Seorang anak kecil menangis disamping sepedanya yang ambruk, sementara lutut kanannya megeluarkan darah segar, pertanda ia baru saja terjatuh.
"Kenapa?" Tanya gadis muda dengan seragam sekolahnya, mungkin usianya sekitar enam belas tahunan. Ia berjongkok untuk menyetarakan tubuhnya dengan anak kecil itu.
"Ini kakinya berdarah."
"Yaudah sini kakak obatin." Gadis itu menarik tangan anak kecil tadi untuk menuju kearah bangku yang tak jauh dari mereka.
Dibersihkan darah yang sejak tadi masih keluar dari luka itu dengan tissue, lalu menambahkan obat perekat untuk menghentikan pendarahan. Setelah selesai gadis itu meniupnya dan melap lembut.
"Sudah selesai." Ucap gadis itu.
Sementara anak laki laki itu sejak tadi hanya bisa diam dan terus menatap, antara bingung atau kagum.
"Kak ayo menikah." Kata Anak kecil itu kemudian, sementara sang gadis hanya bisa mengerutkan keningnya aneh.
"Enggak bisa."
"Kenapa? Katanya cowok sama cewek boleh menikah."
"Tapi kamu kan masih kecil dan kakak masih sekolah."
"Yaudah, pokoknya nanti kalau aku sudah besar kita menikah!" Teriak anak kecil itu sambil membawa sepedanya berlari menjauh dari gadis itu.
Gadis itu hanya bisa diam sambil memikirkan hal aneh, mana mungkin ia mau menikah dengan bocah, lebih baik menikah dengan om-om kaya yang bisa memberinya uang terus shopping.
%%%
Kesya melihat keluar jendela sambil menyandarkan kepala dan dagu nya dikaca bus. Sejak tadi pagi pikiran ya tidak begitu baik, bukan karena masalah kantor, tapi mengingat ucapan tante Mira.
Ia berpikir apa pilihannya ini benar, menikahi seorang Pengacara yang bahkan memberinya kabar saja jarang meskipun sudah berpacaran lama.
Jika tidak, kapan ia akan menikah, usianya sudah hampir memasuki kepala, dimana usia seorang wanita sudah begitu matang. Apalagi ia seorang wanita karier yang sukses.
Mengingat hal tak jelas itu ia menggelengkan kepala nya pela agar semuanya bisa berjalan sesuai yang diinginkan. Lagi pula ia hanya tinggal diam, karena orang tuanya dan Tante Mira yang akan mengurus pernikahan.
Dialihkannya pandangan kedalam bus, hari ini begitu sepi, hanya ada beberapa penumpang, dan udara pagi ini juga terasa enak. Seharusnya ia lebih menikmatinya, daripada berpikir hal yang macam-macam.
Tak berapa lama bus itu berhenti dihalte dekat kantor, Kesya merapikan bajunya, mengambil tasnya lalu berjalan keluar. Dilangkahnya kakinya perlahan, menarik nafas lalu tersenyum.
Ia memasuki kantor dengan tenang, ia berharap begitu, kecuali jika tak bertemu dengan bocah menyebalkan yang selalu menganggu hidupnya akhir ini. Yang tiba-tiba muncul, tiba-tiba sok akrab, dan siapa tahu tiba-tiba menghilang. Itu yang ia harapkan.
Saat sampai didalam kantor, jam ditangan kananya menjalankan jarum pada angka 07.56, berarti masih ada dua puluh menit lagi untuk ia benar-benar terlambat absen. Seakan ia menjadi karyawan yang rajin.
"Kes, mana laporan produk kemarin." Tanya Ganda, saat Kesya baru saja merebahkan kedua belah pantat seksinya diatas kursi kerjanya.
"Sebentar." Kesya membuka tasnya lalu mengeluarkan map berwarna gold. "Ini laporan kemarin, sudah aku copy sekaligus, bagi sama Yuyun."
"Laporan untuk pak Bos?"
"Sudah juga."
Kesya tersenyum pada Ganda, yang membuat Ganda malah berpikir aneh.
"Lu kenapa sih? Kesurupan lu," Selidik Ganda, sambil pengecek dahi Kesya.
"Alhamdulillah sehat wal afiat."
"Cerita-cerita, gue lagi butuh bahan Ghibahan nih." Ganda mengambil kursinya, menaruhnya didepan Kesya, lalu duduk dengan nyaman.
"Kamu ya, kalau cari bahan Ghibah aja cepat."
"Pasti dong. Mulut gue bisa kram kalau sehari gak ghibah, tanpa mengghibah itu kayak makan nasi tapi gak ada nasinya."
Belum sempat keduanya berbicara Yunda yang mendengar kata Ghibah itu bergabung.
"Ghibah aja gak ngajak-ngajak kalian." Yunda mendekati lalu duduk dimeja.
"Aku, Aku." Ucap Kesya mendramatisir. "Mau nikah sama Bian."
"Apa? Serius lu Kes, wah bakal ada pesta nih."
"Gak ada pesta buat lu, Ndis. Eh kok bisa langsung mau nikah, gak tunangan dulu, Kes."
"Lama, yah orang tua Bian sama orang tuaku sudah berharap banget sih kami menikah."
"Bagus deh, gue sama Gendis selalu mendukung lu kok."
"Betul sekali. Kalau lu sama Bian nikah kan, gue bisa sama Kekev ter-unch." Ujar Ganda sambil mengelus bibir bawahnya. Yang membuat anggota trio kalong lainnya bergidik geli.
Ghibahan ria itu terus berlanjut, semakin seru meski jam sudah menunjukkan pukul sembilan. Dan berhenti saat pak Bos Ruben datang menemui Kesya.
"Nur, laporan yang saya minta sudah dikerjakan?"
"Sudah pak,"
"Baik. Bawa ke ruang saya, saya perlu tau isinya."
"Baik pak Bos."
Kesya mengekor di belakang pak Bos, entah sudah berapa kali dalam seminggu ia harus berurusan dengan pak Bos yang begitu menakutkan. Wajah chubby membuat siapapun pasti bergidik. Tapi mengapa ia mempunya adik seperti Kevano yang berbeda jauh, benar kata Ganda. Seperti langit dan kerak bumi paling kerak.
"Bagaimana kira-kira produk itu, cocok dengan perusahaan kita?" Tanya pak Bos, saat Kesya sudah berada didalam.
"Cocok pak Bos. Apalagi kita juga membutuhkan produk-produk dari Perusahaan Kevin Sanjaya, supaya pengiklanan kita berjalan."
"Tapi, Tuan Kevin itu orangnya sangat perfeksionis, dia gak mau ada kesalahan sedikit pun didalam iklan produknya."
"Saya bisa mengusahakan nya yang terbaik pak, nanti saya bicarakan dengan Ganda dan Yunda."
"Bagus kalau begitu. Tuan Kevin meminta selesainya Minggu Depan, dan saya mau sebelum kamu membuat, datang terlebih dahulu kekantornya, tanyakan dia maunya seperti apa."
"Baik pak Bos."
"Ajak sekalian Kevano kalau kamu mau kesana." Mendengar nama Kevano, Kesya meneguk salivanya. Ia hanya bisa mengangguk. "Tapi, hari ini dia tidak masuk kantor, mungkin senin."
Kesya tersenyum terpaksa lalu mengangguk lagi. Dunianya akan benar-benar hancur karena bocah itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Ai Elis
oowh.....
2021-01-04
1
weny
o kevano dah jatuh cinta ma kesya sejak kecil bahkan ngajak nikah
2020-12-10
0
Rozi Seeker
Imajinasiku gx keluar tor...
Pusing Bacanya
2019-12-03
1