beda sama Nita."
Dari kejauhan, ada sosok yang sedang memperhatikan mereka saat Raka sedang memakaikan jam ke tangan Amel. Saat melihat Amel tsedang menatap jam di tangannya dan terseyum senang kepada Raka. Tangan orang itu terkepal, dadanya terasa terbakar melihat pemandangan itu. Dia kemudian menjauh dari tempat itu.
Sementara di dalam toko, Raka yang sudah selesai memasang jam di tangan Amel. "Bagus Bang, pasti Nita suka."
Amel memegang jam di tangannya lalu terseyum senang pada Raka. Setelah itu, Amel melepaskan jam tangannya dan memberikan kepada pegawai itu.
"Ya udah, saya ambil yang ini mbak, tolong di bungkus," ucap Raka.
Sambil menunggu, Amel melihat-lihat jam lainnya. Matanya berhenti pada salah satu jam berbahan kulit warna coklat.
Raka yang menyadari tatapan Amel, langsung berkata, "Mbak, tolong yang itu dibungkus juga," tunjuknya pada jam yang di tatap Amel tadi.
"Baik," jawab pegawai itu.
Amel yang melihat jam itu sudah berpindah ke tangan pegawai itu seketika menoleh pada Raka.
"Abang mau kasih Nita dua kado?" tanya Amel heran.
"Nggak, itu buat kamu," jawab Raka enteng.
Amel yang mendengar itu kaget. "Nggak usah Bang," tolak Amel.
"Kenapa? Bukannya kamu suka jam itu?" tanya Raka.
"Iyaa, tapi...."
"Udaah nggak apa-apa, gak boleh ditolak," paksa Raka memotong omongan Amel.
Amel yang merasa aneh bertanya dengan polosnya. "Apa, abang punya penyakit parah yang nggak bisa disembuhin?"
"Pleetaaaak." Raka menjitak kepala Amel.
"Aaaawww, sakiiit Bang!" rintih Amel sambil mengelus kepalanya lalu menatap kesal pada Raka.
"Lo doain gue cepet mati?" tanya Raka kesal.
"Bukan gitu, soalnya abang aneh banget tiba-tiba beliin Amel jam mahal," jelasnya pada Raka.
"Lo kan udah nemenin nyari kado buat Nita jadi sekalian aja," jelas Raka.
"Jangan-jangan Abang mau jual Amel ya?" tuduh Amel lagi.
Raka hanya geleng-geleng, tidak habis pikir dengan pikiran aneh Amel.
Raka kemudian memegang kepala Amel. "Ini kepala isinya apa sih?"
"Ya otak lah, jangan suka jitak Amel dong, nanti Amel cepat botak," ujar Amel kesal.
"Lagian, pikiran kamu itu nggak masuk akal."
"Habisnya, abang tiba-tiba baik banget, Amel kan jadi ngeri."
"Anggep aja ini sebagai ucapan terima kasih karena uda nemenin abang," ucap Raka.
"Kalau sering-sering, Amel bisa cepet kaya," canda Amel.
"Iya, kamu kaya, abang yang jadi gembel."
"Haahhaha." Amel tertawa lebar.
"Abang bayar dulu," ucap Raka berjalan menuju kasir.
Pegawai tadi sudah selesai membungkus dan memasukkannya ke paper bag lalu menyerahkan kepada Raka. Raka berjalan menuju Amel dan menyerahkan satu paper bag kepada Amel. "Niih ambil."
"Makasih, Bang," ucap Amel seraya mengambil paper bag itu.
"Iyaa, kita makan dulu, abang laper," ajak Raka keluar dari toko itu yang diikuti Amel.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 228 Episodes
Comments
Kusii Yaati
salah paham melulu rendynya,kapan kelarnya klu gini...yg ada makin benci tu si Rendy SMA amelnya🤦🤦🤦
2023-09-16
0
Fiki Septiadi
siapa yah yang nolongin pa guru magang apa rendi yah .lanjut aja deh biar ga penasaran 🤭
2021-12-06
0
Hadijah Ijah
bagus sekali cerita nya aku suka
2021-12-06
1