’Ksatria mati. Raja menari.
Pukul Babi Jantan.'
Suasana malam sunyi senyap, tanpa suara apapun kecuali gema gong dipukul dua kali, diiringi sebait puisi berkumandang. Kelam mencekam, larut malam berselimut kabut lebih menakutkan siapapun yang terjaga. Itulah yang terjadi pada Tamma, bersama Baiyan dan Purwa, menginap di Graha Pengobatan, setelah berpekan-pekan dihujat lelah. Namun ia tak bisa tidur nyenyak.
Tamma termenung di pembaringan. Cahaya remang-remang. Pandangan menerawang ke langit-langit. Sesekali ia menengok Baiyan.
“Dua belas kali dalam sehari, penjaga mengitari istana, mengumandangkan syair-syair bersamaan tabuhan gong," ujar Tamma sendirian.
"Dua belas kali pula mereka melakukan itu pada malam hari. Aku benar-benar tidak bisa tidur. Bagaimana denganmu, Bai?“ tanya Tamma mengamati punggung Baiyan.
Tubuh Baiyan melingkar di balik selimut mulai dari ujung kaki sampai kepala. Tidak ada tanggapan darinya selain dengkuran lembut. Tidak salah lagi, rupanya dia memang sudah terlelap sejak tadi.
“Puisi-puisi aneh …,” gumam Tamma.
“Bukan puisinya yang aneh, tetapi itu pertanda waktu ...,” sebuah suara dari pembaringan sebelah lainnya. Tamma terkejut, ada yang belum tidur juga. Ternyata, Purwa terjaga di dipan sebelah, bersandar di bantal.
“Belum tidur juga rupanya?” tanya Tamma lega, ternyata masih ada yang senasib tak bisa tidur malam itu, "Apa yang membuatmu gelisah?" tanya Tamma tanpa beranjak dari pembaringan. Mereka sama-sama bersandar di dipan masing-masing.
“Serapat apapun mataku terpejam ... tetapi pikiranku tidak,“ jawab Purwa sekedarnya.
“Hei, apa maksudmu ... itu pertanda waktu?“ tanya Tamma, ingat kalimat Purwa sebelumnya.
“Rupanya kamu belum hafal tentang waktu. Tanapura memiliki sistem penanda waktu. Para penjaga bertugas mengawasi waktu, menabuh gong ketika saatnya tiba, juga membacakan syair-syair legenda," jawab Purwa menjelaskan.
“Hafalkan ini," kata Purwa, lalu merentangkan sepuluh jari, mulai menekuk satu-persatu sebagai hitungan.
Ayam jantan, pukul 4 pagi
Ayam Betina, pukul 5 pagi
Biyan Padi, pukul 6 pagi
Merpati Sepasang, pukul 7 pagi
Kera Bakul, pukul 8 pagi
Macan Wulung, pukul 9 pagi
Singa Putih, pukul 10 pagi
Singa bersarang, pukul 11 siang
Naga Laut, pukul 12 siang
Naga Terbang, pukul 1 siang
Naga Sakti, pukul 2 siang
Elang bukit, pukul 3 sore
Hiu Tarung, pukul 4 sore
Ular Betina, pukul 5 sore
Angsa Ngapung, pukul 6 sore
Elang Klawu, pukul 7 sore
Kadal Bersolek, pukul 8 malam
Naga Mimpi, pukul 9 malam
Babi Jantan, pukul 10 malam
Tikus Nyanyi, pukul 11 malam
Tikus Nyarang, pukul 12 malam
Serigala Wiru, pukul 1 malam
Serigala Bulan, pukul 2 malam
Serigala Menari, pukul 3 malam
"Dalam sehari semalam, terdapat 24 tanda waktu, mengerti?” kata Purwa mengakhiri penjelasannya dengan senyum kecil, terlebih melihat ekspresi muka Tamma bingung.
"Wah, kau menghafal semuanya?" Tamma takjub pada Purwa.
”Begitu banyak pertanda waktu, belum lagi beragam puisinya ...,” Tamma garuk-garuk kepala bukan karena gatal. Kewalahan juga setelah mendengar penjelasan Purwa yang sangat cepat menghafal semua itu.
“Mengapa puisi-puisinya berkisah tentang Ksatria dan Raja?”
“Sekarang bulan Honggura, bulan sejarah para Ksatria. Tiga puluh hari penuh dalam bulan ini akan mengisahkan puisi tentang Ksatria dan Raja,“ jelas Purwa. Tamma manggut-manggut.
“Jadi, setiap bulan akan berbeda puisinya?” Tamma menyimpulkan dan Purwa mengiyakan sambil mengangguk kecil.
“Lalu, maksud puisi-puisi itu?” tanya Tamma lagi.
“Banyak artinya, tergantung orang masing-masing menafsirkannya. Ada yang menganggap puisi-puisi itu sebagai kiasan, renungan, selain ada juga yang mendengarnya sekedar kisah atau hiburan,“ Purwa bersandar.
“Hiburan? rasanya aku tidak terhibur oleh puisi pukul Babi Jantan," ujar Tamma.
“Maksudmu puisi pukul 10 malam tadi?” tanya Purwa memastikan. Tamma pun mengangguk.
“Ksatria mati. Raja menari," jawab Tamma.
“Pengorbanan. Maksudnya adalah pengorbanan seorang pembela sejati untuk negeri dan raja, rela gugur demi berlangsungnya negeri yang makmur. Ksatria gugur, Raja berkuasa," kata Purwa menjelaskan.
“Kamu sangat pandai mengartikan puisi. Bisakah kau ceritakan tentang puisi-puisi lain?” pinta Tamma.
“Tidak semua puisi aku dapat mengartikannya, tetapi ... aku kenal puisi-puisi bagus," balas Purwa.
“Ceritakan yang kau tahu saja,” pinta Tamma, kali ini beranjak ke dipan Purwa. Tampaknya, Tamma tertarik tentang puisi.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Ribut BY
perang akan segera dimulai !!!
2022-08-02
4
Ribut BY
Asyik....lanjutkan💪💪💪
2022-08-02
4
JWT Kingdom
👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍
2022-05-27
3