"Rokok," Tawar Adrian pada Kevano sambil menyodorkan sebungkus rokok filter berperasa cool.
"Thanks." Ucap Kevano sebagai tanda penolakan.
"Lu masih nolak aja kalau gue bagi rokok. Padahal bokap sama Bang Ruben ngerokok."
"Emang gen tukang rokok itu harus menurun gitu? Enggak juga geblek. Gue masih sayang sama paru-paru."
Adrian tak menjawab ucapan Kevano, jika ia meladeni percakapan sepupunya maka urusan bisa panjang. Meskipun Kevano cowok berandal, teman-temanya anak nakal, tapi Adrian heran kenapa Kevano tak pernah menyentuh sedikit pun barang berasap itu. Bahkan di tempat sepi sekalipun.
Malam itu, mereka tengah menikmati udara segar disebuah jembatan yang cukup jauh dari kota. Disana mereka bebas melakukan apapun, termasuk kebut-kebutan.
Kevano memilih tempat itu untuk latihan turnamen balapan yang ada diadakan dua minggu lagi. Prioritasnya masih sama, yakni memenangkan turnamen itu.
"Eh lu ngapain sih jarang kuliah tiga minggu ini?" Tanya Adrian lagi, membuka percakapan kembali. Sementara itu asap terus keluar dari mulutnya.
"Lagi ada misi. Mengejar cinta." Kata Kevano mendramatisir.
"Lu mengejar cinta? Cinta siapa lu kejar?" Tanya Adrian tak percaya, bahwa seorang Kevano bisa jatuh cinta.
"Seorang wanita yang cantik dan memesona."
"Iya siapa?"
Kevano tak menjawab hanya nyengir, memamerkan rentetan gigi putihnya.
Sementara Adrian tak percaya bahwa seorang Kevano bisa sejatuh cinta itu pada seorang wanita, bahkan rela meninggalkan kuliahnya. Jika om Putra tahu bahwa Kevano jarang kuliah pasti Kevano akan terkena masalah serius. Karena bagi om Putra, pendidikan nomor satu.
"Lu gak takut kena masalah?" Sambung Adrian.
"Dari?"
"Bokap lu lah. Tahu sendiri kan kalau om Putra..."
Belum sempat melanjutkan omongannya, Kevano memotongnya. "Huss, diam lu. Gak usah diperpanjang, Lagian kalau kena masalah nanti gue ada yang bantu kok."
Bantu?
Kevano selalu menggampangkan permasalahan, meskipun ia tahu resikonya. Mungkin nanti jika ia terkena omelan sang Papa ia tinggal meminta bantuan bang Ruben. Itupun jika benar terjadi.
"Udah. Cabut yok." Ajak Adrian sambil membuang puntung rokok kesungai, lalu menaiki motor gedenya.
Kevano menyusul menaiki motornya yang terparkir disamping motor Adrian.
"Kemana?"
"Kita bapalapan. Gimana?"
"Lu menantang gue?" Kevano terkekeh menahan tawanya.
"Gak usah sombong." Ucap Adrian, sambil menarik gas motornya yang membuat suara nyaring mesin keluar.
Adrian dan Kevano bersiap memecah keheningan malam itu, dalam hitungan ketiga motor mereka saling beradu dijalan. Saling salip sana-sini, meskipun pemenang bakalan itu sudah ditentukan bahkan sebelum balapan dimulai.
%%%
Kevano melirik jam merk Lange and Sohne keluaran 2013 yang melingkar ditangan kanannya, sambil menarik gagang pintu. Jarum jamnya berjalan pada angka sebelas malam, masih cukup sore baginya sebelum terkena marah orang tuanya.
Saat melewati ruang tamu, orang tuanya masih terjaga sambil menonton televisi, hal yang jarang sekali terlihat bagi Kevano. Kadang rumah itu sepi, orang tuanya sibuk diluar kota, Abangnya lebih memilih mengurung diri didalam kamar setelah pulang kerja, dan ia bahkan jarang pulang.
"Sya," Panggil tuan Putra, Kevano menoleh dan menghentikan langkahnya.
"Iya, Pa?" Ucap Kevano sambil mendekati papa dan mamanya.
"Dari mana kamu?"
"Dari rumah Adrian, Pa."
"Jangan bohong!" suara Tuan Putra meninggi, sambil tanganya mengambil remote televisi.
Brak!
Remote itu dilempar kedinding, yang berada tepat disamping Kevano, yang membuatnya kaget. Papanya tak pernah semarah ini.
"Papa habis dari rumah om Gio! Katanya kamu keluyuran sama Adrian pakai motor. Motor siapa?!" Sambung tuan Putra.
Kevano diam, tak berani menjawab ucapan sang Papa. Bingung ia harus melakukan apa.
"Papa sita motor kamu, kuliahin kamu dengan baik, biar kamu bisa kelola perusahaan nanti kalau papa udah pensiun. Ini malah main gak jelas, dan papa tau ya kalau kamu tiga minggu ini jarang kuliah!"
Kevano semakin tak bisa berkata lagi, karena semua yang dikatakan papanya memang benar. Ia tak pernah berpikir sejauh ini, tak ada yang melapor tentang kuliahnya. Tidak mungkin Ruben yang tak begitu peduli, ataupun Adrian yang tak punya waktu untuk bertemu dengan Papanya.
"Udah lah, Pa. Kevano udah gede." Ucap sebuah suara dari balik pintu kamar. Ruben berdiri diambang pintu sambil mengocek ponselnya. "Lagian Kevano gak keluyuran, dia minta sebulan ini di kantor buat belajar managemen, motor Ruben yang ngasih."
Kevano menoleh kearah Ruben, ia menarik nafas lega. Pertolongan datang di waktu yang tepat.
"Tapi, buat apa sampai sebulanan. Kuliahnya bisa terganggu." Tuan Putra tetap tak terima dengan ucapan Ruben.
"Kuliahnya lain gak keganggu. Papa dapat info dari siapa lagi yang bilang gitu. Udah malam ini, gak usah teriak-teriak, masuk sana Sya." Ucap Ruben berusaha melerai omongan Tuan Putra.
Kevano mengangguk lalu berjalan menjauhi Ruben, mama, dan papanya masih yang masih emosi. Ada senyum yang mengambang tipis dibibirnya. Senyumnya benar-benar jahat dan bandel.
Sesampainya didalam kamar, ia mengunci pintu. Melempar jam tangan dan dompet yang mengganjal bokongnya sembarang. Lalu merebahkan tubuhnya keatas kasur.
Kalau bukan karena ingin mengejar Kesya, ia tak mungkin mau masuk kedalam masalah sebesar ini. Kesya benar-benar sudah membuat dirinya bingung harus bagaimana, bahkan semakin menjauh Kevano semakin tertantang untuk mengejar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Bunda Ani momnya Christo
ceritanya mirip.kisahku 😁
2021-09-15
0
Lucki RM
jangan sampai ninggalin kuliah kevano ntar kalau papamu tau kau ke perusahaan bukan untuk belajar tapi mengejar Keysa bisa berabe urusannya. bakalan sulit minta restunya.
2021-04-19
0
windawati su'udiyah
si Kevano terkesan sama si kakak yang nolongin jatuh waktu kecil ya thor
2020-02-14
4