" Kalian..." Lintang menghentikan ucapannya ketika melihat kemesraan antara Sagara dan Belva. Namun, keberadaan Bhumi membuatnya bertanya-tanya, sedang apa lelaki itu di sini? Setahunya, semalam Bhumi sudah pamit pulang.
" Lintang!" Bhumi berjalan mendekati Lintang, kemudian berbisik, " apa kamu cemburu?"
Lintang melirik Bhumi tidak suka, " tidak usah sok tahu kamu!" cibirnya.
Bhumi tertawa. Sepertinya lelaki itu tipe lelaki periang yang suka tertawa dan banyak senyum, " ingat. Aku bisa baca pikiran kamu, Lintang."
Lintang mengeratkan gigi-giginya. Ingin marah kepada Bhumi, tapi ia tahu jika melawan Bhumi sama saja dengan cari mati. Akhirnya, sembari menahan golakan amarahnya, Lintang memilih untuk berbalik dan keluar. Duduk di teras depan rumah panggung Sagara.
" Lihat, kan? Hatinya bergolak-golak. Seperti apa di neraka!" Bhumi seperti memberi tahu Sagara dan Belva, tapi kedengarannya hanya seperti gumaman tidak jelas.
" Ya. Seperti calon rumah barumu, kan?" celetuk Sagara. Mengingat banyak sekali manusia yang disesatkan oleh Bhumi. Wajar saja jika nantinya jelemaan ular itu akan tinggal di neraka, bersama Bara.
" Ya. Tapi asal kamu tahu, Sagara. Bara itu penurut. Aku bisa saja memintanya untuk menjadi sejuk."
" Ya. Kalau bisa, tidak apa-apa."
Bhumi duduk bale. Di sebelah Belva. Kini, posisi Belva berada di tengah-tengah antara Sagara dan Bhumi.
" Kamu mau apa?" Belva beringsut menjauh. Entah mengapa aura Bhumi seperti tidak enak. Aromanya seperti tanah basah. Cukup menenangkan, namun terasa lembab. Entahlah.
" Cuma mau kenal kamu aja, kok."
" Bukannya kamu udah tahu nama aku?"
Bhumi tidak menjawab. Ia tahu Belva ketakutan. Tapi, jika masih ada Sagara di sini tak mungkin Bhumi bisa leluasa. Satu-satunya cara untuk tahu lebih jauh tentang Belva adalah jika dia sedang sendirian. Kemudian lelaki.berambut cokelat itu berdiri dan pergi tanpa kata. Berbanding terbalik dengan sikap awalnya yang begitu banyak bicara.
Selepas kepergian Bhumi, Belva merasa lega. Meski ia tahu ini hanya sementara. Belva melepaskan pelukannya dari tubuh Sagara. Ia beringsut menjauh, sejauh mungkin dari Sagara. Di tempatnya, Sagara kelihatan bingung dengan sikap Belva.
" Kenapa?" tanya lelaki rupawan itu.
Belva tidak habis pikir jika Sagara mengumpankan dirinya kepada siluman ular menjijikan itu.
" Belva. Jaga pikiran kamu!" Sagara yang mendengar pikiran Belva buru-buru beringsut mendekat, " dia bisa baca pikiran semua makhluk," ia berbisik, pelan sekali.
Belva kaget ketika Sagara membisikinya begitu. Selain karena Bumi memiliki tingkat kesaktian yang sangat tinggi, posisi Sagara terasa terlalu dekat dan membuat dada Belva berdentam-dentam tidak karuan.
" Belva. Aku tidak mau kamu kenapa-kenapa. Jadi, jaga pikiran kamu," Sagara kembali berbisik. Jika tadi Belva yang memeluk Sagara bwgitu erat, kini giliran Sagara yang memeluk Belva dengam erat pula. Lelaki itu seolah tidak ingin Belva kenapa-kenapa, " aku janji, kamu akan baik-baik saja, Belva. Aku janji."
Belva luluh. Ragu, ia membalas pelukan Sagara dan mengusap-usap punggung lelaki itu, " Sagara, kenapa kamu mengizinkan Bhumi buat mengenal aku lebih jauh?"
Sagara tidak bisa menjawab. Jikapun ia menjawab, Sagara yakin Belva tidak akan mengerti sebelum perempuan itu melihat Bhumi mengamuk. Seluruh makhluk hidup akan kena imbasnya. Akan ada banyak tumbuhan, hewan dan manusia yang mati jika itu sampai terjadi. Sagara, tidak mau itu terjadi.
" Sagara, jawab aku."
Sagara melepas pelukannya, " Belva, nanti kamu akan tahu alasan aku melakukan ini. Ingat ya, Bhumi cuma ingin kenal kamu. Kalau kamu tidak mau dan menghindar pun tidak apa-apa."
Belva masih tidak mengerti, " kamu masih sama aku, kan?"
Sagara mengangguk, " tentu saja. Kita akan tetap tinggal di sini. Aku akan tetap seperti itu. Cuma... Bhumi pasti akan tinggal di sini selama misinya belum terpenuhi."
Belva sedikit tenang. Rupanya, ia tidak dipaksa untuk berkencan bersama Bhumi. Melainkan Bhumi hanya ingin mengenalnya dengan cara yang biasa saja. Berteman. Tidak lebih. Belva tidak pernah berpikir akan berteman dengan ular jadi-jadian. Padahal sebelumnya, ia selalu merasa jijik dan geli jika melihat ular.
" Kamu lapar?" Sagara bertanya. Sudah paham dengan kebiasaan Belva yang sering lapar.
Belva mengangguk.
" Ayo, aku antar makan," Sagara menawarkan diri untuk menemani Belva makan.
Belva mengulas senyum, kemudian mengangguk. Ia menerima uluran tangan Sagara untuk berdiri, kemudian berjalan keluar. Di teras ada Lintang dan Bhumi yang duduk bersebelahan, tapi terasa hening.
Sagara tahu Lintang dan Bhumi tidaklah akrab. Tetapi, Sagara tidak begitu peduli.
" Sagara!" Lintang berdiri di sebelah Sagara, mengabaikan Bhumi yang mencebik, " kamu mau ke mana?"
" Aku mau menamani Belva makan dulu."
Lintang melirik Belva sekilas, " aku ikut ya," pintanya.
" Boleh atau tidak, Belva?" Sagara bertanya kepada Belva lantaran jika memberi kode kepada Belva, perempuan itu tidak pernah peka.
" Terserah kamu saja, Sagara," Belva menjawab. Agak barat mengatakan itu. Tapi, tidak enak juga mengatakan tidak boleh. Dikira, Belva sombong lagi. Padahal, Belva hanya tidak terlalu nyaman dengan keberadaan mereka-mereka itu.
Lintang tersenyum lebar, wajahnya yang bersih mulus berseri-seri, " ayo!" dia bersemangat sekali.
Mereka bertiga berjalan di bawah sinar mentari yang belum terlalu terik menuju warung tak jauh dari rumah panggung Sagara. Melewati hamparan kebun melati yang sangat luas. Mereka tidak sadar, jika di belakang Bhumi mengekor bagai penguntit. Namun, Bhumi tak sengaja menabrak benda berisik dan menimbulkan suara yang cukup keras.
Belva menoleh dan langsung melompat ke pelukan Sagara ketika melihat ular hitam itu lagi di dekat selokan.
Lintang yang berdiri di sebelah Sagara melirik Belva yang ketakutan, namun kemudian Lintang berjalan mendekati ular itu sembari berkacak pinggang.
" Bhumiiiii!!!!" teriaknya begitu keras.
Tidak kuat mendengar teriakan Lintang, Bhumi langsung berubah wujud menjadi manusia. Belva melebarkan mata tidak percaya terhadap apa yang baru saja ia lihat. Jadi, Bhumi benar-benar jelemaan ular tanah itu? Astaga. Entah mengapa, Belva jadi merasa terancam karena berada diantara makhluk-makhluk sakti, berusia ratusan tahun yang kapan saja bisa membunuhnya.
" Jangan berpikiran begitu!" Sagara berbisik.
Belva berusaha menghilangkan pemikiran jeleknya. Ia tidak boleh berpikiran jelek terhadap apapun. Dua hari ini, Sagara mulai sering bisa membaca pikirannya. Jadi, Belva harus tetap menjaga hatinya agar tetap bersih.
" Ayo, kita jalan lagi."
Belva mengangguk. Ia berjalan beriringan dengan Sagara tanpa mempedulikan Lintang dan Bhumi yang sedang bertengkar dan tidak sadar dengan kepergian itu.
" Sagara, berapa usia Bhumi?" Belva yang masih tidak percaya dengan penglihatannya, kini bertanya lagi. Penasaran sekali.
" Seribu tahun."
" Seribu tahun?" Belva mengulangi jawaban Sagara sebagai pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban, " astaga. Tapi... kenapa Bhumi kelihatan begitu muda?"
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
keysha🦅
nama nya juga siluman
2021-10-15
1