Kesya merentangkan kedua tangannya ke udara sambil menguap tanda lelah yang sengaja ditahan. Deadline yang tak rasional harus ia kerjakan dalam waktu singkat, dan sampai pukul sebelas malam ia belum meninggalkan kantor, padahal lampu-lampu sudah mati, ia hanya sempat berpesan pada Mang Didin si satpam untuk tidak mematikan lampu ruangan kerja dan lorong.
Beberapa gelas bekas Americano Coffe berhambur diatas meja kerjanya, untuk menemaninya kerja lembur. Sendirian. Padahal Ia sudah meminta Yuyun dan Ganda untuk membantunya, setidaknya sampai pukul delapan, tapi dua makhluk bertualang rawan itu malah berlagak sibuk dengan diri mereka sendiri.
Otot-otot tangan, kaki dan punggungnya terus berkontraksi, sarafnya ikut membeku karena AC yang terpasang pada angka delapan belas, dingin sekali malam ini di Ibukota, mungkin esok akan kabut. Kesya menarik blezernya dari laci yang masih terlipat rapi, lalu membungkusnya lagi dengan jaket mantel yang berada dipunggung kursi kerjanya.
"Gila!"
Prang!
Duk!
Ia berteriak, dan tak sengaja tangannya menyenggol botol minuman beling yang langsung jatuh kelantai dengan jarak tujuh puluh centimeter, untung saja tidak pecah. Jika terjadi, Mang Didin akan datang dengan wajah seriusnya dan menganggap itu pencurian.
Jarum jam terus bergerak, hampir menyentuh angka dua belas malam. Kesya men-shutdown laptopnya, menutupnya, lalu memasukannya kedalam tas kerja, ia akan menyambungnya nanti diapatement.
Sesaat ia mendengus perlahan, karena teringat bahwa semalam itu tidak akan ada bus yang menjemputnya, mungkin hanya taksi itupun jarang.
Dilangkahkan nya kaki keluar ruang kerja, menyusuri lorong kantor, setelah sebelumnya mematikan lampu. Sesampainya diluar, Mang Didin menyapa dengan ramah.
"Bu Kesya pulang sendiri?"
"Iya mang, sama siapa lagi. Mana malam begini pasti gak ada Bus."
"Tapi masih ada taksi, Bu."
"Iya mang. Yaudah saya pulang dulu, selamat malam."
Si Mamang mengangguk, Kesya berjalan keluar pagar mendekat kearah jalan raya, meskipun ia tidak yakin, akan ada taksi lewat.
Sesekali dibukanya ponsel yang sempat ia masukan dalam kantong blezer, ia mengulas senyum tipis, bukan bahagia tapi sesuatu yang tengah ia simpan yang membuatnya selalu bertanya dalam hati. "Apa ia benar sayang padaku?."
Saat ia berpikir begitu, taksi berhenti didepanya, mengklakson dengan nyaring dan membuat sedikit kaget.
Didalam taksi ia masih sempatnya berpikir, saat tubuhnya lelah pikirannya terus melayang. Ia mengingat teguran orangnya dulu untuk kuliah desain dan yang akhirnya mendapat pekerjaan sebagai seorang ahli desain di sebuah kantor yang lebih dar lima tahun ini.
Tahun kedua ia bekerja, ia mendapatkan proyek pembuatan iklan yang ternyata ilegal. Ia hampir terjerat masalah, jika tidak dibantu seorang Pengacara muda yang baik hati. Sejak hari itu mereka lebih dekat dari seorang teman.
Ponselnya berbunyi, sebuah chat online dengan ID yang lagi-lagi membuatnya tersenyum, kali ini senyumannya benar-benar manis, pesan yang ditunggunya sejak sore tadi.
"Kita kemana, Bu?" Tanya sang supir membuyarkan lamunan Kesya.
"Kejalan Turi, Apartement Griya Manis, Pak." jawab Kesya, lalu kembali mengarahkan pandangannya menatap ponsel, padahal ia belum membalas chat itu.
"Malam-malam begini kok baru pulang, Bu?"
"Lembur, Pak. Biasalah Bos ngedealinenya minta diburu."
"Kasihan si Ibu. Hati-hati lho malam seperti ini rawan kejahatan, apalagi Ibu perempuan."
"Saya sudah biasa, Pak. Bismillah saja, minta perlindungan yang diatas."
Sang supir mengangguk-angguk, tanda paham.
"Ibu sudah menikah?" Tanya supir lagi, sambil melirik Kesya dari balik kaca yang terpasang diatas kemudi.
"Belum, Pak. Masih pengen sendiri."
"Coba kalau ibu menikah, pasti gak lembur seperti ini."
Menikah?
Tiba-tiba kata itu mengudara dipikirkannya, padahal sudah sejak umurnya dua puluh lima tahun. Sang mamah bahkan berulang kali juga memaksanya menikah, meninggalkan pekerjaanya sebagai perempuan karier, tapi ia tak pernah mau.
Jika ingin menikahpun dengan siapa? Ia itu tak pernah serius saat membahas soal pernikahan, selalu mengalihkan pembicaraan kearah lain.
Pernah satu kali, sang mamah mengenalkannya pada seorang lelaki, malah lelaki itu dibuat malu oleh Kesya, sejak saat itu mamah tak pernah mau mengurusi kapan ia akan menikah lagi.
"Sampai, Bu."
"Terima kasih, Pak." Kesya membayar sesuatu yang tertera diargo, keluar dari taksi dan berjalan masuk kedalam apartement.
%%%
Baru saja ia membaringkan tubuhnya, setelah mandi dan membersihkan diri, ponselnya berbunyi, sebuah panggilan masuk.
"Hallo sayang, sudah pulang? Maaf aku gak bisa jemput ya." Ujar suara berat dari ujung telephone sana. Suara dari seseorang yang sudah dikenalnya cukup lama, yang selalu menemani dirinya, meskipun ia tak pernah apa yang ada di pikiran lelaki itu.
Kesya menghembuskan nafas sambil terdiam sesaat, ia berniat tak bersuara dan akan memutuskan percakapan itu. Tapi lelaki dengan suara berat itu berucap lagi. "Sayang, kok diam. Kamu marah, ya?"
"Enggak papa kok, tadi aku pakai taksi. Aku tau kamu juga sibuk, Ya sudah aku mau tidur, kamu juga. Besok aku kerja lagi."
"Besok kita dinner ya, ditempat biasa."
"Iya."
Tut.
Kesya memutuskan sambungan itu, lalu melempar ponselnya kesisi ranjang, sambil ia menggeser tubuhnya menemui bantal. Uratnya mengejang, beberapa keram sampai ia malas menggerakan badan sintalnya. Ia ingin tidur dengan tenang malam ini, ia akan tertidur hanya enam jam itupun jika ia benar- benar bisa nyenyak.
Ia tak berniat mengulang pekerjaannya kembali, mungkin besok bisa dikejar._
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
LALALALA : AUTHOR BL
Jadi kangen doi 😥 Saking jarangnya hubungin sekali dateng chatnya sumringah banget
2019-12-07
3
Hernizar Erni
bukan sesuatu argo thor...sesusai argo yg benar......semangat thor
2019-12-03
2
Chartiana Aldizer Chailon
Sayang, paragraf nya panjang amat kaya kreta api 🤭🤭🤭 , boleh engg naek
2019-08-12
2