Bian membuka pintu mobilnya, saat Kesya keluar dari sana menggunakan dress pendek selutut berwarna merah pastel, dipadu dengan make-up yang serasi, membuat Kesya benar-benar berbeda dari biasanya.
Mereka berdua berjalan beriringan menuju sebuah rumah mewah, Bian tersenyum melihat Kesya yang begitu cantik, tak salah ia selalu berharap perempuan itu menjadi istrinya.
Sepertinya memikirkan soal pernikahan tidak ada salahnya baginya sekarang meskipun hal itu masih diatas ambang antara benar dan salah.
Kesya dan Bian memasuki rumah itu, saat seorang perempuan separuh baya membukakan pintu untuk keduanya. Perempuan itu tersenyum manis saat menyambut mereka, dari pakaian yang digunakanya ia terlihat bukan perempuan biasa.
"Malam tante." Sapa Kesya dengan ramah sambil menyalami perempuan yang biasa dipanggil Mira.
"Malam, Kesya tambah cantik ya."
"Perawatannya mahal, Ma." Sergah Bian.
"Gak papa, namanya juga perempuan karier. Lagian perempuan juga harus terawat. Benar kan, Kesya?"
Kesya mengangguk.
"Yaudah ayo kita ke ruang makan." Sambung Nyonya Mira.
Kesya dan Bisa mengikuti Nyonya Bian berjalan menuju ruang makan. Itu memang rencana makan malam bersama, kata Bian supaya Kesya bisa lebih dekat dengan keluarganya, karena Bian hanya memiliki mama yang seorang single parent.
Saat mulai berjalan melewati ruang tamu, terlihat bahwa rumah itu benar-benar milik orang kaya, Bahkan barang barang yang berada disana bukan barang murahan yang bisa dibeli dipasar pinggir jalan. Dari mulai guci, lukisan, furniture dinding, hingga gelas-gelas mahal yang berada dilemari kaca. Apa jadinya jika ia memecahkan satu saja isi lemari itu, apa mungkin Mama Bian akan marah dan membencinya atau bahkan tidak peduli.
Saat melewati ruang tengah, sangat berbeda dari ruang tadi. Didalam ruangan ini sangat smooth dengan warna dinding pastel yang tenang, ada sebuah tivi yang lumayan besar, sofa berwarna senada dengan dinding. Bahkan saat mereka sampai diruang makan yang bersih dan rapi, Kesya masih saja kagum.
Kesya menarik kursi meja makan yang berwarna putih bersih itu pelan, ia takut jika kursi itu lecet. Bahkan meja makanya dipasang dengan kaca bening dengan ketebalan sejari.
"Ayo dimakan, ini semua tante lho yang masak." Ucap Nyonya Mira.
Kesya menatap seluruh makanan yang ada disana, perutnya bernyanyi dengan nada tinggi. Banyak sekali makanan yang dimasak, sengaja untuk makan malam itu atau setelah itu mereka akan mengadakan jamuan seluruh komplek.
"Tante belum mencari ART?" Tanya Kesya, ia tahu bahwa Nyonya Mira sejak dulu enggak mencari Asisten Rumah Tangga, karena baginya mengerjakan semuanya sendiri itu lebih menyenangkan, meskipun ia bisa saja mengerjakan setidaknya sepuluh ART secara langsung.
"Mama gak pernah mau sayang, padahal aku juga udah nyuruh." Ucap Bian sambil menyendokkan makanan kedalam mulutnya.
"Sudah-sudah gak usah dengar omongan Bian, padahal dia sendiri tahu kalau Mamanya ini senang kerja. Sekarang ayo makan, Kesya. Habisin kalau bisa."
"Ih tante, nanti kalau Kesya gendut gimana."
"Gak bakalan gendut sayang kalau cuma sekali makan, paling begah." Kata Bian sambil memperlihatkan perutnya yang tertutup kemeja ungu formal.
Sementara itu Kesya menahan tawanya, entah sejak kapan Bian bisa berbicara seperti itu, terkesan lucu dan juga konyol. Mungkin jika benar-benar dekat dengan Bian, ia akan semakin mengenalnya. Tapi, jangankan dekat dengannya, mencari waktu untuk bertemu saja itu sudah sangat sulit. Sudahlah.
Kesya meneruskan makanannya dengan lahap. Kebiasaan dikeluarkan Bian adalah tidak boleh berbicara sebelum selesai makan, meskipun itu sangat penting, itulah alasannya Kesya hanya diam.
Masakan Nyonya Mira mirip sekalian dengan masakan Mamanya yang sudah lama tak ia rasakan. Mungkin beberapa kali saja jika mendapat libur atau memang ingin ia pulang kerumah.
"Jadi kapan kalian mau menikah?" Ucap Nyonya Mira sambil meletakkan peralatan makan diatas piring yang sudah kosong.
Sementara Kesya dan Bian hanya bisa saling tatap, mereka belum membicarakan hal itu begitu jauh, selama ini setiap bertemu hanya membahas soal, kesehatan, pekerjaan dan kegiatan mereka masing-masing.
Bian menggeleng.
"Kenapa Bian?" Sambung Nyonya Mira.
"Kami belum bahas sejauh itu, Ma." Jawab Bian lesu, meskipun pasti bukan itu jawaban yang di minta Nyonya Mira.
"Kalian sudah pacaran hampir dua tahun, karier sudah bagus, dan usia kalian sudah matang. Kenapa belum memikirkannya?"
"Bukan belum memikirkannya, Tante. Hanya saja kali belum membicarakannya, karena kami jarang bertemu." Sekarang Kesya yang menjawab dengan nada sama yang dilakukan Bian.
Kesya mulai ingat bahwa pertanyaan itu juga yang ditanyakan Mama dan Papanya saat menelphone beberapa hari lalu.
"Kalian bahas itu baik-baik, biar nanti tante yang bicara pada orang tua Kesya. Kapan pun kalian siap, acara pernikahan kami yang urus. Semuanya."
Keduanya mengangguk.
Saat tengah berbicara serius, suara pintu depan ditarik dan langkah kaki pelan berjalan mendekati ruang makan. Seorang perempuan muda, dengan dandanan kekinian tersenyum pada mereka semua. Renata, adik perempuan Bian. Seorang mahasiswi baru.
"Ada kak Kesya, malam kak." Ucapnya sumringah, lalu memeluk dan mencium pipi Kesya.
Kesya memang sudah akrab dengan Rena sejak pertama kali bertemu, apalagi dulu saat magang SMK pun di kantor tempat kerja Kesya.
"Malam juga. Rena dari mana?"
"Habis ngerjain tugas kak, sulit banget. Ternyata kuliah itu gak seenak yang dipikirkan. Nanti kak Kesya Bantuin bikin Desain produk ya,"
Belum sempat mulut Kesya membuka, Bian lebih dulu berucap. "Gak ada, kak Kesya kesini mau ketemu sama Kakak bukan menemani kamu bikin tugas. Lagian pulang sama siapa kamu?"
"Apa sih kak, jangan bawel deh. Aku di antar teman kok."
"Laki-laki apa perempuan?"
"Kepo, ih."
"Kakak potong uang jajanmu kalau kamu pacaran ya."
"Ma, kak Bian gitu." Rengek Renata pada mamanya yang sibuk membereskan piring. "Cowok, teman sekelas. Lagian bukan pacar, lagian taraf gebetan."
"Bodo, mau pacar, gebetan, teman sekelas. Tetap kakak potong uang jajanmu."
"Sudah gak usah berantem. Kalau dipotong kakakmu nanti Mama kasih. Sekarang Rena makan, Bian sama Kesya ke ruang tengah ya. Mama cuci piring dulu."
Lagi-lagi mereka hanya bisa mengangguk, membereskan diri, lalu Kesya dan Bian meninggalkan tempat makan itu dan berjalan menuju ruang tengah.
%%%
Pintu pagar itu baru saja ditutup, saat mobil yang Kesya dan Bian kendaraan keluar dari rumah itu. Acara makan malam selesai, dan jam sudah mulai melewati angka sembilan.
Saat mereka keluar, sepasang mata elang milik Kevano terus mengintai dari balik helm di samping rumah, ia duduk santai diatas motornya. Ia memang sudah menebak jika mobil yang berada dirumah itu milik Kesya, karena saat hendak keapartement, ia melihat mobil itu menjemput perempuan yang selalu dipanggilnya tante.
Kevano tidak tahu apa hubungan Kesya dengan pemilik Mobil itu, karena saat bertanya dengan Ruben, ia mengatakan bahwa tidak tahu-menahu bahwa Kesya memiliki seorang kekasih. Karena itu bukan masuk permasalahan nya.
Jikapun Kesya sudah memiliki kekasih, bukan berarti ia harus mundur untuk mendapatkan semuanya hal dari Kesya, termasuk dirinya. Ia mulai benar-benar jatuh cinta pada si tante, semakin cuek semakin menggodanya.
Meskipun sikap Kesya tidak begitu baik padanya, tapi ia akan terus berusaha membuat Kesya menyukainya, meskipun itu sangat sulit.
Sikap Kesya memang tidak mudah ditebak. Itu yang membuatnya semakin gemas.
Seperti kata pepatah, sebelum janur kuning melengkung masih ada jalan, meskipun sudah melengkung masih bisa diluruskan, dengan menyetrika misalnya.
Kevano menyalakan motornya, lalu membawa motornya berlalu dari sana, jika ia tak bergerak mungkin warga komplek akan mengira dirinya maling yang sedang mengintai.
Ada jadwal balapan malam itu untuknya, sebenarnya ia sudah tak ingin balapan lagi semenjak lulus SMA, karena jika tetap melakukan motornya benar-benar akan dia itu, tapi ada tantangan dari musuh lamanya. Dan meskipun itu motor mIlik Ruben.
Ia mulai melewati gang-gang kecil untuk mencari jalan tikus, karena balapan tidak dilakukan dijalan raya, hanya dilakukan dijalan lintas luar kota yang sepi. Di sana jarang ada polisi atau bahkan orang lewati, jadi meskipun bermain motor sekencang mungkin tidak ada warga yang protes.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
SEMANGAT VANO... AKU DUKUNG LO, BIAR LO IKUT JEJAK KU YG NIKAHI WANITA LBH TUA...
2024-01-18
0
Sulaiman Efendy
JGN2 RENA SATU KAMPUS SAMA KEVANO
2024-01-18
1
Lucki RM
betul kata kevano sebelum janur kuning melengkung masih bisa di tikung.
kalau gue tebak ntar pasti tu adiknya bian suka sama kevano.
2021-04-18
1