Bintani. Praja yang dikenal memiliki kasta tinggi. Sedangkan Mujiworo, semua orang sudah tahu kesohoran praja satu itu lantaran latar belakang ayah adalah pemuka sebuah sekte ternama. Mereka bertemu di ambang tangga area, saling menatap selama berbenah seragam pelindung, kemudian memasuki arena tarung. Aba-aba wasit dibuka, duel pun dimulai, keduanya seketika berburu kemenangan. Satu peraturan yang sama, menjatuhkan lawan sampai keluar garis merah yang ditentukan.
Brukkk!!!
Mujiworo terbanting hanya dalam beberapa jurus, bukan hanya keluar batas garis merah, tetapi hampir membentur kisi-kisi pagar besi. Tepuk tangan mengiringi kemenangan Bintani. Selebihnya, kebanyakan penonton kecewa karena duel tidak berlangsung lama.
”65 poin untuk Bintani dan 35 poin untuk Mujiworo!!!” seru Ketua Ranjo menyebutkan skor dari kedua praja itu.
Mujiworo membanting jirah pelindung, kesal akibat kekalahannya dalam kesempatan itu menunjukkan kemampuan pada semua orang. Sebaliknya, Bintani melempar senyum bangga ke berbagai penjuru penonton, namun sayang, banyak yang membalas dengan seruan serentak.
”Huuuh ...!!!” pertanda kurang senang menanggapi aksinya yang dipandang berlebihan.
"Jadi dia orangnya. Bintani selalu unggul," pikir Tamma. Menyaksikan dari posisinya.
”Giliran ke-tiga. Cabang pedang."
"Kali ini akan terpilih silang antara satu murid tingkat Praja Bumi dan dua Praja Muda!” seru Ketua Ranjo.
Semua praja berdebar-debar. Apalagi mendengar cabang duel kali ini tidak seperti biasanya, yaitu satu Praja Bumi melawan dua Praja Muda.
”Satu murid Praja Bumi yang terpilih adalah ...,” beberapa saat Ketua Ranjo mengacak ratusan lontar dalam gentong besar. Lalu diucapkan lantang satu nama paling terkenal.
”Bintani!"
"Bintani lagi? Dia terpilih dua kali?" begitu bisik-bisik orang-orang, redam dalam sorak dan tepuk tangan panjang dari penonton mengelu-elukan seorang praja terbaik dari tingkat Praja Bumi. Kalangan guru dan pelatih pun melempar senyum bangga padanya. Ketua Ranjo tidak ketinggalan melambai padanya sebagai dukungan.
”Raphali akan menghadapi dua Praja Muda, yaitu ...,” kalimat Ketua Ranjo berlanjut. Acakan lontar dalam gentong yang berbeda. Untuk sesaat, suasana hening memaku semua murid praja menunggu satu nama yang diundi.
”Raphali dan Tamma!” lanjut Ketua Ranjo disambut semua murid terperangah ke arah dua murid berdampingan di tribun bawah.
Tamma terkesiap setelah mendengar namanya dipanggil, tidak begitu berbeda dengan ekspresi Raphali yang berada tidak jauh dari posisinya. Ia sejak tadi mematung dan terdiam, sesekali melihat ke arah Tamma tanpa kata apapun. Dan Tamma juga membalas tatapan bisu.
Rasa penuh tidak yakin, dua murid itu keluar tribun dan menuju anjungan. Perlahan namun pasti, serentak tepuk tangan mengiringi langkah mereka menuju area paling mendebarkan.
Mendekati anjungan, pelatih memberikan jirah pelindung yang sama di tambah helm besi serta sepasang pedang seng untuk masing-masing dari murid itu. Lalu mereka memasuki pintu pagar besi, dan Bintani sudah siap berada di sana lebih dulu.
Tamma membalas tatapan praja senior itu, sesekali berpindah pada Raphali acuh tak acuh padanya.
”Duel dimulai!” seru Ketua Ranjo memberi aba-aba.
Sejenak saling memberi salam hormat dari ketiga murid itu mengawali duel.
Raphali mengambil posisi berseberangan dari Tamma. Selanjutnya masih dalam kuda-kuda, Bintani berada di antara Tamma dan Raphali. Serangan pertama dari pedang Raphali mampu dielakkan Bintani dengan mudah. Lebih dari itu, secepat bagaimanapun Raphali melancarkan jurus-jurus andalannya, namun Bintani maish cukup terllau tangguh untuk ditaklukkan. Sementara dua murid berbeda tingkat itu beradu jurus, Tamma terabaikan. Ia hanya memasang kuda-kuda tanpa penyerangan sedikitpun. Ada kikuk dirasakannya, harus mengambil serangan dari arah mana, tampaknya area duel itu telah dikuasai dua orang saja.
Tang!
Pedang seng Raphali terlempar dan nyaris melayang ke arah Tamma, tercengang ia ke arah pasangan duelnya melawan Bintani, praja itu tersudut sampai mendekati garis merah.
”Serang dia, jangan diam saja!” teriak Raphali dari posisi genting.
Tamma mendadak bingung. Bukan karena tidak ada kemampuan menyerang dengan beberapa jurus yang pernah dipelajari, melainkan tidak pernah bertarung sebelumnya. Apalagi di hadapan ribuan penonton dan harus dinilai oleh para juri.
”Serang dia!” seru Raphali sekali lagi sebelum terdorong ke belakang setelah Bintani menghujamnya dengan satu pukulan jitu. Padahal ia juga memakai jirah pelindung, tetapi rasa sakit pukulan Bintani mampu menembus hingga ke perut.
Brukk!!!
Raphali terbentur palang, kurang sejengkal saja menyentuh garis pembatas. Bintani yang belum sedikitpun terluka, menarik krahnya. Ketika ia akan meninjunya sekali lagi, sebuah gagang pedang persis mematuk lehernya. Tentu saja, pedang itu berasal dari Tamma yang mematung beberapa langkah di belakang.
Bintani menoleh padanya. Karena agak pusing akibat lemparan gagang pedang anak itu, langkahnya sempat gontai.
”Puh!” Bintani membuang ludah karena kesal sambil memegangi tulang leher belakang yang memar Dia berbalik arah pada Tamma dan berniat menyerang balik dan langsung menubruknya keras. Aksi baku hantam bergilir antara Bintani dan Tamma.
Satu hingga dua kali pukulan tanpa perlawanan menghujam Tamma.
Dug!!!
Satu tendangan Raphali dari jarak jauh meluncur, menghantam Bintani sampai terguling ke lantai marmer yang bening. Ada setetes darah menetes dari hidung. Bukan tanpa pengorbanan karena Raphali juga terjatuh setelah melayangkan satu tendangannya. Namun cepat-cepat ia bangkit kembali untuk menghadapi lawan mereka.
Suasana di area latih tanding sejenak tegang. Semua penonton tidak bisa memperkirakan akhir duel itu.
”Heaaaaa ...!!!” Bintani tidak tahan menunda duel lebih lama lagi. Tubuhnya yang kekar dan keluar otot-ototnya, sekuat tenaga dan gesit sekali meluncur, menubruk sekaligus mengangkat tubuh Raphali yang berusia 4 tahun lebih muda, sambil setengah berlari menuju tepian anjungan dan tidak cukup sulit melempar tubuhnya.
Pang ...! Brug ...!!!
Raphali terpelanting keluar arena tarung, terjerembab ke tanah kering disusul erangan kesakitan. Semua penonton yang menyaksikan itu tak mampu mengeluarkan suara. Tidak berapa lama kemudian, dua pelatih membawa Raphali dari sana. Sementara duel masih belum usai. Di arena anjungan, tinggal Bintani dan Tamma.
”Heeeeeaa ...!!!” Bintani memekik, lalu mengarahkan serangan tangan membabi buta dan bertubi-tubi. Lebih dari satu kali pukulan masuk ke tubuh dan wajah Tamma.
Terakhir, Tamma lagi-lagi ambruk. Spontan, terdengar lenguhan para penonton saat melihat aksi payahnya. Ia melihat ke sekeliling, betapa benyak dari mereka menggeleng-gelengkan kepala tanda kecewa sambil serempak menyerukan satu kata yang sama namun berulang-ulang.
”Menyerah ... menyerah ... menyerah ...!” mengangkat kepalan tangan.
Tanpa ampun, Bintani menyerang sekali lagi dengan cara yang sama. Dan kali ini Tamma menghadapinya dengan jurus yang sepintas lalu dilakukan Raphali.
Krak!!!
”Aaaagh!!!” Tamma menjerit. Satu tinju mendarat di muka namun lebih dulu dihalau dengan sikutnya. Tetapi fatal, lengan Bintani yang berlapis baja meretakkan persendian persendian lengan Tamma.
"Aaaaargg!!!"
Tamma mengerang sakit, sebelah tangan kanannya seketika mati rasa. Sorak riuh serempak penonton menggemakan kata ’menyerah’ untuk Bintani.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Ribut BY
apakah kelima saudara itu mereka..
lucu sekali mereka bertengkar😂😂
2022-08-05
3
Ribut BY
ladalahh
2022-08-05
3
anggita
Lorr En,,
2022-07-30
3