Hawa dingin merasuk jendela-jendela kamar yang terbuka. Sayup-sayup makin kencang, suara menggugah tidur nyenyak Baiyan. Selimut membungkus tubuhnya.
’Ini sudah pagi!’
Setengah sadar, seruan itu berkali-kali menggugah telinga Baiyan. Tetapi ia masih bergeming, sekalipun seseorang menyingkap selimutnya.
Brrrr!
Hawa dingin semakin merasuk, membuat tubuh Baiyan kembali meringkuk sampai membulat.
“Seperti udang! Bangun. Sudah pagi!” Kedengarannya, suara Tamma sejak tadi menggugah Baiyan.
Baiyan menggeliat malas, perlahan kelopak matanya yang berat melihat Tamma sejak tadi di sampingnya.
“Kamulah yang paling terakhir dan susah sekali dibangunkan! Entah siapa yang sampai bisa sabar membangunkan kamu selain aku?” Tamma sedikit mengomel.
“Di sungai kampung, tidak pernah ada yang membangunkan aku sampai ... aku terbangun sendiri ... Hoaaam! Aku biasa tidur sehari semalaman ...,” Baiyan agak meracau.
”Ini bukan kampung kita. Ayo bangun, Bay!” Tamma mengguncang pundak Baiyan lagi.
”Masih gelap … aku masih mengantuk,” suara Baiyan letih bercampur malas, lalu kembali menutup mata.
“Hei, jangan tidur lagi! Ayu segera bangun!” Tamma menarik kaki Baiyan.
“Sekarang sudah pukul 5, sebentar lagi gong pukul 6 berbunyi! Bangun!” Tamma memaksa Baiyan supaya lekas bangkit, tetapi belum berhasil juga. Rupanya Baiyan tak peduli dan matanya tetap terpejam rapat meskipun separuh tubuhnya keluar dari ranjang.
“Fuh …!“ Tamma kewalahan juga lantas seidkit mengancam, “Baiklah kalau begitu, aku akan meninggalkanmu di sini. Terserah kau mau bangun kapan saja.”
Tidak ada kata-kata lagi, Tamma keluar ruangan. Ia melangkah sepanjang koridor di pagi buta sekali. Belum sampai tikungan koridor, teriakan Baiyan memanggilnya. Tamma menoleh, temannya itu muncul dari pintu kamar sambil berteriak.
“Eh, Tamma, tunggu aku!” Baiyan bergegas menyusul Tamma sambil membawa peralatan dan baju mandi.
"Pemandian praja pasti penuh, kita ke telaga saja, lebih menyenangkan," Tamma pun sama membawa peralatan mandi.
"Mulai besok, jangan paling akhir bangun. Aku juga ikutan terlambat mengikuti kegiatan," Tamma sedikit mengomel.
"Baiklah, Tuan. Baik," Baiyan seakan memperlakukan Tamma majikan.
"Kau memanggilku Tuan, tapi seolah aku yang pembantu!" Tamma bersungut-sungut, "Mulai besok, aku tidak akan membangunkanmu. Belajarlah bangun pagi sendiri."
"Baik," Baiyan merangkul pundak Tamma.
Brrrr!
Hawa dingin terasa di ambang telaga. Kabut tepian telaga perlahan tersibak, nampak seseorang di sana yang sudah tiba duluan. Suara riak air terdengar ada tanda-tanda orang mandi sambil bersiul.
"Kau rupanya, Purwa. Sendirian?" Tamma melihat ternyata orang yang sedang mandi itu tidak lain adalah Purwa. Telaga luas, tampak beberapa praja mandi di sana. Namun sisi tepian di sebelah Tamma, Purwa sendirian mandi. Ia bersila seperti menghirup udara segar dari alam.
Tamma menginjakkan kaki ke air telaga. Anehnya, seharusnya dingin. Tetapi justru hangat, "Eh, kenapa airnya hangat?" Tamma heran, uap mengepul di permukaan air.
"Itulah mengapa, telaga ini airnya hangat pada saat pukul 4 sampai pukul 7 pagi. Aneh, tapi fenomena alam. Sayang sekali, kalian datang kesiangan," ujar Purwa.
Baiyan menyusul masuk tepian telaga. Tamma memasuki permukaan telaga yang bening sampai batas dada. Tiba-tiba sebilah telapak tangan dalam posisi 'padma', muncul di sebelah Tamma.
"Eh!" Tamma sedikit minggir, "Siapa itu?" pikirnya. Kemudian seseorang muncul dari permukaan air, kedua lengan bertekuk rapat dan tapak bertemu di depan dada. Ternyata Raphali. Kedua matanya terpejam.
"Dia bertapa di telaga sejak pukul 4," kata Purwa. Tamma mengamati pergerakan Raphali bergeming di air. Rambutnya basah kuyup tergerai panjang sebahu. Otot-otot tubuhnya segar bugar.
"Aura Pagi ...."
"Menyatu padulah dalam jiwa dan tubuh sejatiku."
Komat-kamit bibir Raphali menyebut perlahan kalimat itu.
"Mantera apa itu?" Tamma memperhatikan saja Raphali persis di depannya.
"Tamma, cobalah sentuh dia, kau akan tahu seberapa sakti tubuhnya anti sentuh," Purwa datar bicaranya namun kelihatannya serius. Malah dikiran becanda. Tak ayal lagi, Tamma tergerak segera menyentuh pundak Raphali dengan ujung telunjuk.
Rrrrrrtss...
"Aw! Apa ini?" Tamma tersentak mundur, jemarinya sedikit dikibas-kibaskan, "Kenapa menyengat?!" Tamma melihat uap muncul tipis di sekujur tubuh Raphali setengah berendam di air telaga.
"Sudah aku bilang, dia sakti! Ha ha!" Purwa tertawa dan keluar dari tepi telaga, lalu berbenah diri mengenakan baju.
"Aku duluan," ujar Purwa.
"Eh," Tamma melihat Purwa meninggalkan telaga. Kemudian pandangan Tamma beralih ke posisi Raphali, ternyata dia juga keluar dari telaga, berbenah pakaian pula. Barulah Tamma sadar paling tertinggal.
Tamma menoleh kanan kiri, "Baiyan, di mana kamu?" sekeliling sudah sepi nampaknya. Pagi cerah, sang Surya kian menerangi sekitar telaga. Suara mendengkur menjawab Tamma.
"Hah? Baiyan!" Tamma terkejut melihat sosok Baiyan berendam di tepi telaga namun dalam keadaan tidur.
"Baiyan!"
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Oded Manggala
🙏🙏🙏
2022-03-01
3
Oded Manggala
💪💪💪
2022-03-01
3
Oded Manggala
👍👍👍
2022-03-01
2