Paduka Jayasinggih terpaku di tempatnya berdiri. Sebait syair aneh dalam bahasa tak dimengerti sama sekali. Demikian empat algojo mematung, juga penjaga di kanan kiri Paduka. Semua orang mendengar lantunan syair itu seakan tersihir. Putri berdiri di tingkat menara beserta prajurit-prajurit di sana, semuanya terserap kesadarannya. Secepat itu, semua mata yang menyaksikan seolah tersengat kebisuan.
Nada-nada sedih dari lantunan bocah itu terdengar mengalir seiring angin menyeruak.
”Pasukanku akan datang!” teriak lantang Bocah Neraka mengucap kalimatnya berkali-kali.
”Pasukanku akan datang!”
Tiba-tiba suara mendesis muncul dari permukaan tanah berpasir, muncul gerakan melingkar dari mana-mana. Kaki-kaki penjaga di kanan kiri Paduka, sampai terjingkat-jingkat. Gerakan-gerakan di tanah semakin menunjukkan makhluk apa di baliknya.
”Ular!!!”
”Ular!!!”
Teriak penjaga-penjaga di dekat Paduka. Mereka sibuk menyabetkan pedang masing-masinh ke tanah di sana-sini. Tak terhitung ular-ular muncul dari tanah dan kian bertambah jumlahnya.
”Ular!!!”
Suara riuh di tengah arena, memancing penasaran orang-orang menyaksikan dari arah tribun dan menara.
”Ulaaar ...!!!”
Teriak mereka histeris. Seketika pecah para penonton berhamburan.
”Jangan biarkan dia melantunkan sihir ...!!!” teriak tegas Pria berjubah hitam, segera ambil tindakan. Namun sesuatu lebih menyita perhatiannya lebih dulu.
Tiba-tiba angkasa menjadi gelap. Bayang-bayang makhluk melesat dari langit dan berseliweran di atas arena gelanggang.
”Hentikan!!!” bentak Paduka Jayasinggih menggencat alunan dinyanyian bocah itu.
”Heaaah!!!” ia melayangkan pedangnya ke tanah. Bermaksud menggertak si Bocah meringkuk. Sepasang matanya mengintai ke angkasa.
Langit semula terik berubah mendung dalam waktu singkat. Senyumnya terulas harapan mengerikan dan segera berbalik menteror semua orang di tempat ini.
Paduka Jayasinggih merasa situasi mengancam dirinya. Semua usahanya terasa percuma hari itu. Bayang-bayang makhluk berseliweran di angkasa, menyingkap ingatan rahasia di balik mendung langit-langit Kakilangit. Suatu kejadian lampau diceritakan segelintir angin dan pohon.
Suara menggelegar mengejutkan semua orang menjadi panik. Suara-suara itu muncul bersamaan tanah berguncang dan retak, ular-ular besar keluar dari bumi.
Kaaaarghhhh ...! Ssshaaaa ...!
Desis dan jerit ular bergerak cepat ke tengah arena. Orang-orang di sekitar tribun dan menara berlarian tak tentu arah, menjauhi tempat itu sehingga menjadi sepi. Tertinggal sekelompok saja mereka di tengah area eksekusi.
Bocah Neraka melantangkan kalimatnya.
“Dunia Bawah dan Pasukan Ular milikku, tak akan pernah memilih tubuh dengan jiwa yang rusak, berdiri di balik tubuh Pengkhianat Bangsa!” tatap tajam bocah itu menjurus pada Paduka Jayasinggih beringsut mundur, bersembunyi di balik perlindungan lingkar barisan penjaganya.
”Seorang hamba yang lupa diri. Kamu pengkhianat. Seorang abdi yang merebut tahta Tuan-mu!” teriak lantang bocah itu menggema ke penjuru tempat itu. Disusul suara-suara menggelegar dari langit.
Roaaargh ...! Roaaargh ...!
Entah itu makhluk apa, tiba-tiba muncul bayang-bayang bersayap.
“Bocah Neraka! Tidak terampuni!” teri Paduka Jayasinggih geram, emosi tertahan di ujung gigi berapi-api.
”Matilah kamu!” teriak Paduka Jayasinggih menghentakkan kaki, berancang-ancang hendak mengerahkan pedang di tangannya. Pria berjubah hitam dan para algojo mundur sebentar sambil sibuk melindungi Paduka. Sementara ular-ular raksasa menyerbu sekeliling mereka. Sedangkan dari angkasa, pasukan burung-burung besar dan ganas, tak terkendali, menyambar orang-orang tengah berlarian untuk menyelamatkan diri dari menara. Jerit manusia dan burung-burung raksasa memekakkan telinga. Tubuh-tubuh manusia tersambar dan terlempar jauh.
“Hawaks ...!” teriak penjaga-penjaga benteng menyadari kehadiran burung-burung raksasa berbadan setengah ular. Terompet tanda bahaya menggema.
“Pasukan panah!” teriak masing-masing pimpinan penjaga, mengatur barisan yang kocar-kacir. Ratusan panah diluncurkan. Namun kulit Hawaks sekeras lempengan besi dengan cakar-cakar sangat kuat. Sekali menyambar manusia dan mencengkeram sulit terlepaskan. Paruhnya mampu menyemburkan hawa panas dan melepuhkan kulit manusia. Prajurit-prajurit itu kewalahan. Situasi kacau balau makin menggila. Pilar benteng diterjang Hawaks dan sebagian dinding roboh.
Secepat mungkin pasukan pemanah menggantikan barisan prajurit.
“Andoors ...!,” teriak pimpinan pasukan meneriakkan komando, kemudian ribuan panah besi menyerang angkasa bertebaran burung-burung raksasa.
Singkat saja, makhluk-makhluk Hawaks menjauh dari langit-langit sekitar. Namun cukup mengguncang pelataran gelanggang eksekusi. Rintik hujan berbaur angin dingin berhembus, penampakan sesosok Hawaks paling besar, hitam legam, menyambar sisi bangunan menara.
Kraaaaargh ...!
Suara Hawaks memekakkan telinga. Makhluk itu bertengger di ujung menara tertinggi, meraung panjang seakan menantang manusia. Sementara di bawah, ular-ular memporakporandakan dataran gelanggang.
Pria berjubah hitam bertahan, memungut pedang tergeletak sedapatnya dan menebas kepala-kepala ular membabi buta. Demikian orang-orang prajurit yang mengawal Paduka Jayasinggih.
”Mundur! Lindungi Paduka ...!!!” teriak pimpinan prajurit. Lelaki Penguasa Kakilangit itu segera naik ke kuda untuk menyelamatkan diri. Ia melesat kabur bersama kuda tunggangannya.
Angin berhembus. Hujan dalam pusaran badai angin melingkupi tempat itu.
Bocah Neraka. Dunia menyebutnya demikian.
Hari berganti, angkasa di Kakilangit seperti tak pernah berhenti mendung hingga beberapa tahun terakhir. Hujan terakhir pada dekade kalai itu menyisakan kisah turun-temurun. Pohon-pohon habis meranggas, daun-daun kering terhembus angin. Ketika malam menjelang, ngeri mencekam dan menghantui warga Kakilangit. Bocah Neraka penuh dendam. Dia belum mati, tetapi menjadi hantu yang menteror ketenangan semua orang.
Bocah Neraka. Pembantainya para pembantai. Pembawa petaka dari kegelapan Dunia Bawah.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Nikodemus Yudho Sulistyo
Jujur, ini awal yg baik. tidak bnyak yang memulai dengan tema 'sastra' dan cenderung langsung ke 'ilmu kanuragan' atau politik ketatanegaraan. Semangat. selalu saya dukung.
2022-11-21
1
Na Gi Rah
penerus ANDRILOS telah datang mengunjungi tempat ini juga dapat membaca cerita ini. tetep semangat dan terus belajar
2022-08-07
5
Aris Pujiono
keren lanjut
2022-07-30
5