”Baiyan, aku mendukungmu!!!”
Seorang murid berjejal dan meneriakinya dari arah tribun.
”Purwa!" Baiyan melempar senyum cemas ke arah murid itu, tidak lain adalah Purwa. Dia sudah berpacu pada giliran sebelumnya.
”Semakin ngebut semakin seru, aku sudah buktikan itu! Skorku 5 nilai hitam!” seru dia lagi. Angka itu membuat Baiyan ngeri.
”Jangan lupa! Semakin cepat semakin seru!” teriak Purwa sekali lagi sebelum tenggelam dalam murid-murid berjejal sepanjang tepian jalur pacu. Tamma dan murid-murid kelas Kancil lainnya, ikut merapat di tepian jalur untuk menyaksikan teman-teman mereka.
Baiyan memasuki jalur pacuan. Palang besi dibuka, seekor kuda hitam paling besar di posisi 7 telah siap di sana untuknya.
Baiyan memperhatikan seekor kuda hitam di hadapannya, jika dibandingkan dengan yang lain, kuda ini yang paling besar.
”Beruntung, kau mendapat kuda kerajaan!” seruan seseorang peserta di sebelahnya, teredam riuh siul murid-murid yang menonton, berbaur sorak dari arah tribun.
”Kuda kerajaan?” Baiyan memperhatikan baik-baik, kuda hitam tinggi besar posisi 7. Di jalur sebelah, hanya terpisah palang sekat pembatas masing-masing jalur. Semua peserta mulai menaiki punggung kuda masing-masing, terkecuali Baiyan masih kebingungan.
Peserta di jalur sebelah, sudah naik ke pelana kuda, ”Gunakan pijakannya untuk naik!” serunya untuk sekedar memberi contoh pada Baiyan seperti yang dilakukan peserta lain.
Baiyan benar-benar tidak tahu cara menunggang kuda. Ini pertama kali. Ia mengikuti seperti yang dikatakan peserta itu.
Hup!
Agak susah, akhirnya Baiyan kini berada di punggung kuda. Ini pertama kali ia naik kuda, tentu membuatnya gugup. Apalagi kuda hitam ditumpanginya bergerak-gerak, Baiyan tak seimbang. Sesekali dilihatnya ke arah penonton, Tamma dan teman-teman tim kancil meneriaki semangat dari sana.
”Pacuan Kuda segera dimulai! Bersiap-siaplah!!!” aba-aba pertama wasit berseru. Sepuluh peserta pacuan kuda, memasang ancang-ancang.
”Mulai setelah hitungan ke-tiga!!!”
Ketegangan semua penonton mengalihkan suasana riuh menjadi agak sunyi.
”Satu ... dua ... tiga ...!” tepat pada hitungan terakhir, pintu jalur terbuka dan semua kuda tunggangan lepas. Derap kaki-kaki kuda berkejaran. Sorak riuh penonton kembali membahana.
Awalnya, Baiyan memimpin di urutan terdepan karena beruntung mendapat giliran kuda paling cepat dan unggul, tetapi apapun hasilnya nanti tergantung dari kemampuannya sendiri.
Sayang sekali Baiyan tidak pernah pengalaman berkuda, sehingga semakin cepat kuda itu membawanya lari, membuatnya tidak bisa mengendalikannya. Tali kekang terlepas mengakibatkan tubuh Baiyan berguncang oleng, ketika melewati tikungan terlempar.
Bug ...!
Hantaman keras keluar jalur, Baiyan terkapar. Kudanya melesat pergi. Suara teriak penonton meredup.
.....
Angin sepoi-sepoi berhembus segar di antara kisi-kisi jendela bangsal pengobatan. Tampak beberapa pasien di ruangan yang sama dan dijenguk teman-teman mereka dari kelas masing-masing. Sementara di pembaringan sepi, Baiyan duduk termenung, memikirkan kejadian yang nyaris membunuhnya.
”Aduh ... duh ...,” desahnya bercampur kesakitan merasakan kening dan lengannya yang berbalut. Tidak lama berada dalam kesendirian, dua orang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang.
”Bagaimana keadaanmu, Bay?” sapa Tamma diiringi Purwa di belakangnya.
Baiyan di pembaringannya tampak lemas, ”Sakit sekali ...,” rintih dia untuk ke sekian kali dalam kesepiannya sebelum mereka datang.
”Semakin cepat semakin asyik apanya? Kalau tahu kejadiannya seperti ini, aku tidak akan berpacu kuda!” cemberut Baiyan pada Purwa menghias muka pucat.
”Aku tahu yang terjadi padamu tidak mulus. Mungkin karena ini pertama kalinya kau berpacu kuda. Seharusnya katakan saja pada pelatih jika kau tidak mau berkuda hari itu, mereka tidak akan memaksa,” anjur Purwa meskipun sudah tidak ada gunanya lagi, toh Baiyan saat ini telah terbaring sakit.
”Lalu, bagaimana dengan nilaiku?” tanya Baiyan beralih pada Tamma.
”Maaf, nilaimu kosong untuk berkuda,” jawaban Tamma membuatnya murung dan sedikit kesal. Tamma menyodorkan buku hijau milik Baiyan.
”Apa?! Sudah sakit, nilai kosong!” pekik Baiyan, membuka-buka lontar nilai harian, terpampang kosong isinya.
”Kita masih beruntung karena mendapatkan nilai putih pada pelajaran perakitan senjata tempo hari, paling tidak ...," ujar Tamma, belum selesai bicara, Baiyan menyela
”Nilai Putih?!” Baiyan terkejut mendengar, "Ya ampun, dua nilai gagal pada dua mata pelajaran."
”Paling tidak, kita mendapat nilai,” lanjut Tamma. Baiyan sangat kecewa melihat tanda putih di satu kotak isi lontar. Ia geleng-geleng kepala. Sebaliknya Tamma tersenyum lebar.
”Kamu senang mendapat nilai putih?” Baiyan menghela nafas.
”Hargailah. Itu usaha kita sebaik-sebaiknya,” lanjut Tamma.
”Lalu, bagaimana dengan nilai berkuda-mu?” tanya Baiyan beralih pada pelajaran itu.
”Kosong. Aku tidak ikut," jawab Tamma tersenyum getir.
”Mengapa begitu?” Baiyan heran.
”Mmm ... Dia meninggalkan latihan berpacu kuda karena harus menjagamu sampai sore,” justru Purwa menjawab kali ini.
”Kamu terjatuh. Kudanya terus berlari, tetapi tubuhmu terlempar keluar lintasan pacuan. Pelatih membawamu ke Graha Tabib, lalu aku dan Purwa menjagamu. Jadi, terpaksa aku meninggalkan pelatihan berkuda,” jelas Tamma mengingat kejadiannya.
”Maaf, aku menyebabkan nilaimu jadi kosong,” ujar Baiyan jadi kecewa.
”Tidak masalah, lain kali aku bisa mengikuti ujian berkuda lainnya," balas Tamma.
”Kamu, Purwa ... bagaimana tentang nilai-nilaimu selama ini?” tanya Baiyan.
”Aku pemula. Nilai hitam untuk berkuda, nilai merah untuk perakitan senjata, dan nilai putih untuk sastra, bahasa dan menghitung,” jawab Purwa angkat bahu menandakan bahwa dia telah mendapatkan ala kadarnya.
”Cukup bagus. Ternyata, kamu bisa lebih baik dariku,” Baiyan memuji sekaligus ingat kejadian saat dia tidak sengaja mengejeknya.
”Purwa ...,” Tamma menyodorkan kepalan tangan pada Purwa dan Baiyan.
Purwa membalas dengan kepalan tangan pula. Tamma dan Baiyan menyertai kalimat hangat, ”Kamu adalah sahabat kami.”
”Jangan khawatir. Jika ada yang mengejekmu lagi, maka aku tidak tinggal diam, sekalipun Baiyan yang akan melakukannya,” kata Tamma menenangkan Purwa.
"Ingatkan aku untuk memukul diriku sendiri jika kelak berani mengolok dirimu lagi," imbuh Baiyan. Purwa pun tersenyum ringan mendengarnya.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
ヒダヤンティ アルファ
🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏
2022-05-27
3
ヒダヤンティ アルファ
aku cantik.... 😝😝😝😝😝
2022-05-27
3