" Kalau begitu, aku mau tanya hal lain Sagara. Dari mana kamu tahu umurku dua luluh tiga?"
Sagara mengusap puncak kepala Belva, " dari bisikan."
" Bisikan siapa?"
" Bisikan hati."
Belva merasa hangat. Andai ia dan Sagara bisa seperti ini terus. Sepertinya Belva tidak akan butuh makan dan minum.
" Sagara... kalau boleh tahu, berapa usia kamu?"
Sagara tidak langsung menjawab. Ia mengingat-ingat pastinya berapa. Yang jelas, ia lahir jauh sebelum Indonesia di jajah oleh Belanda, " enam ratus tahun lebih kalau tidak salah."
" Enam ratus tahun?" Belva menarik kepalanya. Memandangi wajah Sagara dengan tatapan sangat aneh, namun disisi lain ia juga kagum.
" Iya. Enam ratus tahun."
" Kalau kamu berusia enam ratus tahun, berapa umur Ayahanda kamu, Sagara?"
" Dua ribu tahun."
Dua abad. Astaga. Belva benar-benar tidak percaya. Tapi mau seperti apapun ia tidak percaya, Sagara dan makhluk sejenisnya benar-benar berusia panjang.
" Kalau Lintang?"
" Kami seusia."
Sudah Belva duga. Sagara dan Lintang kelihatan sangat akrab sekali.
" Karena Lintang tinggal di langit, jadi kami tidak terlalu sering bermain. Tapi, dia sangat baik dan rendah hati pada siapapun."
Mendengar Sagara bercerita tentang Lintang, entah mengapa Belva merasakan keanehan dalam dirinya. Ia tidak terlalu suka mendengar Sagara menyukai kepribadian Lintang yang baik dan rendah hati. Apalagi mengingat mengingat mereka bergandengan tangan seperti tadi pagi, itu membuat Belva sangat tidak suka.
" Sagara, apakah kita masih pacaran?" Belva bertanya akhirnya. Memastikan jika hubungannya dan Sagara baik-baik saja. Belva berharap kehadiran Lintang yang sangat cantik di antara mereka tidak akan mengubah status mereka yang baru berjalan dua hari.
" Kita masih pacaran, Belva. Kamu jangan khawatir," tangan Sagara yang besar-besar menangkap pipi Belva. Lelaki itu mengulas senyum tipis, " tapi, aku yakin. Ini tidak akan mudah."
Mendadak Belva takut. Belva takut jika ia harus kehilangan lagi. Baginya, sudah cukup ia kehilangan calon suami, sahabat dan Papa dalan satu hari. Belva tidak mau kehilangan lagi. Tapi, mengingat Sagara berbeda dengannya, apa mereka bisa?
" Kita pasti bisa. Kita harus meyakinkan diri kita, kalau kita akan bisa melewati hari yang panjang bersama."
Apa yang Sagara katakan bagai obat penenang bagi Belva. Lelaki itu memandangi Belva seperti tidak berkedip. Kemudian, bibirnya mendarat lembut di bibir Belva. Untuk pertama kalinya Belva merasa tenang melakukanya. Ia sama sekali tidak takut dengan apa yang akan terjadi nantinya. Baginya, Sagara adalah lelaki baik hati yang dapat dipercaya.
Belva mempercayai Sagara lebih dari apapun. Sekarang Belva telah hanyut terbawa arus yang dibuat Sagara. Ia pasrah. Membiarkan ciuman Sagara turun ke tempat yang lebih rendah dan lebih rendah lagi.
Belva merasakan seluruh tubuhnya geli ketika disentuh bergantian disentuh Sagara. Namun, ketika lelaki itu baru akan membuka ikatan kain di leher Belva, sebuah suara menyapa. Membuat Sagara segera sadar dan menalikan ujung kain di leher Belva lagi.
" Sagara!" pekik suara itu sekali lagi. Terdengar kekecewaan di dalamnya.
Belva dan Sagara menoleh ke sumber suara yang sama. Di pintu kamar, sudah berdiri Lintang yang bersedekap, " apa yang akan kalian lakukan?"
" Ya... biasalah," jawab Sagara santai. Seolah lelaki itu sudah terbiasa melakukannya sebelumnya.
Sedangkan Belva masih duduk terpaku. Ia seperti baru sadar dari sasuatu yang mempengaruhinya. Matanya mengerjakap-ngerjap. Ia yakin jika ini adalah dirinya. Tapi, bagaimana bisa Belva disentuh-sentuh seluruh tubuh tanpa ada perlawanan?
" Sagara, tolong aku. Ternyata rumahku berantakan sekali dan sangat berdebu."
Sagara melirik ke arah Belva, seolah membisikkan perempuan itu untuk tetap tenang. Kemudian bangkit berdiri, " kamu mau ikut?" tanyanya kepada Belva.
Belva kelihatan seperti orang bodoh. Ia hanya menggeleng mantap. Tak ingin kejadian seperti tadi pagi terulang lagi.
" Kalau begitu, ayo sagara. Hari mulai gelap," ajak Lintang tidak sabaran. Seperti tadi pagi, tangan Lintang meraih pergelangan tangan Sagara.
Belva mengamati mereka bergandengan lagi. Lintang, seperti memiliki ketertarikan yang tak biasa terhadap Sagara. Apakah Lintang menyukai Sagara? mendadak Belva kembali disergap rasa takut. Namun kemudian, ia ingat perkataan Sagara jika mereka akan bisa melewati hari-hari berikutnya. Meski, pikiran Cantika tidak sepaham itu, tapi ia tahu jika Sagara mengatakannya, keadaannya akan baik-baik saja. Bukankah selama ini Sagara sudah banyak membantu Belva? Jadi, tidak ada alasan Belva untuk tidak mempercayai Sagara, bukan?
Hari mulai gelap. Belva menyalakan lentera yang digantung di dinding. Suara cericitan burung yang cempreng digantikan dengan suara burung lain yang lebih berat dan menakutkan. Ia lupa jika malam akan segera menjemput. Seharusnya Belva ikut Sagara ke rumah Lintang. Bukannya mengumpankan diri di sini sendirian.
Di tengah keremangan, Belva mendengar suara-suara aneh dari berbagai sisi. Mulai dari suara langkah kaki, suara tangis bayi hingga suara ular mendesis. Belva berusaha meyakinkan diri jika tidak ada apa-apa di sini. Belva yakin itu hanya perasaannya saja. Itu hanya bagian dari sugestinya. Namun, Belva langsung beringsut mundur ketika melihat binatang melata berwarna hitam legam masuk ke kamarnya. Mendesis-desis dan memandangi Belva. Ular itu naik ke atas Bale. Membuat Belva semakin ketakutan dan bulu kuduknya meremang.
Belva menelan ludah dengan susah payah. Namun, ketika mencapai bale, ular itu berhenti. Meringkel dengan kepala yang lebar ditegakkan, matanya memandang Belva lamat-lamat dan berdesis-desis.
" Bhumi, ada apa kamu kemari?"
Belva sedikit lega, melihat Sagara sudah berdiri di ambang pintu. Mengamati ular hitam legam itu memalingkan muka ke sumber suara dan mendesis-desis.
" Kalau sudah tahu, pulanglah. Dia ketakutan."
Tak lama setelah Sagara mengucapkan hal itu, si ular melata menjauhi Belva. Sempat saling pandang dengan Sagara. Belva tidak tahu apa yang sedang mereka lakukan, namun Sagara kelihatan sangat gentle sekali karena dapat mengusir ular dengan sangat mudah. Tak lama ular itu pergi lewat pintu depan.
Sagara menghambur masuk dan duduk di sebelah Belva, " tenanglah."
" Tadi itu... apa?"
" Bukan apa-apa. Dia cuma mau tahu sosok perempuan yang aku cintai."
Belva memukul dada Sagara, " aku langi nggak bercanda, Sagara!"
" Aku juga sedang tidak bercanda, Belva!"
Belva jadi kesal sendiri, " Sagara, kenapa aku mendengar suara-suara aneh?"
" Karena kamu jauh dari aku, Belva. Mereka akan lebih mudah mengganggu kamu kalau tidak ada aku."
Belva tidak tahu mengapa semakin lama rasanya semakin mistis? Sebenarnya, pulau cenderawasih ini pulau yang dapat dilihat manusia atau pulau makhluk halus sih?
" Tenang saja. Selama ada aku, kamu akan baik-baik saja."
Belva percaya. Tapi, sampai kapan ini akan terjadi? Jika terlalu lama begini, Belva yakin akan depresi dan mengalami gangguan jiwa.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Diah Fiana
semangat kkak
2021-10-16
1
keysha🦅
pulau mistis lah
2021-10-15
1
EroSenpai
lanjut!
2021-09-27
1