Rencana Alya masih berlanjut setelah 3 hari yang lalu berhasil membuntuti Belva ke rumah besar itu. Alya tak tahu apakah itu rumah yang ditinggali oleh Belva atau bukan karena tidak ada informasi yang jelas mengenai hal itu.
Alya sudah menyuruh seseorang untuk mengintai rumah besar yang didatangi njya kemarin. Di pinggir jalan tak jauh dari rumah Tuan Hector, sebuah mobil berwarna hitan dengan plat yang tak terlihat karena menggunakan bingkai plat mobil berwarna gelap. Dua orang di dalam mobil itu siap mengintai penghuni rumah yang keluar masuk.
"Benar ini alamat nya kan ?" Tanya si pengemudi mobil.
"Benar bos, ini sesuai alamat yang dikirim bos besar." Ucap anak buah si pengemudi mobil.
"Mana lihat foto nya." Si pengemudi mobil merebut ponsel anak buah nya dan melihat wajah cantik di dalam layar ponsel itu.
"Cantik juga... Malah lebih cantik dari si Alya itu." Jiwa muda nya saat melihat gadis cantik berkobar.
"Oke kita tunggu." Gumam si pengemudi mobil.
Tak lama pagi-pagi pukul 06.00 Belva keluar dari gerbang rumah besar itu dengan membawa tas anyaman plastik yang biasa dibawa bibi Marni berbelanja di pasar.
Pagi ini Belva membantu ART untuk berbelanja di pasar dekat rumah Tuan Hector. Dengan berjalan kaki saja sudah bisa sampai di pasar tradisional itu.
Sebelumnya para pekerja Tuan Hector melarangnya tapi Belva benar-benar bisa meyakinkan mereka bahwa dirinya baik-baik saja karena hanya berbelanja di tempat yabg dekat.
Berjalan menyusuri pinggir jalan setelah keluar dari gerbang rumah besar Tuan Hector. "Hmm... Segar sekali pagi ini, sudah lama sekali aku jarang keluar pagi-pagi seperti ini ke pasar." Gumam Belva lirih menikmati udara pagi hari.
Sudah sejauh 500 meter Belva berjalan menjauhi dari rumah besarnya. Tapi tiba-tiba ada mobil yang berhenti di sampingnya. Mobil warna hitam yang tak dikenalnya. Belva tak menghiraukan mobil tersebut. Terus berjalan dengan pikiran yang mulai waspada.
Dua orang pria keluar dari mobil dan mendekati Belva. Mereka memaksa Belva, menarik berlva untuk memasuki mobil.
"Aaaa... Tolong..!! Tolong...!! Lepaskan aku !! Tolong..!!" Teriak Belva histeris mengetahui dirinya akan menjadi korban penculikan pagi ini.
"Ayo masuk !!!" Bentak si pria pengemudi tadi.
"Lepas !!! Siapa kamu !! Toloongg..!!" Bwlva terus meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari kedua pria yang mencekal tangan nya.
Satu wanita melawan dua orang pria, apakah Belva sanggup ? Tenaga dua pria itu bahkan sangat kuat tapi Belva tetap terus berusaha melawan dengan menendang tulang kering anak buah penculik itu.
"Aow... Aduuh..!! Sshh... Kaki ku." Cekalan terlepas saat rasa berdenyut menjalar di kaki nya. Tangannya kini berpindah memegang lutut nya.
Belva pun ikut meringis karena kaki nya juga berdenyut akibat menendang kaki penculik itu. "Sialan... Ayo ikut !!" Bentak si pengemudi dengan menyeret kasar Belva. Terseok-seok Belva terseret oleh orang tersebut.
Mereka sudah mendekati mobil, saat akan mendorong masuk Belva tiba-tiba, seorang pria bertubuh gagah dan kekar menghajar penculik itu dari belakang. Alhasil si pengemudi yang menarik tangan Belva melepaskan tangannya dari tangan Belva.
Belva segera menjauh, tubuh nya bergetar akibat ketakutan. Degup jantung nya berdetak kencang akibat takut dan pergerakan yang menguras tenaga.
Pria yang membantu Belva adalah Roichi yang sedang berolahraga dengan berlari keliling komplek. Tenaga Roichi ternyata cukup kuat, dan ilmu beladiri nya cukup bagus. Dia menghajar kedua penculik itu tanpa ampun hingga mereka babak belur.
Tersungkur di atas aspal kedua penculik itu tak berdaya. Roichi hendak menghubungi anak buah nya yang berjaga-jaga di rumah Tuan Hector untuk menyusul nya di tempat kejadian perkara. Roichi menghubungi anak buahnya sambil menghampirinya Belva yang sudah terduduk lemas.
"Nona... Nona tidak apa-apa ? Tidak ada yang terluka ?" Tanya Roichi khawatir pada Belva. Tapi perempuan cantik itu hanya mengangguk dengan tatapan kosong. Sambungan telepon belum juga diangkat oleh anak buah nya.
Dirasa lawan nya tengah dalam keadaan lengah, kedua penculik itu berusaha bangkit dan masuk ke dalam mobil untuk kabur.
"Hei...!! Mau ke mana kalian !! Jangan kabur !!" Teriak Roichi saat mendengar suara pintu mobil tertutup keras. Panggilan telepon nya ditutupnya seketika.
Tak menghiraukan suara teriakan Roichi dua orang tersebut langsung saja bablas menancap gas kabur dari Roichi.
"****...!!" Umpat Roichi. Penculik yang sudah berhasil di lumpuhkan nya kabur saat dirinya lengah.
Roichi juga tak mampu melihat plat mobil itu akibat memakai bingkai plat yang gelap. Dirinya baru menyadari saat mobil bergerak menjauh untuk melihat plat mobil.
Kesal karena anak buah nya tak kunjung menerima panggilan nya Roichi mengumpat dalam hati. Bukan waktu yang tepat untuk marah-marah di hadapan Belva yang tengah ketakutan.
"Nona... Ayo kita pulang." Roichi mengangkat tubuh Belva ala bridal style saat melihat Belva lemas dan gemetar.
Belva masih terdiam tak membuka suara sama semaki. Tangannya memegang baju kaos Roichi yang basah karena keringat. Matanya hanya bisa menatap dada bidang Roichi dengan pandangan yang tak fokus. Pikiran nya masih tertinggal pada kejadian yang baru saja dialaminya. Seumur hidupnya belum pernah dirinya mengalami hal seperti itu menjadi target penculikan.
Roichi menatap wajah Belva, merasa kasihan dengan perempuan yang ada digendongnya. Pikiran Roichi pun bekerja menebak-nebak apa motif dari penculikan yang akan dilakukan pada Belva. Apakah karena ulah saingan bisnis ? Salah satu alasan kuat yang ada di dalam pikiran Roichi.
Meski mengangkat Belva tidak lah berat untuknya tapi tetap saja pria itu tetap meerasa ngos-ngosan karena harus berjalan cepat agar cepat sampai di rumah.
Memasuki gerbang rumah besar itu Roichi dibukakan gerbang oleh penjaga rumah. "Ada apa dengan Nona Vanthe... Tuan ?" Tanya penjaga rumah yang bernama Simon.
Roichi tak menjawab sama sekali langkah nya terus berjalan ke arah pintu utama. Bi Marni yang berada di halaman sedang menyiram tanaman langsung melempar selang nya dan berlari menuju pintu utama untuk membantu membukakan pintu.
"Aduh... Tuan Non kenapa ? Apa sakit atau bagaimana ?" Bi Marni sangat khawatir dengan keadaan Belva yang berada di dalam gendongan Roichi. Perempuan itu memejamkan mata memikirkan kejadian yang dialaminya sejak dalam perjalanan tadi. Tak menggubris semua suara yang keluar dari orang-orang yang bertemu dengannya dan Roichi.
"Nanti Bi... Kita bawa Nona ke kamar nya dulu." Ucap Roichi tegas.
Masuk ke dalam rumah Roichi berjalan menunju kamar Belva dengan masih menggendong Nona nya. Tuan Hector yang berada di ruang keluarga menonton berita pada pagi hari terkejut mengetahui kedatangan Roichi yabg menggendong Belva.
"Roi... Ada apa dengan putri ku ?" Tuan Hector langsung berdiri. Wajah khawatir nya terlihat jelas, tidak ada senyum pupil matanya membesar. Fokusnya menatap keadaan putrinya.
"Maaf Tuan saya antar dulu masuk ke dalam kamar Nona." Jawab Roichi masuk ke dalam kamar Belva.
Tuan Hector dan Bi Marni masuk ke dalam kamar Belva mengikuti Roichi. Tak lama Nyonya Hector masuk ke kamar Belva.
"Pa, ada apa dengan Vanthe ? Tadi Bibi Tini memberitahu jika Vanthe dibopong oleh Roi. Kenapa Roi ?" Wajah cemas dan khawatir juga terlukis jelas di wajah cantik wanita paruh baya itu.
Bella yang tahu karena sempat melihat ayahnya membawa Belva berinisiatif untuk mencegah Duo Kay untuk tetap berada di dalam kamar mereka. Dua bocah itu jangan sampai tahu apa yang terjadi dengan Mami nya.
"Roi ada apa sebenarnya kenapa Belva harus kamu angkat seperti itu ?" Nyonya Hector sudah tidak sabar lagi mengetahui kronologi kondisi putri nya.
Roichi mwngehlas nafas setelah meletakkan Belva di atas ranjang. "Kita keluar dulu saja Nyonya... Tuan..." Ajak Roichi agar tidak menggangu kenyamanan Belva. Roichi yakin pasti Belva saat ini masih merasa shock.
"Bi Marni tolong jaga Belva sebentar, biarkan dia istirahat. Kami akan keluar sebentar." Ucap Tuan Hector. Bibi Marni mengangguk patuh. Selang air nya masih dibiarkan tergeletak di halaman dengan dengan air yang masih mengalir. Entah, biarkan saja semoga ada yang mematikan keran air itu.
Di ruang keluarga Tuan dan Nyonya Hector serta Roichi duduk di sofa. "Tadi saat saya selesai berolahraga menuju jalan pulang, saya melihat Nona akan diculik oleh dua orang pria. Tapi maaf mereka berhasil kabur saat saya mencoba menghubungi anak buah dan memperhatikan kondisi Nona. Saya juga tidak sempat melihat plat mobil itu." Roichi bercerita tentang kejadian yang diketahui nya satu jam lebih yang lalu.
Nyonya Hector terkejut, reflek kedua telapak tangannya menutup mulut nya yang terbuka lebar. "Ya ampun siapa yang berani berbuat jahat seperti ini ?" Gumam Nyonya Hector.
Tuan Hector merasa geram atas kejadian yang menimpa putri angkat nya. "Roi, cepat lacak orang itu. Aku tidak mau tahu orang itu harus segera ditemukan. Kita harus tahu apa motif dibalik rencana penculikan ini." Perintah Tuan Hector.
Mau tak mau Roichi mengangguk atas perintah Tuan nya. Saat ini yang ada di pikiran nya adalah bagaimana cara melacak nya jika plat mobil nya saja tidak sempat dilihat nya.
***
Di kediaman Satya tepat nya di kamar. Gadis berambut sebahu itu yang tak lain adalah Alya baru saja menerima panggilan telepon dari orang suruhannya.
Wajahnya merah padam akibat menahan amarah dan kekesalannya. Rahang gadis itu mengeras dan tangannya mengepal kuat menggenggam ponsel miliknya. Rencana untuk mencelakai Belva gagal. "Dasar bodoh !! Disuruh membawa satu orang saja tidak becus !!" Ucap Alya.
"Kalau seperti ini, harusnya aku sendiri saja yang turun tangan menyiksa si Belva perempuan sok baik itu." Gumam Alya. Gadis itu tak bisa diam, mondar-mandir seperti setrikaan.
Budhe Rohimah yang membawa keranjang pakaian seketika langsung berhenti karena penasaran Alya berbicara dengan raut wajah kesal dan marah setelah mendapat panggilan telepon.
Mata Budhe Rohimah melebar, reflek tangannya menutup mulut hingga keseimbangan tangan nya membawa keranjang hilang dan keranjang itu terjatuh tumpuk pakaian di dalam wadah itu terhambur membuat Alya seketika menoleh ke arah jatuhnya keranjang.
"Bi...kamu menguping pembicaraan ku huh ?!" Tanya Alya dengan nada membentak pada Budhe Rohimah.
"T-ttidak Non... Bibi tidak sengaja jatuh tadi terpeleset." Jawab Budhe Rohimah dengan gugup. Matanya tak berani menatap mata tajam Alya, bahkan Budhe Rohimah mengedipkan matanya dengan cepat. Tangan nya bergerak cepat memungut pakaian yang berserakan.
Alya menyipitkan kelopak matanya melihat pergerakan Budhe Rohimah yang ketakutan. "Stop !! Berdiri !!" Bentak Alya, tangannya menarik lengan Budhe Rohimah dengan kasar agar wanita paruh baya itu berdiri. Tak hanya itu jari-jari Alya mencengkram dengan erat lengan atas Budhe Rohimah.
Kesal karena rencananya gagal, melihat Budhe Rohimah Alya semakin naik pitam. "Kamu jangan berbohong padaku !! Apa yang kamu dengar tadi huh ?!" Alya terus memaksa Budhe Rohimah agar mengaku. Cengkraman tangan nya semakin kuat membuat wanita tua itu meringis dan merintih kesakitan.
Alya mendorong Budhe Rohimah hingga jatuh tersungkur dan tak sengaja kening nya membentur meja hingga berdarah. "Non... Ampun Non.. sshh... Bibi tidak sengaja tadi." Bahkan telapak tangan wanita tua itu sudah menyatu di depan dada memohon ampun.
"Jadi kamu dengar semua yang aku bicarakan ?!!" Mata Alya sudah melotot seram seperti gambar ikon kaos khas Bali.
"I-iiya Non... Tapi Bibi tidak sengaja, tolong ampuni Bibi Non." Air mata yang mengalir dari kedua mata tua Budhe Rohimah tak membuat gadis itu merasa iba.
"Bagus... " Alya tersenyum sinis.
"Sekarang kamu ikut aku...!! Ini semua gara-gara keponakan sialan mu itu. Daripada aku semakin muak melihat mu lebih baik kamu tidur digudang. Itu akan membuat ku lebih senang dan puas hahaha." Alya menyeret wanita tua itu dengan paksa berjalan menuruni tangga. Budhe Rohimah terus memberontak tahu jika gudang halaman belakang sangat tidak aman bahkan beberapa kali ular memasuki gudang itu.
"Non... Ampun Non... Jangan..." Budhe Rohimah terus memohon. Takut benar-benar dikunci di dalam gudang, wanita tua itu memberontak saat menuruni tangga hingga kaki nya terpeleset. Tidak mau jatuh Alya berpegangan pada railing tangga dan melepaskan tangan Budhe Rohimah.
"Aaaa...!!" Jerit Budhe Rohimah ketika tahu kaki nya terpeleset dan akan jatuh.
Bruk....!!!
Malang sekali nasib wanita paruh baya itu, jatuh berguling dari dua anak tangga paling atas hingga ke bawah. Kepalanya bersimbah darah akibat benturan cukup keras mengenai beberapa anak tangga.
Mulut Alya terbuka lebar bersamaan dengan kelopak matanya yang terbuka lebar dan alis nya yang naik ke atas. Pembantu nya jatuh dari tangga yang cukup tinggi. Bukan sedih atau cemas justru senyum miring diperlihatkan saat wanita tua itu sudah tergeletak di lantai satu.
"Itu lah yang ku inginkan terjadi pada keponakan sialan mu. Tak masalah perempuan itu lolos, anggap saja kegagalan ku, kamu lah yang menanggung nya. Cih... Hahaha." Kekehan kecil keluar dari bibir Alya.
Gadis itu berjalan turun dari tangga menuju luar rumah. Dipanggil nya Pak Jajak yang sedang berjaga di luar rumah.
"Pak, Bibi jatuh di dalam urus sana, aku harus pergi ada urusan." Alya dengan santai memanggil satpam rumah nya kemudian masuk ke dalam rumah lagi dan menuju kamar mengambil tas, kunci mobil dan ponsel nya.
"Non... Jatuh bagaimana ?" Tanya Pak Jajak bingung tapi tak mendapat jawaban dari Alya.
"Paling juga kesandung saja biasanya Bibi kan seperti itu." Gumam Pak Jajak yang melihat ekspresi dari nona nya yang sangat santai pikir Pak Jajak Budhe Rohim hanya jatuh biasa saja.
Alya keluar menggunakan mobil nya. Tidak ada rasa bersalah sedikitpun. Entah gadis cantik itu pergi ke mana tidak ada yang tahu karena tak berpamitan sama sekali dengan penghuni rumah nya.
Beberapa jam berlalu hingga hampir sore Pak Jajak merasa haus, berniat untuk meminta tolong pada Budhe Rohimah untuk membuatkan kopi untuk nya.
Masuk melalui pintu samping menuju dapur. "Bi... Bi Imah !! Biasa Bi tolong buatkan kopi ya." Ucap Pak Jajak.
Kening pria paruh baya itu mengkerut, tidak ada jawaban dari rekan kerjanya sama sekali. Berniat mencari ke kamar wanita tua itu, mengetuk pintu kamar Budhe Rohimah pun sama nihil tidak ada jawaban.
"Jangan-jangan Bibi jatuh dari tadi lalu pingsan tidak bangun-bangun." Gumam Pak Jajak mengingat ucapan Alya tadi siang.
Pak Jajak menerobos masuk ke dalam kamar Budhe Rohimah tapi kamar itu kosong. Keluar lagi ke tempat-tempat yang biasa Budhe Rohimah melakukan pekerjaan rumah.
Semua tempat yang biasa Budhe Rohimah sambangi di rumah itu nihil. Pak Jajak berjalan menuju ke ruang tengah. Betapa terkejutnya pria itu melihat lantai bersimbah darah dengan tubuh wanita tua yang tergeletak di lantai.
"Astaga...!! Bi... Bibi..!!" Teriak Pak Jajak mendekati Budhe Rohimah.
Wajah Budhe Rohimah terlihat sangat pucat. Pak Jajak semakin ketakutan melihat kondisi rekan kerjanya. "Aduh... Ini masih hidup atau sudah meninggal ya ?" Pak Jajak bingung sendiri. Kaki nya bergerak maju mundur merasa ragu mendekati Budhe Rohimah. Takut jika wanita tua itu meninggal dirinya yang menjadi tersangka pembunuhan.
Degup jantung Pak Jajak berdetak lebih cepat, nafas nya tak beraturan. "Harus di cek kalau ternyata masih hidup dan tidak seegra di tolong bisa benar-benar meninggal dia." Gumam Pak Jajak. Dengan ragu-ragu pria paruh baya itu mendekatkan jari telunjuk nya pada hidung Budhe Rohimah tanpa menyentuh sedikitpun kulit Budhe Rohimah.
"Hah ? Masih hidup !!." Reflek Pak Jajak sedikit berteriak. Ada rasa lega di hati nya Budhe Rohimah masih hidup.
Berlari keluar mencari pertolongan, sebuah mobil pick up melintas di depan gerbang rumah Tuan nya. Dengan cepat dicegatnya mobil itu. Tidak ada waktu pilih-pilih mobil yang terpenting Budhe Rohimah terselamatkan.
"Stop...!! Stop...!! Pak... Pak..." Tangan pendek dan gemuk itu melambai-lambai mencegat mobil pick up itu. Wajah panik nya membuat si pengemudi menghentikan mobilnya.
"Ada apa Pak ?" Tanya si pengemudi pick up.
"Pak... Tolong saya. Di dalam ada teman saya yang kecelakaan butuh bantuan segera. Tolong bantu bawa ke rumah sakit. Ayo cepat Pak." Pinta Pak Jajak memohon, wajah nya begitu memelas sehingga membuat si pengemudi dan dua orang anak buah nya turun dan masuk ke dalam rumah Satya menolong Budhe Rohimah.
Mereka pun terkejut melihat banyak darah bersimbah di lantai dan wajah pucat Budhe Rohimah. "Wah Pak... Harus ceoat dibawa ini. Hembusan nafas nya sudah melemah." Ucap anak buah si pengemudi pick up.
Keempat pria itu dengan sigap mengangkat Budhe Rohimah dan dibawa ke rumah sakit terdekat. Pak Jajak tak perduli jika seragam Satpam nya terkena noda darah. Rasa perikemanusiaan nya lebih mendominasi saat ini. Pak Jajak berdoa dalam hati semoga rekan kerja yang sudah bertahun-tahun bekerja bersama nya masih bisa bertahan.
****
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Bagaimana kondisi Budhe Rohimah ? Apakah masih bisa terselamatkan ? Simak terus kelanjutan ceritanya !!!
Terimakasih buat para reader setia.
Jangan lupa berikan Vote, Kritik, Saran dan Like nya.
Bagaimana dengan part ini bisa silahkan komen ya guys 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments
Nanik Rusmini
bude terlalu lelet, klu SDH begini mau apa coba uuhhh
2022-08-01
0
Shuhairi Nafsir
bodoh dan lembab banget cerita nya. mendatar aje. tajuk novel nya sangat keren tapi ceritanya yg hambar.
2022-03-30
0
Sugi Harti
bude Rohimah jangan di bikin mati biar si Alya bisa di adili
2022-03-04
0