Suara cericit burung dan cahaya matahari yang menembus kelopak mata, membuat Belva terbangun. Di luar kelihatan sudah siang sekali dan Belva mendengar suara Sagara bercakap-cakap dengan seseorang. Perempuan.
Belva penasaran. Ia mengintip dari jendela yang sudah terbuka lebar. Tapi tidak kelihatan. Kemudian, Belva memutuskan untuk mengintip lewat ruang depan.
Di teras, Belva melihat Sagara duduk bersama seorang perempuan bergaun biru langit tanpa lengan yang panjang sampai mata kaki. Dari belakang, rambutnya kelihatan sepinggang, lurus dan dikepang separo dengan pengikat rambut warna biru langit pula. Kulit tangannya sangat mulus dan berwarna cokelat muda. Bersih sekali. Tidak ada tahi lalat apalagi daki.
Perempuan itu menoleh ke belakang, membuat Belva cepat-cepat menarik kepalanya ke dalam.
" Siapa di sana?" perempuan itu bertanya dengan intonasi yang agak tinggi.
Belva tidak menjawab. Ia tak berniat keluar dan mempermalukan diri. Sembari duduk bersandar pada dinding kayu, Belva mengamati kulitnya yang kian menggelap. Andai saja di sini ada body lotion atau sabun mandi yang dapat mencerahkan kulit, pasti kulit Belva tidak akan sekusam dan sekering ini.
" Belva, kemari. Aku mau mengenalkan kamu dengan seseorang yang sangat penting."
Itu suara Sagara. Tapi, Belva tidak mau keluar. Selain tidak percaya diri, ia pasti akan mempermalukan Sagara di depan perempuan itu.
" Belva..."
Belva mengangkat kepala, melihat Sagara sudah berdiri di sana. Lelaki itu mengulurkan tangan untuk membantu Belva berdiri.
" Aku nggak mau, Sagara. Aku malu," Belva jujur.
" Kenapa harus malu? kamu cantik."
Ucapan Sagara seperti sihir yang mempengaruhi pikiran Belva. Ragu, perempuan itu meraih tangan Sagara dan berdiri. Ia berjalan bersembunyi di balik punggung Sagara.
Sesampainya di teras, perempuan berbaju biru langit itu menyipit dan terlihat menarik napas kuat-kuat. Kemudian melirik Sagara, seolah bertanya mengenai sesuatu yang perlu dijawab sekarang juga.
" Iya. Dia manusia," Sagara menjawab dengan santai. Kemudian menuntun Belva untuk duduk.
Melihat rupa perempuan bergaun biru itu membuat Belva sangat minder. Perempuan itu cantik sekali. Dahinya tidak lebar, tidak juga jenong. Bulu matanya tebal alami, bukan sulaman. Alisnya panjang dan lentik alami, sama sekali tidak kelihatan seperti eyelash. Matanya besar seperti barbie. Bola matanya berwarna biru terang seperti orang-orang kulit putih di barat sana. Hidungnya mancung, agak bengkok. Bibirnya tebal, warna merah muda alami. Sungguh, warna bibir itu membuat Belva ingin bertanya merk lipstik apa yang ia gunakan. Tapi, Belva mengurungkan niatnya dan lebih memilih diam.
" Jadi, ini alasannya kamu ada di sini?" perempuan cantik itu bertanya kepada Sagara.
Sagara mengulas senyum lebar. Senyum yang belum pernah Belva lihat sebelumnya. Sungguh, senyum itu, jika dilihat terlalu lama akan lebih beracun daripada sianida. Makanya, Belva langsung menunduk. Sebelum pesona Sagara membuat perasaan Belva jadi tidak karuan.
" Iya. Aku tidak tahu apa rencana Ayahanda dibalik ini," Sagara mengamati Belva yang kikuk. Kemudian ia menyentuh dagu Belva dengan telunjuknya agar perempuan itu berperilaku biasa saja. Tidak perlu malu-malu. Mengingat biasanya Belva sangat tidak tahu malu.
" Namanya Belva," Sagara memperkenalkan Belva kepada perempuan cantik di sebelahnya, " Belva Anindira. Kamu cukup panggil perempuan ini Belva saja."
" Namaku Lintang Kemukus," perempuan cantik itu memperkenalkan diri sembari menundukkan kepalanya.
Belva ikut-ikutan menundukkan kepala, " salam kenal... Mbak Lintang," balas Belva ragu-ragu.
" Mbak? Sagara, berapa usianya?"
" Dua puluh tiga," tebak Sagara.
Belva langsung memandang Sagara setengah tidak percaya. Bagaimana dia bisa tahu usia Belva? bukankah Belva tidak pernah memberitahukan usianya sebelumnya? Ah, bodoh sekali. Bukankah Sagara adalah makhluk sakti, putera mahkota penguasa laut yang bijaksana? Harusnya Belva tidak heran dengan hal itu.
Lintang terkekeh pelan. Terlihat deretan gigi-giginya yang putih dan rapi. Bahkan kekehannya kelihatan anggun sekali, " masih balita!" celetuknya.
Belva tidak terima dsn ingin protes. Namun, ia urungkan niatnya.
" Kita bahkan belum bisa apa-apa seusia itu," lintang berkomentar lagi.
Belva tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Namun, jika Lintang menganggap dua puluh tiga tahun adalah usia balita dan belum bisa apa-apa, artinya... Belva terkejut menyadari sesuatu. Jangan-jangan usia mereka sudah ratusan tahun. Astaga. Ajaib sekali, jika memang benar usia mereka mencapai ratusan tahun tapi wajahnya masih seperti ABG baru lulus SMA.
" Sagara, aku akan tinggal dekat sini untuk beberapa waktu. Aku butuh liburan di bumi. Menikmati pemandangan dari dekat. Jadi, aku mohon agar kamu bisa meluangkan waktu buat temani aku," Lintang mengutarakan maksudnya panjang lebar.
" Aku bukan makhluk darat. Kenapa kamu tidak minta tolong Bhumi atau Dhara saja?"
" Mereka banyak maunya."
Sagara melirik Belva sekilas, seolah bertanya apakah boleh sebelum memutuskan. Namun, ketika tak ada jawaban apapun dari Belva, Sagara mau tak mau harus memutuskan sendiri, " tapi, kamu jangan minta yang macam-macam. Aku tidak terlalu tahu keadaan daratan seperti apa. Jadi, realistislah terhadap siapa yang kamu mintai tolong."
Lintang mengulas senyum yang melengkung ke atas sempurna. Jika sebagai lelaki, Belva pasti akan langsung jatuh cinta melihatnya. Namun sayangnya, Belva perempuan dan sudah terlebih jatuh cinta kepada Sagara.
" Kalau begitu... ayo bantu aku membereskan rumahku," intonasi Lintang begitu sumringah. Matanya berbinar-binar menunjukkan kebahagiaan yang tiada tara.
Sagara melirik Belva lagi, tapi percuma saja. Belva tidak terlalu peka terhadap perasaanya. Melakukan itu hanya buang-buang waktu saja. Akhirnya Sagara bangkit berdiri, mengikuti Lintang yang sudah lebih dulu berdiri.
" Belva ayo ikut!" ajak Sagara.
Belva berdiri dan hendak meraih tangan Sagara. Namun, belum sempat tangannya sampai, tangan Lintang sudah lebih dulu memegang pergelangan tangan Sagara.
" Ayo, Belva. Kita kerja bakti."
Belva menarik kembali tangannya dan tersenyum kikuk. Ia mengangguk, berjalan di mengekori Sagara dan Lintang yang asik mengobrol mengenai hamparan kebun melati yang indah. Belva, di belakang mereka memandangi tangannya dan tangan Sagara bergantian. Biasanya, ia bebas menggandeng dan menepis tangan kekar itu semaunya. Tapi hari ini, ada tangan lain yang lebih indah dan lebih pantas dari miliknya yang kasar dan kering.
Mengapa melihat kebahagiaan di depannya, Belva justru merasa tidak terima? Sungguh, sinar mentari yang terik terasa menusuk-nusuk kulitnya dua kali lipat dari biasanya. Belva kepanasan, tapi disaat seperti ini Sagara bahkan tidak menoleh ke belakang.
Belva kecewa sekali. Jika begini akhirnya, harusnya Belva tinggal saja di rumah. Atau berjalan sendiri mencari makan untuk mengisi perutnya yang mulai keroncongan. Ingin sekali Belva bilang pada Sagara, tapi tidak enak dengan Lintang. Terus mengekor di belakang, Belva yang kepanasan mulai merasa pusing. Kemudian, ia terjatuh. Kepalanya membentur jalan berkerikil dan tidak sadarkan diri.
Belva pingsan karena kelaparan dan kepanasan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Diah Fiana
semangat kkak
2021-10-16
1
keysha🦅
cemburu
2021-10-15
1
EroSenpai
Semangat!
2021-09-28
1