"Gimana kerjaanmu?"
"Baik. Begitulah, bosku makin cerewet." Tanya Kesya sambil menyesap Honey Lemon tea.
"Cerewet gimana? Makin rese' ya."
"Iya. Masa ya deadline yang harusnya bulan depan, dia minta tadi. Kan aneh."
"Jangan ngambekan ah, nanti mukamu keriput lho."
Lelaki dengan suara berat yang tempo hari menelponnya, kini duduk dengan nyaman didepannya, tersenyum dengan manis dan memasang wajah tenang. Sesekali ia mengelus punggung tangannya.
"Ih masa sih, Ian?" Tanya panik Kesya, ia tak pernah tolerir dengan sesuatu yang berbau keriput. "Padahal aku sudah sering minum maca lho, biarpun pahit banget."
"Apaan sih, bercanda sayang. Kamu itu cantik, gak usah minum maca, aku juga tetap sayang sama kamu."
"Ge-er deh, gak semua yang aku lakukan itu buat kamu, aku juga pengen kelihatan cantik bukan cuma dimatamu."
"Iya deh." Lelaki itu langsung berubah raut, senyumnnya menjadi turun dan berganti wajah datar.
Biandra Arya Wijaya, lelaki yang sudah dari dua tahun ini bersama dengan Kesya, lelaki baik yang pernah menolongnya saat terjerat masalah soal iklan, sejak saat itu mereka berpacaran.
Bian tipikal lelaki yang ramah, sifatnya tenang dan berkharisma, apalagi bekerja sebagai seorang Pengacara. Ia sering memangkan persidangan karena kepintarannya dan urusan hukum. Tapi, karena kesibukannya itu lah ia dan Kesya jarang sekali bertemu, bahkan untuk makan malam seperti ini.
"Jangan cemberut, Bian."
"Gak cemberut ini." Bian nyengir. Memperlihatkan rentetan gigi putih merawatnya. "Gimana kabar om sama tante?"
"Baik, kemarin mereka nanyain kapan kamu mau kerumah sama orang tuamu."
"Eng... Begitu ya."
Kesya menangkap wajah yang sama ia membahas perihal itu pada Bian, meskipun mereka sudah berpacaran lama tapi Bian tidak pernah mau membicarakannya. Bahkan untuk berkenalan dengan orang tuanya saja, hanya beberapa kali Bian bertemu dengan mereka.
Saat percakapan mereka, tiba-tiba ponsel Bian berbunyi keras, bahkan cukup membuat suasana yang sempat hening pecah seketika.
"Hallo, iya,iya, baik. Saya segera kesana." Bian memutuskan percakapan itu. "Sayang, aku harus kembali kekantor, karena tiba tiba ada client yang kasusnya harus aku urus."
"Tapi, ini udah malam Bian. Masa kamu masih kerja aja, ngurus client lagi."
"Maaf banget sayang, ini mendadak soalnya."
Kesya mengangguk lemas.
"Kamu mau aku antar atau gimana?"
"Aku naik Bus saja."
Bian mencium kening Kesya, lalu meninggalkannya dimeja makan sendirian. Kesya sudah tahu bahkan merasakan resiko berpacaran dengan pengacara yang sibuk. Untuk meminta waktu bertemu sejam saja begitu susah.
Ia merapikan tasnya, lalu pergi dengan tenang dari restoran itu. Karena Bian sudah membayar makanan mereka. Sesampainya diluar ia menunggu dihalte bus, dan tak berapa lama bus pun datang.
Bus Malam itu terlihat ramai, bahkan ia hampir sulit menemukan kursi untuk dirinya duduk. Karena tak mungkin ia berdiri, bisa-bisa kakinya kekar, oh itu tidak bisa.
Mata nya mengamati sekeliling, ada satu di dekat jendela darurat paling belakang, Kesya berjalan perlahan kearah kursi itu, meskipun disebelahnya ada seorang remaja cowok yang duduk dengan santai.
"Disini kosong, kan dek?" Tanya Kesya ramah, remaja itu menoleh kearahnya.
"Iya kosong tante, silahkan duduk."
Lagi-lagi, setiap remaja yang berbicara denganya selalu menyebutnya dengan sebutan "tante", apa ia setua itu dimata mereka.
Kesya merebahkan bongkahan pantat seksinya senyaman mungkin, agar ia bisa beristirahat. Tapi, belum sampai lama ia duduk, remaja disebelahnya menjatuhkan sesuatu barang, Kesya melihatnya sebuah benda mirip kaset dengan cover gambar wanita vulgar yang cukup membuat alisnya terangkat keatas.
Sret.
"Eh tante, balikin kaset saya." Ujar remaja itu saat Kesya lebih dulu mengambil kasetnya yang terjatuh.
"Kamu masih bocah nyimpan kaset kayak ginian, mau buat apa?"
"Belajar, eh enggak tante. Itu bukan punya saya, itu punya teman. Balikin tante." Remaja itu merengek pada Kesya, tapi Kesya tak mau mengembalikannya, bahkan mengangkat nya ke udara.
"Belum waktunya kamu belajar beginian. Dasar."
Cetak. Tangan kanannya menjitak kepala remaja itu, hingga mengaduh.
"Tante, kalau gak balikin, saya cium nih."
"Cium aja."
Cup.
Kesya diam beberapa detik, remaja itu benar-benar menciumnya tepat dibibir. Membuatnya kaget dan bingung, lalu melemparkan kaset itu pada sang remaja, mengambil tas lalu, berteriak pada sang supir. "Kiri, Pir!"
Saat berhenti, ia buru-buru berlari dan turun. Ia memegangi bibirnya dengan pikirannya yang berkecamuk aneh. Ciumanku diambil bocah somplak, yang bahkan belum kukasih buat Bian. Batin Kesya.
Ia terus saja memegangi bibirnya, ia benar benar hingga tak sadar sudah berada jauh dari bus, dan entah berada dimana. Ia merasa seperti sudah melakukan hal yang aneh. Ada sebuah sengatan kecil saat bibir remaja tadi menyentuh bibirnya, ciuman pertamanya yang selama ini dijaganya, tiba tiba diambil Berondong yang bahkan tak ia kenal. Ia benar-benar tak habis pikir.
Apa ia ternoda? Ituu hanya ciuman tak terduga, memang ia mempersilahkan remaja itu menciumnya, tapi itu hanya sebuah ucapan yang begitu saja keluar dari mulutnya, refleksi.
Tenang Kesya. Ia menarik nafas perlahan lalu membuangnya, ia berusaha menganggap semua itu tidak pernah terjadi. Lalu berjalan dengan tenang menuju apartemennya yang jaraknya tidak begitu jauh lagi, karena ia terus berjalan tanpa peduli lelahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
NAHHH RASAIIN LO DICIUM BRONDONG
2024-01-18
0
Shaila
Masa sih, 2 thn pacaran sama Bian tapi belum pernah ciuman😯
2021-01-09
1
Ai Elis
hahahaaa....lucu.
2021-01-03
0