00.20 A.M.
Zee lagi-lagi terbangun dari tidurnya dengan keringat yang sudah membanjiri tubuhnya. Napasnya terengah-engah, kepanikan mulai menghampirinya. Ingatan-ingatan masa lalu kembali memenuhi pikirannya. Rasa sakitnya masih tetap sama dan terasa, begitu ia kembali mengingat kejadian di hari terkutuk itu. Ia memegangi kepalanya sembari mencari sesuatu dari laci nakas, tetapi tak kunjung mendapatkan apa yang dicarinya. Zee menatap sekeliling kamar yang gelap, kamar asing yang sudah dua hari ini ia tempati. Serangan paniknya mulai kambuh dan obatnya ada dikamar apartmentnya. Ia akhirnya bangun menuju ke toilet untuk sekedar mencuci wajahnya. Setelah menyegarkan wajahnya dengan air dingin, ia menjadi lebih tenang. Zee menatap pantulan dirinya di depan cermin yang tampak berantakan.
'Kenapa kau masih hidup?'
'Pergilah ke neraka ***--***!'
'Berapa lama?'
Suara-suara asing itu mulai masuk kedalam telinganya. Zee menutup telinganya sembari menunduk, tak menatap cermin lagi. Air mata terus keluar tanpa bisa ia cegah. Setiap ingatan masih terasa jelas di otaknya, berputar terus-menerus tanpa henti. Pergelangan tangannya sudah mengeluarkan darah akibat luka yang ia buat. Tanpa sadar lagi-lagi Zee menggores luka pada tubuhnya.
Tiba-tiba, Zee tersadar dari lamunannya dan berhenti menggores pergelangan tangannya. Ia menangis dalam diam dan menjambak rambutnya sendiri.
'Kenapa aku masih hidup sampai sekarang?'
'Kenapa dia terus menyiksaku?'
'Apa aku lebih baik mati?'
Pertanyaan-pertanyaan itu kini mulai berdatangan. Perasaan putus asanya kembali mengalihkan alih. Zee pingsan karena serangan paniknya yang kembali menghampirinya, ditambah dengan luka di tangannya yang terus mengeluarkan darah.
03.45 A.m
Zee terbangun di toilet setelah pingsan. Kepalanya berat dan terasa berdenyut, otaknya berusaha mengingat apa yang terjadi pada dirinya terakhi kali. Matanya menatap darah mengering di tangannya dan di sekitar tubuhnya. Helaan napas berat keluar dari mulutnya. Zee berdiri dan mencari kotak p3k di lemari atas wastafel. Setelah mendapatkannya, ia mengobati luka di tangannya dan menutupnya dengan beberapa hansaplas. Dirasa selesai, ia mengembalikan semua peralatan obat ke tempatnya. Setelahnya ia mengelap darah yang berceceran di lantai.
Zee keluar dari toilet dan menatap jam dinding yang berada di kamar. Menunjukan pukul 4 pagi, akhirnya ia memutuskan untuk ke balkon melihat pemandangan sunrise. Ia duduk di kursi yang ada di balkon, menatap lurus pemandangan didepannya yang terhampar. Ketika melihat ke bawah, orang-orang berpakaian serba hitam berjajar rapi menghiasinya.
Pikirannya melayang pada Kyra dan Aidan. Pasti sekarang keduanya sangat mengkhawatirkan dirinya dan mencarinya. Ayahnya yang pasti sudah menghubunginya, entah dimana ponsel Zee berada sekarang. Pria itu tak memberitahunya.
Apa benar apa yang dikatakan pria itu jika ia tak akan dipulangkan? Jika benar, bagaimana ia memberitahu Kyra, Aidan, dan ayahnya jika ia diculik oleh pria aneh nan tampan penguntitnya selama ini?
"Sudah kukatakan aku Sean dan kenapa harus kau, tanyakan pada dirimu sendiri dan beritahu aku." kalimat itu terlintas dipikirannya.
Namanya adalah Sean, dimana ia pernah mendengar nama itu. 'Sean Rexford'. Nama pemilik kampusnya. Ya Aidan pernah mengatakannya dan Kyra juga.
Kenapa pemilik kampusnya menculik dirinya? Pertanyaan lain muncul. Zee mengingat-ingat apa ia pernah melakukan kesalahan pada pemilik kampusnya atau tidak. Sekeras apapun ia mengingat, dirinya belum pernah bertemu ataupun bertegur sapa dengannya. Jangankan bisa bertegur sapa, saling mengenal saja tidak. Bagaimana mungkin Zee melakukan suatu kesalahan di depan pria itu.
Kenapa pria itu bisa tertarik padanya, ia harus menanyakannya pada dirinya sendiri. Bagaimana dirinya tau alasan pria itu menyukainya. Bukankah itu alasan yang hanya pria itu tau? Pertanyaan-pertanyaan terus mengalir di otaknya tiada habisnya. Mau bagaimanapun ia memikirkan jawabannya dan berintropeksi diri, tidak ada kemungkinan yang mungkin untuk jawaban atas semua pertanyaannya.
Zee menggelengkan kepalanya merasa pusing dengan semua yang ada di pikirannya. Ia beralih memikirkan bagaimana caranya agar dirinya bisa kabur dari mansion besar ini. Ia tak mengetahui seluk beluk mansion ini, tak tahu letaknya dimana, ditambah mansion ini berada di tengah hutan belantara yang jauh dari kota. Parahnya, dipastikan ada banyak penjaga yang di pekerjakan oleh pria itu. Lagi-lagi Zee menghela napas berat karena pikirannya yang buntu.
'Lengkap sudah penderitaanmu Linzy.'
Apa ia harus menggoda pria itu agar bisa keluar dari sini? Zee menggeleng gelengkan kepalanya sembari menepuk nepuk pipinya yang terasa panas.
"Arrrgh!!!" teriak Zee frustasi sembari mengacak rambutnya. Ia menghela napasnya lagi dan menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi, menatap langit-langit.
Deheman seseorang menyentak Zee, membawanya kembali ke kesadarannya yang melayang layang. Ia menatap sumber suara berasal dan berdiri seketika ketika tau siapa yang mengeluarkan suara.
"A-apa ada sesuatu?" tanya Zee gagap. Sean berjalan mendekat ke arah kursi di samping Zee yang kosong lalu duduk di sana. Jarak mereka hanya berbatas meja kaca yang berada di tengah-tengah keduanya.
Zee kembali duduk di tempatnya dengan gerakan kaku. Atmosfer dingin menyelimuti keduanya. Zee sudah berkeringat dingin di tempatnya. Ia melirik sesekali ke arah Sean yang duduk melipat kakinya dan menatap datar ke depan. Ia tak tahu apa yang harus dikatakan sekarang.
"Tu-"
"Panggil aku Sean," ucapnya memotong perkataan Zee yang akan keluar memanggil Sean dengan embel-embel tuan.
"Se-Sean." Pria itu menatap Zee yang juga menatapnya. Zee kembali mengalihkan tatapannya ke depan, menghindari kontak mata Sean.
"Aku minta maaf jika aku melakukan sesuatu yang membuatmu tidak senang, aku benar benar minta maaf! Akan kulakukan apapun untukmu untuk membayar kesalahanku," ucap Zee memilih menundukan wajahnya.
"Tapi tolong lepaskan aku," lanjutnya pelan.
"Kenapa kau ingin aku melepaskanmu?" tanya Sean masih menatap Zee yang enggan menatapnya.
"Karena aku punya kehidupanku sendiri. Aku seorang mahasiswa, aku memiliki sahabat yang pasti sedang mencemaskanku, aku juga memiliki seorang ayah yang menunggu kabar putrinya!" jawab Zee lantang yang kali ini membalas tatapan Sean.
"Mereka mengira kau sudah mati," balas Sean tenang.
"Apa? Bagaimana bisa?" tanya Zee tak mengerti.
"Aku melakukannya seakan kau kecelakaan dan mati." Jawabannya masih dengan suara datar dan ekspresi tenang.
Sedangkan Zee sudah berusaha mati-matian menahan emosi yang akan meledak. Saking emosinya, ia sampai tak tahu harus berkata apa lagi pada pria di sampingnya. Yang bisa ia lakukan hanya menghela napas menelan bulat-bulat amarahnya dan menyimpannya sendiri. Ia sangat marah dan kesal, tetapi itu lebih kepada dirinya sendiri. Karena ia tidak bisa melakukan apapun.
Zee bangkit berdiri dan berjalan gontai kembali masuk ke dalam kamar, meninggalkan pria yang tak dapat ia mengerti. Pria itu hanya melihat setiap gerakan yang Zee lakukan sampai Zee kembali berbaring diatas kasurnya.
"Mandi dan bersiaplah lalu turun untuk sarapan," ucap Sean dingin sembari berjalan keluar kamar. Ini sudah kedua kalinya pria itu memerintahnya.
Zee hanya mendengus sebagai jawaban dan menutup wajahnya dengan bantal tak mengidahkan perintah Sean. Ia tidak berniat mengindahkan apa yang dikatakan olehnya.
08.00 A.m
Sean belum menyentuh sama sekali makanan di meja makan yang sudah terhidang memenuhi meja. Ia sudah menunggu Zee selama satu jam, tetapi gadis itu tak menunjukan tanda tanda kedatangannya. Akhirnya setelah menatap jam yang melingkar di tangan kirinya, ia beranjak dari duduknya dan berjalan meninggalkan meja makan untuk menuju kantornya. Diikuti Axel di belakangnya yang membuntutinya. Rahang Sean mengetat dan mengepalkan tangannya sampai buku buku jarinya memutih karena menahan emosi di dalam dirinya. Moodnya sangat tidak baik pagi ini.
Sudah tiga hari gadis itu tinggal di mansionnya dan bertemu dengannya bahkan berbicara padanya. Namun, gadis itu tak menunjukkan sikap yang menyukai atau tergila-gila padanya seperti wanita lainnya kebanyakan. Wanita lain tersenyum menggoda yang tampak menjijikan padanya dan bersedia melemparkan dirinya ke ranjang Sean dengan cuma-cuma. Namun seorang Linzy Alanza berteriak kesal dan marah padanya. Ia tidak mengerti sama sekali dengan gadis itu.
Sean sudah merencanakan penculikan gadis itu setelah ia pulang dari Manhattan. Namun, saat ia melihat Zee semakin dekat dengan pria itu, Sean memajukan rencananya untuk menculik Zee malam itu juga. Kesempatan datang begitu saja padanya tepat saat Zee sendirian di jalan sepi itu. Tetapi setelah tiga hari ini, gadis itu sama sekali tak menunjukan ketertarikan pada dirinya. Sean menghela napas, menyandarkan kepalanya, dan memijat pangkal hidungnya. Terlintas ingatan tangan gadis itu yang terdapat banyak hansaplas di pergelangan tangannya.
Apa alasannya melakukan itu. Dan kenapa dirinya harus tau alasan dibalik luka itu?
*
*
*
tbc
Follow ig Riby_Nabe
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Kadek Pinkponk
ayo cari tau zean..ada apa dngan zee
2021-09-07
2