Beberapa Hari Sebelumnya
"Bang, woi bang!"
Teriak Kevano sambil menggedor pintu sang abang yang sejak pulang kerja enggan muncul keluar permukaan. Seperti ikan ketimpuk batu.
Tidak ada jawaban, tapi gagang daun itu bergerak, lalu daun pintunya terbuka. Keluarlah Abang yang sudah ditunggu Kevano sejak tadi. Menggunakan celana pendek diatas lutut dengan baju singlet tanpa lengan berwarna putih tipis.
Pak bos, jika Kesya dan teman-teman memanggilnya, tapi Kevano memanggilnya Bang Ruben. Kakak pertamanya yang usianya terpaut hampir dua belas tahun dengannya. Kata sang mama, Kevano itu anak yang buatnya kelepasan.
"Ngapain sih lu, Sya? Ganggu lu malam-malam." tanya Ruben dengan nada datar, meskipun begitu pipi gemuknya bergetar.
"Lu yang ngapain dikamar jam segini? Fap-fap lu. Makanya nikah."
"Pala lu pitak. Gue lagi kerja."
"Kerja pakai pakaian kayak gitu, kenapa gak sekalian telanjang."
"Banyak omong lu. Ngapain sih?"
"Gue ada sesuatu yang mau gue bicarain. Gue boleh masuk ya, bang?"
"Eng..."
Kevano berjalan mengikuti untuk masuk kamar sang abang, saat berada didalam kamar aroma menyengat seperti terbakar dan kumpulan asap membumbung sekeliling. Ruben memang perokok aktif yang sudah dalam tahap kecanduan kronis. Orang tuanya pernah menyuruh Ruben berhenti, tapi hasilnya gagal, dengan dalih uang untuk merokok itu dia sendiri yang cari.
Kevano mengedarkan pandangannya kesekeliling, seperti kebiasaanya. Kamar sang abang sangat asing baginya, karena selama ini ia seperti tak pernah masuk kedalam sana, karena memang ia tak pernah punya waktu. Kamar Ruben selalu dikunci rapat dan ditambah dengan gembok. Ini serius.
"Kenapa? Cepat ngomong. Gue mau kerja lagi."
"Lu kenal Kesya gak?"
"Kesya?" Tanya Ruben sambil berpikir sejenak dan mengingat nama Kesya, dan ia mulai ingat bahwa yang adiknya maksud soal Kesya adalah perempuan yang selalu dipanggilnya Nur.
Bagaimana Ruben tidak ingat jika perempuan itu sasaranya untuk melampiaskan amarah dan keganasanya dalam memimpin. Tapi, bukan itu sebenarnya, Ruben melakukan itu karena tahu Kesya pasti bisa menyelesaikan tugas kantor dengan cepat dan hasilnya bagus. Karena Kesya sudah bekerja pada Ruben lebih dari empat tahun.
"Lu kenal dari mana si Kesya?"
"Di Bus, terus pas dompetnya jatuh gue lihat ada ID cardnya perusahaan lu. Lu bantuin gue ya?"
"Bantuin?" Ruben menarik alisnya keatas sambil memperhatikan wajah sang adik, ia menangkap niat aneh terselubung yang dibalut kenakalan.
"Iya, bantuin gue dekat sama Kesya."
"Caranya?"
"Masukin gue Kekantor lu. Sebulan aja lah."
"Emang lu bisa apa? Kuliah aja baru masuk."
"Please, pokoknya Bantuin gue. Entar gue kenalin sama tetangga baru itu, gue batuin sampai lu pacaran."
"Eng... Boleh deh." Ruben mengangguk setuju. "Besok lusa lu ikut gue kekantor, gue kenalin sama Kesya, lakuin apapun. Asal jangan buat dia kehilangan konsentrasi kerjanya."
"Oke deh, gue setuju."
Kevano mengangguk-angguk, ia sudah mulai bisa membayangkan betapa bahagianya saat dekat dengan Kesya. Bibirnya terangkat untuk tersenyum.
"Sekarang lu keluar!" Teriak Ruben, lalu dengan santainya Kevano berjalan tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Sejak bertemu dengan Kesya beberapa hari lalu, ia merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang membuat otaknya mulai cerah dengan akal bulusnya. Dan sepertinya itu bukan tentang cinta atau sesuatu sang lainya.
Setelah keluar dari kamar Ruben, Kevano berjalan kearah kamarnya, tapi saat melewati ruang tamu ia melihat Mama dan papanya yang tengah istirahat.
"Sya (Arsya) berhenti sebentar, Papa mau ngomong." Ucap tuan Putra, Kevano menghentikan langkahnya dan membalikkan badan.
"Iya, Pa?"
"Besok Papa ada kerja di luar kota, mamamu pasti ikut, kamu jaga rumah ya."
Mendengar hal itu, Kevano tersenyum, ia makin bisa bolos kuliah untuk sering sekantor sang abang.
"Ingat ya, selama Papa tinggal Kuliahmu juga harus tetap jalan." Sambung tuan Putra.
"Siap komandan." Kata Kevano sambil hormat dan kemudian berlalu pergi, dan benar-benar masuk kedalam kamarnya.
Sepertinya rencana yang telah dibuatnya akan berjalan lancar sesuai yang ia harapkan.
%%%
Malam ini. Sekarang.
Bian mengendorkan dasi hitamnya lalu melepaskan satu kancing atas kemejanya. Direbahkannya tubuh belakangnya keatas kasur, hingga membuat tulang-tulang serta ototnya berbunyi.
Ia belum sempat mengganti pakaiannya ataupun mandi, badannya sudah terlalu letih untuk melakukan semua itu, bahkan ia hanya bisa menggeser tubuhnya kesisi kasur.
Dihembuskan nya nafas yang mulai tak beraturan sambil tangannya mengecek ponselnya dengan sangat pelan. Sudah dua hari ini ia tak menghubungi Kesya kekasihnya, dan Kesya juga tak menghubunginya, meski hanya chat biasa.
Ia tahu, Kesya bukan tipe wanita yang mudah peduli bahkan dengannya, Kesya seperti tak pernah mau tau urusan dunianya, dan ia tak pernah bisa tahu urusan dunia Kesya. Bukan tertutup tapi lebih tepatnya pintar menyimpan masalah.
Sudah dua tahun berpacaran dengan Kesya, usia ia dan Kesya juga tidak muda lagi. Berulang kali Kesya membahas soal pernikahan, tapi entah kenapa ia seperti belum ingin menikah. Padahal sang Mama juga memaksanya menikah, karena dalam segi apapun ia telah sukses.
Ia muda, tampan, baik, memiliki karier yang cemerlang sebagai Pengacara kondang. Semua orang mengenalnya, bahkan kalangan artis. Tapi, ia tetap senang dengan status berpacaran. Meski terdengar aneh.
Sebagian orang mungkin berpikir ia bukan lelaki normal, karena jarang dekat dengan perempuan, bahkan selama berpacaran dengan Kesya pun, hanya sedikit yang tahu hubungan mereka.
Karena baginya hubungan tak perlu diumbar, cukup ia dan Kesya yang tahu, itu sudah membuat Alam sementara cemburu.
Dicarinya kontak Kesya, ia ingin memberi kabar meski hanya mengatakan betapa rindunya ia, tapi setelah dihubungi beberapa kali Kesya tak menjawab. Ia berpikir Kesya mungkin sudah tidur, ia lalu mengirim chat dengan emoji bentuk hati.
Setelah itu ia berniat meletakkan ponselnya Di meja, tapi ada sebuah panggilan.
"Hallo," Sapa Bian pelan dan berat.
"I love you too." Ucap suara dari seberang telephone sana. Suaranya lembut dan tenang.
"Maaf aku baru ada kabar yang, dua hari ini aku sibuk ngurusin client. Besok jam sembilan aku ada sidang."
"Kalau begitu kamu harus tidur, biar besok fress. Aku doakan menang deh sidangnya."
"Aku belum mandi dan ganti baju, aku baru pulang kerja. Lagian aku masih kangen sama kamu."
"Aku kira pengacara gak bisa gombal."
"Eh aku beneran, yang."
"Nyalain Kamera deh."
Lalu Bian menyalakan kamera dan muncul lah wajah kekasihnya dengan sesuatu yang menempel dimukanya.
"Kamu lagi pakai masker, ya?"
"Iya, biar kulitku kencang dan glowing. Katanya sih gitu dibungkusnya."
"Emang enggak pecah tu kalau kamu ngomong?"
"Pecah sih, tapi biarlah. Maaf tadi lama ngangkat ya,"
Bian tak menjawab hanya mengangguk sambil tersenyum. Apa yang bisa ia katakan selain itu, tak mungkin ia marah dan mengatakan sesuatu yang tidak baik, karena ia juga tahu betapa lelahnya bekerja sebagai Desain Periklanan.
Lalu pembicaraan itu terus berlanjut hingga keduanya sama-sama lelah dan tertidur.
%%%
Sudah dua hari semenjak itu Bian baru menghubungi lagi, ia tahu pasti Bian mengatakan bahwa sibuk dengan client dan soal pekerjaan, sama sepertinya. Rasanya ia ingin sekali egois dan mengikat Bian dengan rantai sebesar jangkar kapal supaya Bian selalu ada untuknya, tapi ia tak pantas. Ia hanya seorang kekasih, tak lebih. Ia dan Bian belum terikat dalam lilitan benang Sah.
Kadang Kesya berpikir, Bian itu kurang romantis, kurang curiga dan cemburu. Apa ia tak serius dengan hubungan itu? Tapi, jika tidak kenapa masih betah bertahan begitu lama.
Bian punya dunia sendiri, dan ia pun punya dunia sendiri. Kadang ia ingin masuk kedalam dunia Bian yang abu-abu, tapi jangankan itu saat baru akan membuka pagar saja ada banyak penghalang.
Bohong, jika ia tak khawatir, ia selalu bahkan mampir berpikir negative tentang Bian. Ada banyak orang yang menyuruhnya untuk menjauhi Bian, tapi mereka tak pernah tahu bagaimana cinta itu telah dibangunnya selama hampir dua tahun. Jika ingin putus dengan Bian itu sangat mudah, tapi melupakan semuanya itu sangat sulit.
Ia sayang dan cinta Bian, cukup itu yang tertanam dihatinya.
Ada salah satu hal yang membuat Kesya terus bertahan pada Bian, yakni Bian tidak pernah sekalipun melakukan hal buruk. Mencium pun hanya dipipi dan dahi.
Kesya ingat dulu sebelum mereka memutuskan berpacaran dan mereka masih tahap perkenalan, Kesya sering sekali dilabrak perempuan lain, ada yang mengaku kekasih hingga istri Bian, tapi semenjak mereka berpacaran semua itu tak pernah terjadi lagi.
Komunikasi sejak pertama kali bertemu, awal pacaran hingga hampir dua tahun pun tetap sama tidak berubah, jarang sekali bahkan seminggu bisa dihitung. Dengan dalih sibuk.
Sepeti malam itu, setelah menghubungi Bian, ia membiarkan Bian tidur dan ia kembali dengan kegiatannya, meski sudah berpamitan untuk juga tidur.
Ia melepaskan masker green tea yang menempel diwajahnya, membasuhya dengan air bersih sebentar, lalu duduk dan membuka kembali laptopnya, padahal jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Ia tak lembur, hanya ingin mengecek sesuatu atau bermain dengan dunia maya malam hari.
Ketika Surfing di Facebook, tak sengaja ia melihat Kevano yang meminta konfirmasi pertemanan. Bocah gila itu selalu bisa membuat Kesya kebingungan didunia nyata, dan sekarang pun didunia maya juga ingin mengganggunya. Ia menolak permintaan itu, bahkan memblocknya, mungkin dengan begitu setengah dunianya bisa lebih tenang.
Bagaimana ia bisa melupakan Kevano yang jelas-jelas mencuri ciuman pertamanya, bahkan sudah berulang kali ia mengatakan Bian belum pernah melakukan itu padanya.
Mengingat itu Kesya sedikit bergidik geli, apalagi sekarang ia harus satu kantor selama satu bulan kedepan bersama Kevano. Dan yang membuatnya benar-benar tak terima adalah, dia adik Pak Ruben yang notabene nya Bosnya di kantor.
Dunia tenang nya sebentar lagi akan dihantam ombak dari depan, tidak mungkin tenggelam, tapi oleng terus ke samping.
Dret
Sebuah chat masuk dari Gendis, lelaki hasil kawin silang dengan pohon nyiur itu mengganggunya semalam ini.
"Kes, jangan lupa besok bawa berkas yang buat meeting. Ingat jam delapan."
Berkas? Meeting? Astaga, ia mengurut keningnya, hampir saja ia melupakanya, besok ia dan anggota trio kalong lainya harus presentasi soal produk baru yang ingin mereka pasarkan, sekaligus memilih desain untuk iklan salah satu sabun mandi. Bagaimana ia bisa lupa.
Ia menghembuskan nafasnya, sepertinya ia akan benar-benar lembur lagi dan tidur sedikit lebih malam atau bahkan dini hari. Itupun jika bisa, jika tidak ia akan tidur di kantor setelah meeting. Setidaknya ia bisa tertidur meski hanya sesaat.
Kesya berjalan keluar kamarnya, menuju dapur hendak membuat kopi susu. Kata orang Kopi bisa mencegah ngantuk, maka dari itu ia berniat membuat satu tremos, yang cukup sampai pagi nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
PANTAS SI RUBEN LGSUNG SURUH SI KEYSA YG JGA KEVANO.. TRNYATA SUDH DI INDEN 😁😁😁😁
2024-01-18
1
Indah Moestica
seruuu dah lanjottt...
2019-12-08
3
Indah Moestica
seruuu dah lanjottt...
2019-12-08
1