Suara ketukan pintu diapatement Kesya membuyarkan ketenangan, jadwal hari minggunya bersama Chika (nama kucingnya) akan terganggu. Tapi, sebelum itu ia was-was dan berpikir yang macam-macam. Ia takut jika yang berada diluar sana penagih kartu kreditnya, karena ia sudah nunggu beberapa lama.
Ia diamkan sebentar untuk tidak menjawab, matikan semua suara dan hening seketika, ia berpikir mungkin penagih itu akan berpikir bahwa rumahnya kosong. Tapi, tidak. Ketukan malah semakin kencang, mau tidak mau ia membukaan pintu. Supaya tidak menganggu penghuni lainnya.
Itu apartemen apa rusun.
Kesya mengambil tongkat baseball yang sengaja disimpannya untuk berjaga-jaga jika penagih itu memaksa, mungkin membuat penagih itu pingsan tidak akan membuatnya masuk penjaga, jika masuk pun ia akan meminta bantuan pada Bian, karena ia pacar pengacara sukses.
Krek.
Sut.
Kesya membuka pintu dan langsung saja mengangkat pemukul itu untuk mengayunkan nya pada si penagih. Tapi, ia mengurungkan nya saat ia melihat sang mengetuk.
Seorang bocah Laki Laki berdiri dengan santai sambil menyandarkan sebelah kiri tangannya pada sisi pintu. Bocah yang familiar diingatanya dan bibirnya.
"Kamu."
"Hallo, tante."
Kesya hampir saja menutup pintu rumaahnya, tapi bocah itu mencegah dengan kakinya. "Eh sebentar tante."
"Kamu mau ngapain lagi. Jangan macam-macam deh, saya bisa lapor polisi." Kesya terus mendorong pintu itu agar tertutup, tapi tenaga nya tetap saja kalah dari bocah itu.
"Jangan main lapor-lapor tante, saya mau bicara."
"Bicara apa? Cepatan, saya sibuk."
"Makanya buka."
Kesya mengendorkan dorongannya, lalu dengan perlahan membuka lebar-lebar pintu. "Apa?"
"Ini." Bocah itu mengacuhkan sebuah dompet merah dengan motif sederhana, ditambah merk mahal diujungnya. Dompet Kesya.
"Inikan dompet saya. Kamu maling ya,"
"Enggak. Itu jatuh pas tante buru-buru keluar bus, alamatnya saya dapat dari sana."
Mendengar itu, Kesya bergegas mengambilnnya, lalu memeriksa isinya. Semua kartu aman, uang sisa gajihan bulan lalu juga masih ada, tidak ada yang kurang sedikitpun. Tapi, ia tak ingat kalau ia menjatuhkan, bahkan membuka tas saja tidak. Apa bocah itu, sengaja agar bisa bertemu lagi dengannya. Mungkin itu yang ada dalam pikiranya.
"Terima kasih." Ucap Kesya datar.
"Sama-sama. Saya gak dipersilahkan masuk nih?"
"Mau ngapain?"
"Ya siapa tau, tante mau kenalan sama Berondong setampan saya, keren dan juga baik hati."
"Enggak tertarik, makasih. Lagian saya bukan tante girang yang suka Berondong. Sudah sana pergi.
Lagi-lagi Kesya hampir mendorong pintu itu, tapi si bocah terus saja mencegah. "Sebagai ucapan terima kasih saja bagaimana. Coba kalau bukan saya yang nemuin, belum tentu dompet itu balik."
"Yaudah masuk."
Dengan Kesya mempersilahkan bocah itu masuk meskipun dengan terpaksa. Setelah sampai didalam, bocah itu terlihat seperti orang norak yang tidak pernah masuk apartement, pegang-pegang seenaknya, dan melihat sekeliling.
"Nama saya Kevano, panggil saja Vano. Umur delapan belas tahun, kuliah semester satu."
"Sekalian aja moto, cita-cita dan visi misi."
"Tante lucu deh, dikira saya mau nyalon DPR."
Enggak peduli. Kesya membalikkan tubuhnya, lalu berjalan ke arah dapur hendak membuatkan minuman bocah yang bernama Kevano, belum sempat ia menawari, Kevano lebih dulu berucap.
"Air putih saja, lebih sehat."
"Air bekas cucian piring mau," ucap Kesya sambil mengambil botol air mineral dari dalam kulkasnya.
"Kalau tante mau jadi tersangka pembunuhan, gak papa sih."
Kesya selalu jengkel setiap Kevano itu berbicara, gayanya yang kepe-dean dan super menyebalkan. Tapi, entah kenapa sejak kejadian tadi malam ia tak pernah bisa melupakan sedikitpun, bahkan sempat ia bermimpi mengulangi lagi, meskipun bukan dengan Bian.
"Katanya kamu kuliah, kenapa sekarang enggak?"
"Kenapa tante gak kerja?"
"Weekend, aku juga butuh istirahat."
"Itu Tante tau kalau ini weekend." Kevano menyesap minumannya. Matanya terus mengamati apartement Kesya yang minimalis, tapi terasa nyaman. Kamar, dapur dan ruang tamu ditata dengan interior yang pas. Banyak foto dan pernak-pernik lain, sepertinya orang yang menata itu tahu banyak tentang fashion ataupun desain. "Suami tante mana?"
"Belum nikah. Lagian jangan panggil tante kenapa, Mbak atau kakak kan bisa."
"Iya kak tante."
Terserah lah. Kesya berjalan hendak duduk disofa yang sama dengan Kevano, dan entah kenapa tiba-tiba saja ia hampir terjatuh, dengan refleks Kevano melemparkan gelasnya ke lantai dan menangkap tubuh Kesya.
Berat. Kevano memegang tubuh perempuan yang terus dipanggilnya tante, sejenak keduanya saling pandang, mereka bertatapan beberapa detik penuh arti, sampai Kesya berdiri dan Kevano melepaskannya.
"Berat banget badan tante, diet. Itu lemak dibagian perut kerasa banget."
"Dasar bocah kurang ajar, malah cari kesempatan dalam kesempitan."
"Gak sempit tante, kesempatan lebar."
"Udahlah, sana kamu pulang saya mau istirahat. Lagian bodoh banget sih pakai lempar gelas segala." Ucap Kesya sambil terus mendorong tubuh Kevano menuju untuk keluar dari rumahnya.
"Ta.. Tapi tante, saya belum selesai minumnya."
"Gak ada. Gelasnya udah pecah."
Brak!
Dengan kencang Kesya menutup pintu rumahnya, lalu menguncinya. Nafasnya bergerak tak beraturan, ia masih menyandarkan tubuhnya dibelakang pintu. Perasaan apa lagi itu, ia merasa sedikit gugup setelah bertatapan dengan Kevano, sesuatu yang selama ini belum pernah ia rasakan pada lelaki manapun termasuk Bian.
Tidak. Ia hanya gugup karena hampir jatuh tadi. Lagi pula Kevano hanya bocah berondong aneh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Umi Kalimah
suamiku juga brondong
2022-03-05
1
Ai Elis
hahahaaaa....😅😅😅😅
2021-01-03
0
weny
cinta pd pandangan pertama... serr serr gubrak
2020-12-10
1