Belva mati, tapi ia bermimpi.
" Jangan tidur!"
Sebuah suara memenuhi kendang telinga Belva yang penuh dengan air. Belva tak yakin jika ia mendengar sesuatu dari kedalaman yang tidak ia ketahui. Meski matanya terpejam, Belva dapat merasakan tempatnya terbaring sangatlah gelap dan berpasir.
" Buka mata kamu!"
Suara itu terdengar semakin dekat. Menggema dan bergaung-gaung. Belva yakin ia tenggelam di dasar laut yang hampa, tapi mengapa suara itu kedengaran seperti di dalam goa?
Kemudian Belva terbatuk. Memuntahkan air ke wajah seorang bertubuh tinggi besar yang memangku kepalanya sembari menunduk. Suara ombak merasuk telinga Belva.
" As...uu!" lelaki itu mengumpat. Menyapu wajahnya dengan telapak tangan, sambil sesekali menepuk-nepuk wajahnya.
Belva membuka mata perlahan-lahan. Buram. Pandangannya buram. Tapi pelan-pelan matanya air yang memenuhi kelopak matanya mengalir ke samping dan pandangannya kian jelas. Yang pertama Belva lihat adalah wajah malaikat. Tampan sekali. Rahangnya kokoh. Rambutnya ikal sebahu. Ada bulu-bulu halus di area telinga hingga dagu. Tapi, malaikat itu tidak berekspresi.
" Aduh!"
Belva mengaduh setelah malaikat itu menampar pipi kanan dan kirinya bergantian. Dia bukan malaikat baik. Belva segera bangun. Mengubah posisinya menjadi duduk. Namun, rasanya sungguh aneh. Pinggangnya tiba-tiba berbunyi 'krek', disusul punggungnya yang mengeluarkan bunyi yang sama.
Apakah tulang-tulang Belva barusan patah? Namun, pertanyaan itu ia telan kembali saat matanya berkunang-kunang. Kepalanya benar-benar sakit dan berat sekali. Bahkan, melihat ombak di depannya terasa seperti berputar-putar. Perutnya perih. Belva memegang kepala dengan tangan kanan dan perutnya dengan tangan kiri.
Bagi Belva, terbangun dari kematian dengan keadaan seperti ini bukanlah hal yang baik. Benar, bukan hal baik. Pandangannya berkunang-kunang. Kepalanya sakit. Perutnya perih. Apakah Belva sedang ada di neraka? Tapi, apakah di neraka ada laut yang terhampar luas tiada berujung dengan gradasi warna yang indah seperti di depannya? Jika sedang tidak sakit kepala, Belva tidak akan menyia-nyiakan pemandangan seindah ini. Tapi, masalahnya...
" Aduh!"
Belva nyaris ambruk lagi, namun si malaikat itu dengan sigap menangkap tubuh mungilnya.
" Kenapa Ayahanda mengirim makhluk merepotkan seperti kamu sih!" si malaikat menggerutu sendiri.
" Aku lapar," Belva tak peduli dengan gerutuan itu. Yang jelas, ia akan mati lagi jika perutnya tidak segera diisi.
" Mati saja kamu!" Ucapnya, kemudian melepaskan lengan kekarnya yang tadi menahan Belva, membuat Belva jatuh lagi.
Sakit sekali.
" Heh, kamu! kamu tahu Papa sama Mamaku di mana?"
" Aku tidak tahu!"
Huh! Belva kesal sendiri. Apakah lelaki tadi benar-benar malaikat? Lalu, dimana sebenarnya Belva sekarang? surga atau neraka? kenapa badannya terasa tidak enak sekali?
Belva berusaha bangun dan berniat mengejar lelaki yang sudah berjalan lumayan jauh dari tempatnya. Perempuan itu menyipit, menyadari jika lelaki yang ia anggap sebagai malaikat tadi bertelanjang dada dan hanya memakai sarung batik sebatas bawah lutut sedikit.
Jika dilihat dari jarak seratus lima puluh meter, bagian belakang tubuh si lelaki kelihatan sempurna. Apalagi ketika tiba-tiba dia berbalik dan berlari ke arah Belva. Sungguh bagian depannya juga kelihatan sempurna. Tinggi. Tegap. Kekar. Kotak-kotak. Benar-benar fisik sempurna lelaki idaman wanita.
" Kamu lapar? Ayo kita cari makanan."
Belva tidak tahu jika kesadarannya semakin menurun akibat perut lapar. Tapi, lelaki itu sadar jika pasien yang dikirimkan Ayahandanya akan mati jika tidak segera diberi asupan makanan yang bergizi. Di bawah sinar matahari yang terik, kulit Belva kering kerontang. Bahkan kelihatan mengelupas. Si lelaki tahu jika itu adalah efek Belva terlalu lama tenggelam di air asin.
" Malaikat, siapa nama kamu?" pertanyaan Belva seperti igauan. Matanya merem melek menahan pusing yang semakin tak tertahankan.
Si lelaki menggendong Belva yang sebentar lagi akan pingsan. Bak mengangkat boneka berbahan busa, ia sama sekali tidak kesusahan bahkan mengeluh berat. Padahal berat badan Belva mencapai lima puluh kilo.
" Jawab dong. Siapa nama kamu, malaikat?"
" Raden Mas Agung Sagara Banyu Biru."
" Hah?"
" Sagara."
" Oh... Sagara."
Belva manggut-manggut. Ia mengalungkan dua tangannya di leher Sagara dan menempelkan salah satu sisi wajahnya di dada bidang Sagara.
" Aku di surga atau neraka?" Belva ledengaran seperti mengigau lagi.
Sampai di bawah pohon kelapa, Sagara mendudukkan Belva sedikit lebih jauh dari pohon itu. Karena ia akan mengambil semua buah yang matang di atas sana.
" Kamu jangan kebanyakan ngigau. Jangan kemana-mana. Tetap di sini. Aku mau panen kelapa dulu."
Meski Belva tidak terima dituduh mengigau, ia memilih tak banyak protes. Percaya saja pada makhluk kepercayaan Tuhan. Toh, Belva tahu, semuanya akan baik-baik saja. Ia akan kehilangan seluruh kesedihannya dan bertemu dengan kedua orang tuanya lagi.
Di tengah kesadarannya yang semakin menurun, Belva melihat atraksi paling keren seumur hidup. Sagara hanya mengguncang-guncangkan bagian bawah batang pohon kelapa, dan buah-buah di atasnya berjatuhan. Lebih kerennya lagi, Sagara menangkap satu per satu buah yang jatuh hingga buah di atas sana tak bersisa lagi. Sagara benar-benar malaikat yang punya kekuatan super!
Sagara berjalan mendekati Belva dengan memeluk tiga buah kelapa muda berukuran besar-besar. Lelaki itu membawanya tanpa keberatan apalagi kesusahan.
" Air kelapa bisa mengembalikan cairan tubuh kamu, jadi diminum sampai habis ya," perintah Sagara. Lelaki itu duduk di depan Belva. Menyentil-nyentil kulit kelapa, kemudian menekan bagian bawah kulit kelapa yang runcing. Terdengar bunyi 'buk' yang lembut dan bagian yang ditekan oleh Sagara ambles. Lelaki itu mencopot bagian yang ambles itu, membuat si kelapa jadi berlubang seukuran kepalan tangan.
Sagara benar-benar malaikat sungguhan. Ia bahkan bisa membuka kelapa tanpa alat. Belva semakin kagum saja dibuat lelaki itu.
" Ini buat kamu."
Belva menerimanya dengan senang hati. Tanpa berpikir lama, ia segera meneguk air kelapa hingga tandas. Merasakan perutnya yang kering kerontang dialiri cairan yang menyegarkan.
Perut Belva kembali keroncongan. Ia kebingungan, bagaimana cara memakan daging kelapa yang kelihatan tebal.
" Ada sendok?"
Sagara memberikan sebuah kelapa lagi kepada Belva.
" Nggak ada."
" Gimana cara makan daging kelapanya?"
Sagara melihat ke sekeliling area. Menemukan kulit kerang yang cukup di balik pasir. Ia memberikan kulit kerang itu kepada Belva.
" Pakai ini."
" Nggak mau. Itu kotor, Malaikat Sagara."
Agak aneh mendengar panggilan itu. Tapi Sagara Tahu jika perempuan di depannya masih belum sepenuhnya sadar.
" Aku bukan malaikat!"
" Kalau bukan malaikat, apa dong?"
Sagara tak menjawab. Ia meninju kelapa Belva hingga terbelah menjadi dua dan mengerok dagingnya yang tebal menggunakan kulit kerang hingga tak bersisa.
" Dimakan."
Belva menggeleng.
" Kenapa?"
" Kulit kerangnya kotor!"
Sagara tak bereaksi apa-apa. Lelaki itu malah diam saja memandangi hamparan samudera yang sangat luas di depan sana. Sagara tahu, jika Belva akan makan sebentar lagi karena perutnya kosong. Melirik dari ekor mata, benar kan Belva memakan daging kelapa yang dikerok menggunakan cangkang kerang yang katanya kotor.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
keysha🦅
anak dokter kah?
2021-10-07
1
Diah Fiana
semangat kkak 😘🌹
2021-09-29
1