Kabut tipis menyelimuti ombak. Gemercik riak air bertemu dinding perahu pohon melintasi kesunyian perairan. Tiga sosok manusia di atasnya. Hening suasana pagi buta, remang-remang, sang surya mulai menampakkan diri.
Angin dingin berhembus merasuk hingga tulang. Rintik hujan masih tersisa di antara kabut perlahan menipis dari pandangan mata. Perahu pohon melintas tenang terombang-ambing di atas permukaan air. Suasana sunyi sekitarnya, nyaris tanpa ombak. Terlalu hening setelah badai melanda semalam. Wajah letih lelah ketiga sosok manusia di atas perahu. Dua laki-laki, satu perempuan.
Sepasang mata sembab, perlahan melirik ke samping kanan dan kirinya.
"Sudah terbit ...," suara lirih salah seorang dari ketiga manusia di atas perahu, menggugah kebisuan di antara mereka.
"Tamma."
Seseorang yang dipanggil dengan nama itu, bergeming saja. Kecuali sedikit menoleh pada gadis di sebelahnya, Niratih. Ia menyentuh pundak Tamma. Duka mendalam masih tersirat di wajahnya, seakan ia tak ingin hidup lagi. Enggan bicara namun awas mata Tamma penuh siaga dalam kondisi pagi buta seperti saat itu.
"Tamma, kita semua kehilangan Alas Roban," kata Niratih di sebelah Tamma, berusaha menguatkan diri.
"Niratih, aku baik-baik saja," ujar Tamma lirih. Merogoh sebentar dari kedalaman dadanya, kristal berkilau tampak berkilatan menyala dan meredup lagi.
"Apakah kita sudah dekat dengan daratan?" Niratih di sebelahnya membuka suara. Ia menoleh sebentar ke segala arah meskipun yang tampak hanya lautan luas seakan tanpa tepi.
"Kandil-mu ragu menentukan arah kita!" kata seseorang lagi, semula ia berdiri di bagian depan perahu, bergerak ke sebelah Tamma.
Dia, Baiyan. Serius tatap matanya ikut memperhatikan kristal bintang di telapak Tamma. Sejak tadi digoyangkan-goyangkan, namun tak menunjukkan cahaya yang jelas.
"Apa mungkin kita semakin menjauh dari tujuan, padahal aku melihat sekilas cahaya Kandil mengarah ke sana," Niratih berkesimpulan lain. Suaranya terdengar gemetar dalam keadaan menggigil kedinginan. Belum lagi bibir dan sekitar bawah matanya yang berkelopak sipit, tampak membiru pucat.
"Celaka, kamu berubah wujud!" Baiyan menangkap keganjilan sepintas memperhatikan wajah Niratih yang aneh.
"Aku manusia! Wajahku saja yang tidak lazim, bukan berarti akan berubah wujud, ini karena aku kedinginan!" Niratih membela diri dan mukanya berubah masam.
"Manusia mana? Jawata? Mungkinkah selama ini, ada manusia Jawata yang tinggal di Alas Roban selain ...?" Baiyan membungkam mulutnya. Agak heran menurut pikirannya tetapi saat tanpa sadar telunjuknya mengarah pada Tamma, temannya itu pun sesaat melirik dari dinding haluan perahu sebelum ia kembali serius pada Kandil.
"Selama ini, aku mengira bahwa kamu penghuni asli Alas Roban," Baiyan canggung dan mengalihkan pembicaraan seolah tidak melihat Tamma. Namun justru Niratih tersindir.
"Mungkin saja kamu Manusia Kera!" lanjut Baiyan, dibalas Niratih melotot padanya.
"Aku ini manusia!" Niratih, gadis dengan wajah menyerupai kera, menghardik keras.
"Ssst, jangan berisik," Tamma menyela pembicaraan Baiyan dan Niratih. Caranya menatap seperti mengajak keduanya untuk menyusul ke haluan perahu. Seakan mendapatkan tanda-tanda situasi alam tak terduga.
"Lihatlah ke sana!" Tamma menunjukkan sesuatu di depan mata ketika perahu melintasi puing-puing kayu mengapung. Niratih dan Baiyan terperangah menyaksikan kondisi sekitar perairan porak poranda. Seperti bekas kapal hancur telah terjadi sebelum perahu mereka melintas di sekitar itu.
"Apa orang-orang laut yang telah menyebabkan semua ini ini?" Niratih merasa ngeri melintasi puing dan asap sisa kobaran api, mengapung di segala arah. Semakin perahu yang mereka tumpangi membelah pecahan kayu.
"Tidak mungkin orang-orang laut mencapai kawasan ini ...," Tamma mengingatkan itu sebagai jawaban, "Perairan yang kita lalui ini, jauh di luar kawasan Alas Roban."
"Lihatlah! Apa itu yang mengapung!" Baiyan menunjuk sesuatu. Tampak tubuh-tubuh kaku, terkatung-katung di permukaan air tenang. Cuaca menyisakan gejolak badai semalam, langit pun tampak sedikit mendung. Jasad-jasad mati tak terhitung jumlahnya, semakin banyak terlihat oleh mata, ketiga manusia di atas perahu melintasi perairan.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
kesatria lembah manah
☕👍👍
2022-07-21
2
anggita
cover novelnya keren juga👍👌, mirip" candi prambanan.
2022-05-22
2
JWT Kingdom
yuhuuuu... 😁😁😁😁😁
2022-05-11
2