Jin Miskin

" Belva, maafkan aku. Aku tidak bermaksud merenggut kesucian kamu," Sagara menyesal telah melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan olehnya. Melihat Belva duduk di pojokan sembari menyembunyikan wajah di balik lutut membuat Sagara sangat merasa bersalah. Apalagi, punggungnya bergetar-getar. Sesekali Sagara mendengar suara serak yang lolos dari mulutnya.

Sagara tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya khilaf. Tidak, maksudnya, Sagara tidak mengerti mengapa ia sangat ingin melakukannya dengan Belva. Perempuan itu seperti memiliki sesuatu yang memikatnya tanpa ampun. Sungguh, jika dibandingkan dengan ratusan perempuan yang pernah berhubungan dengannya, hanya Belva yang membuatnya begitu ber-gai-rah. Dan nyaris saja. Nyaris sekali miliknya masuk. Jika Belva tidak segera berteriak, mungkin itu semua sudah terjadi.

Belva pingsan dan Sagara harus menggendong perempuan itu sampai istana panggung ini. Namun ketika Belva bangun, ia justru ketakutan. Melihat Sagara yang tampan seolah melihat setan buruk rupa. Sampai sekarang, sudah hampir tiga jam. Belva masih belum juga ingin disentuh, atau diberi makan seperti biasanya.

" Belva, aku benar-benar tidak bermaksud apa-apa. Sungguh," lagi, Sagara berusaha meyakinkan Belva jika dia adalah lelaki baik-baik.

Belva masih betah dengan posisinya. Ia begitu menyesal telah menerima Sagara sebagai pacarnya. Meski tampan, tapi kalau dia beranggapan pacar adalah pelayannya, Belva tidak terima. Bagaimana pun, Belva selalu menjaga diri dari hal-hal seperti itu. Ia belum pernah melakukannya dengan siapa pun, termasuk dengan Arman.

" Belva..." Sagara beringsut maju, hendak meraih punggung Belva, namun perempuan itu langsung menepis tangan Sagara yang besar dan kuat.

Tangan Belva merasa nyut-nyutan. Tangan Sagara begitu menyakitkan. Melirik telapak tangannya yang memerah membuat Belva jadi semakin takut dengan Sagara.

" Kamu jangan dekat-dekat!" Belva berteriak dengan suara serak.

" Tapi, kamu belum makan sejak pingsan tadi."

" Aku nggak lapar."

Mendengar suara Belva semakin lirih dan serak, Sagara jadi semakin kasihan. Ia memberanikan diri untuk menyentuh pundak Belva sekali lagi. Ia bersumpah, jika Belva masih tidak mau makan, Sagara akan memaksa perempuan itu agar makan. Sagara tahu Belva kelaparan. Selain perutnya yang dari tadi meraung-raung, Sagara juga merasakannya. Dan rasanya sungguh tidak enak.

" Belva..." Sagara menyentuh pundak Belva sekali lagi. Kini suaranya ia rendahkan. Kemudian, tangis Belva perlahan-lahan mereda dan tidak kedengaran lagi. Perempuan itu mengangkat kepala, menampakkan wajahnya yang basah dan matanya yang merah. Persis seperti penguasa alam bawah yang mengerikan.

" Aku lapar banget," ucapnya sambil sesunggukan.

Sagara menghela napas lega. Melihat Belva berhenti menangis karena kelaparan membuat perasaannya sedikit tenang. Sagara menggeser sebungkus nasi dan sebungkus lauk sayur yang dibungkus daun pisang ke depan Belva. Sembari mengamati perempuan itu membuka bungkusan di balik keremangan ruangan, perasaan Sagara perlahan-lahan kembali tenang.

" Sagara, bisa agak jauh nggak?" pinta Belva sebelum menyuap makanannya ke dalam mulut.

Sagara beringsut menjauh. Menggeser duduknya ke sisi lain yang berlawanan dengan bale tempat Belva sedang makan. Ia duduk di pojokan, sembari mengamati betapa anggunnya ciptaan Tuhan yang sedang makan itu.

" Sagara, kamu di mana?"

Sagara tidak menjawab. Posisinya yang tidak terkena cahaya lentera membuat tubuh kekarnya tidak kelihatan Membiarkan Belva menikmati apa yang ia inginkan.

" Sagara!"

Sagara tetap diam. Duduk bersandar pada dinding kayu.

" Sagara, aku takut!"

Mendengar itu, Sagara langsung menunjukkan diri. Ia menggeser duduknya di tempat yang terkena cahaya agar Belva dapat melihatnya. Setidaknya, meskipun tidak dekat, Belva dapat melihat sosok Sagara untuk mengurangi rasa takut.

" Sagara, antar aku cuci tangan," Belva sudah bangun. Meski sedang marah, dia banyak maunya.

Sagara menuruti kemauan Belva. Ia berjalan di belakang Belva menuju sumur di belakang.

" Sagara, jangan jauh-jauh!" Belva yang sudah selesai mencuci tangan, menarik tangan Sagara dan menggandengnya. Keadaan rumah panggung yang hanya diterangi lentera membuat Belva selalu dibayang-bayangi dengan hal mistis yang menakutkan.

" Kamu tidak takut dengan aku?" tanya Sagara kemudian. Hanya ingin mengobrol saja. Siapa tahu dengan begini, Belva jadi tidak marah lagi.

Belva duduk di atas bale, " kamu di sana aja. Tetap di bawah lentera!"

Sagara menurut, " kamu belum jawab pertanyaan aku. Kamu tidak takut dengan aku?" tanyanya sekali lagi.

Belva berpikir. Sebenarnya ia takut. Tapi, sepertinya Sagara bukan makhluk yang menyeramkan dan menyesatkan. Jadi, Belva menggeleng saja.

" Kenapa?"

" Karena..." Belva menggigil bibir bawahnya. Berusaha agar tidak merasakan apa-apa, selain mensugesti dirinya untuk tetap tenang sehingga Sagara tidak dapat merasakan apa-apa.

" Karena?"

Sagara kelihatan sangat penasaran. Meski tidak dapat merasakan apa yang Sagara rasakan, tapi Belva tahu jika kini lelaki itu benar-benar ingin tahu.

" Karena... kamu..." Belva semakin mengulur waktu.

" Karena... aku?"

Belva menghembuskan napas, " aku ngantuk, Sagara."

Sagara mengerutkan kening, " Belva... aku serius."

" Aku masih marah sama kamu. Jadi, jangan banyak tanya!" ucapan Belva paten, tidak dapat diganggu gugat. Ia kemudian merebahkan badan.

" Habis makan tidak boleh tidur."

" Kenapa?"

" Nanti makanan kamu tidak sampai perut, dimakan jin miskin."

Jin miskin? Belva langsung tertawa terbahak-bahak. Jin miskin katanya? kenapa leluconnya lucu sekali?

" Belva, jangan tertawa sekeras itu. Nanti ada makhluk lain yang dengar."

Belva menghentikan tawanya. Bukan karena menuruti kata Sagara, tetapi karena perutnya sudah kram, " Jin miskin itu apa, Sagara?"

" Mereka itu semacam gelandangan kalau di kota besar. Mereka menyerap nutrisi dari kerongkongan orang yang tidur sebelum makanannya sampai lambung. Dan menggantikan nutrisi dengan lemak jahat yang bisa jadi penyakit."

Belva ingin tertawa lagi, tapi ia tahan, " jadi, kolesterol dan diabetes disebabkan karena itu?"

Sagara mengangguk mantap. Wajahnya serius. Tapi, Belva tidak percaya. Perempuan itu malah memejamkan mata.

" Belva, kamu dengar aku atau tidak?"

Belva tidak mendengarkan. Lagipula suasana hatinya sedang tidak baik terhadap Sagara. Jadi masa bodoh dengan perkataannya. Namun, baru lima menit memejamkan mata, tiba-tiba Belva bermimpi. Cacing-cacing masuk ke dalam mulutnya. Rasanya geli dan menjijikan. Kemudian di ujung lidah, binatang-binatang yang sangat banyak itu tergelincir sampai kerongkongan. Mereka meliat-liat di dalam sana. Belva ingin muntah. Tapi tiba-tiba ia terbangun, langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Rupanya, Sagara yang membangunkannya. Ia ngos-ngosan. Ruangan masih gelap, rupanya ini masih malam.

" Sagara, kamu apa-apaan sih?" Belva tidak terima dibagunkan dengan kondisi matahari belum terbit.

" Kamu masih protes? Kamu tidak sadar tadi itu apa?"

" Apa?"

" Kamu tidak mimpi, Belva. Itu jin miskin."

" Hah?" Belva kelihatan bodoh sekali, " maksudnya?"

" Cacing-cacing itu."

" Hah? Jadi, itu wujud makhluk yang kamu sebut-sebut tadi?"

Sagara mengangguk, " jin bisa merubah wujud mereka jadi apa saja. Ingat itu, Belva."

***

Terpopuler

Comments

keysha🦅

keysha🦅

ikh jd mual

2021-10-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!