Dua minggu kemudian . . .
"Hoek.. Hoek..."
Perut Belva terasa tak nyaman, seperti diaduk-aduk dan mual saat pagi. Sudah dari kemarin dirinya mengalami mual dan muntah. Budhe menghampiri Belva yang tengah memuntahkan isi lambung yang secara paksa keluar dari mulut nya dan tangan yang mulai keriput itu memijat tengkuk keponakan nya. "Kamu kenapa to Nduk. Dari kemarin muntah-muntah terus. Wajah mu pucat sekali. Kaya wong hamil saja." Ceplos Budhe Rohimah. Sedari kemarin memperhatikan keponakan nya yang selalu muntah di pagi hari.
Deg...!! Belva terdiam, tubuhnya seakan kaku dan detak jantung nya tak beraturan. Hamil ?? Teringat jika bulan ini dirinya belum juga mendapatkan tamu bulanan. Selintas bayangan kembali kejadian malam itu tiba-tiba secara otomatis terputar dalam ingatan nya. "Jangan-jangan apa yang dikatakan Budhe..." Belum selesai dirinya membatin pikiran nya sudah tak karuan. Menggigit bibir bawahnya, bola matanya bergerak kecil kesana kemari dengan wajah yang masih menghadap wastafel. Cemas dan takut menggerayangi sudut hatinya.
Siang ini gadis 17 tahun itu berencana membeli alat tes kehamilan untuk mengecek kebenaran. Membuktikan ketakutan nya saat ini. Bagaimana dengan sekolah nya jika dirinya benar hamil. Masa depannya sudah hancur karena mahkota berharganya telah terenggut secara paksa bukan karena kesuka relaan hatinya. Jika dirinya hamil bertambah hancur lah masa depan gadis itu.
Sampai di apotek Belva disambut dengan senyum ramah seorang wanita yang menjabat sebagai apoteker. "Selamat siang Nona... Ada yang bisa kami bantu ?"
Belva terdiam, lidah nya kaku saat akan mengatakan apa yang akan dibelinya saat ini. Sedikit ragu dan tentunya malu. Garis senyum membentuk huruf U dengan mata beberapa kali berkedip Belva tersenyum paksa. "Mau beli alat tes kehamilan." Jawaban singkat dari Belva.
"Oh baik... Mau merek apa Nona ?" Tanya apoteker ramah itu. Mungkin dalam benak si apoteker bertanya-tanya jika ada seorang gadis muda yang datang dengan tujuan membeli alat tes kehamilan. Apakah hamil ? Apakah melakukan pernikahan dini ? Tapi sebagai apoteker yang memegang prinsip profesional kerja. Pertanyaan pribadi seperti itu selalu urung dilakukan.
"Apa saja... Emh.. Tante saya tidak memberitahukannya." Sebuah alasan yang Belva berikan agar terkesan benda itu bukan untuk dirinya. Tapi bukankah alasan itu terdengar ambigu ?? Tantenya yang menyuruhnya membelikan benda itu untuk kebutuhan tantenya ataukah tantenya tak memberikan informasi jelas atas benda yang dibutuhkan Belva. Entah lah apoteker tak mau ambil pusing.
"Ini ada yang murah dan ada yang mahal. Yang mahal tentu keakuratannya lebih tinggi." Penjelasan singkat dari si apoteker.
"Ini saja." Belva tentu saja lebih memilih benda yang lebih mahal agar lebih yakin mendapatkan bukti atas kejanggalan tubuhnya.
Keesokan paginya, Belva benar-benar mengecek apakah dirinya benar hamil atau tidak. Urine di pagi hari lebih pekat dan kadar hormon HCG nya lebih tinggi sehingga sangat cocok untuk melakukan tes kehamilan. Sesuai petunjuk gadis itu melakukan pengecekan. Rasa cemas dan takut masih setia melekat dihatinya. Belva berdoa dalam hati semoga ketakutan nya tidak benar. Menunggu beberapa saat, benda itu sudah berada pada genggaman tanganya. Matanya terpejam erat dalam hati merapalkan doa. Secara tak sadar mulutnya pun berkomat-kamit seperti membaca mantra yang sebenarnya berkata tanpa suara "jangan hamil...jangan hamil...jangan hamil."
Perlahan mata bulat Belva terbuka, melihat benda yang ada ditangannya iris hitam itu semakin terbuka lebar, mulut nya menganga.
"Hah ?!! Tidak... Tidak... Aku tidak ingin hamil. Ini salah." Kepala Belva menggeleng tak percaya, mulut nya tertutup oleh telapak tangan nya. Air mata bahkan juga sudah menetes dan semakin mengalir deras.
Tubuh Belva lemas dan tak sadarkan diri di dalam kamarnya. Budhe Rohimah yang merasa sedari tadi keponakan nya tak juga kunjung keluar dari kamar langsung menghampiri. Mengetuk pintu tapi tak ada jawaban.
Rasa khawatir menyelinap ke dalam hati wanita paruh baya itu. Sedari kemarin Belva memang pucat dan tak bersemangat. Seperti nya keponakan nya memang sakit. Budhe Rohimah segera membuka pintu kamar Belva, tak terkunci memudahkan nya untuk masuk.
"Belva... Nduk kamu kenapa ?" Panik melihat keponakan nya tergeletak di lantai. Wanita paruh baya itu langsung berlari, mencoba membangunkan Belva. Sejurus kemudian manik mata Budhe Rohimah menatap benda yang ada di dekat tangan Belva sebuah benda tergeletak disana, alat tes kehamilan. Sangat tahu benda apa itu, tangan dengan kulit yang mulai keriput itu mengambil benda persegi panjang itu, mata Budhe Rohimah terbelalak lebar melihat 2 garis merah. "Punya siapa ini ? Apa Belva hamil ?" Syok dengan pemikiran nya sendiri.
Budhe Rohimah memanggil Pak Jajak untuk membantu nya mengangkat Belva. Dirinya tak mampu mengangkat Belva sendirian. Alya yang melihat para pekerja rumah nya berjalan terburu-buru segera mengikuti mereka karena penasaran dua paruh baya berlari ke arah kamar Belva. Alya ikut masuk ke dalam kamar teman nya itu.
"Belva kenapa Bi ?" Tanya Alya tapi tak sengaja ia melihat di atas nakas alat tes kehamilan milik Belva. Gadis berambut sebahu itu melebarkan matanya. Teringat kejadian malam itu dua minggu yang lalu.
"Belva hamil ? Kalau benar dia hamil berarti itu anak Daddy ? Tidak... Ini tidak boleh terjadi. Kalau Daddy menerima kehamilan itu bisa hidup enak dia. Bodoh... Kenapa bisa jadi begini harus nya kan dia sama si Paijo." Gumam Alya dalam hati. Matanya melirik wajah Belva yang pucat lalu beralih turun ke perut Belva yang masih rata.
Budhe Rohimah mengambil minyak kayu putih untk digunakan nya menyadarkan Belva yang masih tak sadarkan diri. Pak Jajak membantu mengambilkan air putih hangat untuk Belva. Sedangkan Alya langsung pergi tanpa kata tanpa ada rasa iba pada gadis yang sudah menjadikan nya teman di sekolah dan mungkin hingga saat ini.
Masuk ke dalam kamar nya sendiri Alya memutar otak nya untuk berfikir bagaimana cara nya agar Daddy nya tak mengetahui hal ini. Ini adalah kesalahan nya, bisa jadi dirinya nanti yang kena amukan dari Daddy nya.
⌛
Beberapa hari berlalu, hari ini pria arogan dan dingin itu tak melihat pembantu muda nya bekerja. "Kemana Belva ? Aku tak mau menggaji pegawai yang tidak bekerja dengan baik." Ucap Satya datar dan dingin.
"Emhh... Anu Tuan. Belva sedang sakit jadi tidak bisa membantu saya." Jawab Budhe Rohimah dengan takut-takut tanpa berani menatap Tuan nya. Tangan wanita tua itu saling meremas menyalurkan rasa takut nya.
Alya menatap Budhe Rohimah dan tanpa sengaja mereka saling memandang saat wajah Budhe Rohimah terangkat dari tundukan nya. Mereka tahu apa yang terjadi dengan Belva hingga gadis itu beberapa hari tak bekerja.
Sarapan pagi selesai, Satya pergi bekerja.
"Aku berangkat."
Hanya dua kata yang Satya keluarkan untuk berpamitan. Tidak ada ciuman kening ataupun saling berjabat tangan. Sonia masih sibuk dengan dirinya sendiri dan bermain ponsel. Seperti nya hari ini tidak ada kegiatan bersama teman-teman sosialitanya.
"Bi.. Belva sakit apa ?" Tanya Sonia dengan menoleh sekilas pada Budhe Rohimah. Kesibukan nya pada ponselnya tetap berlanjut. Meski angkuh dan cuek tapi dia merasa penasaran karena dia pun sama tak melihat Belva yang biasanya rajin melakukan pekerjaan yang sudah menjadi tugas sehari-hari gadis itu.
Rencana jahat Alya sudah tersusun di kepalanya. Merasa bahwa saat ini adalah waktu yang tepat bagi dirinya.
"Dia... Cuma masuk angin Nyonya." Ucap Budhe Rohimah menutupi fakta. Ia ingin bertanya pada Belva siapa yang menghamili gadis itu terlebih dahulu baru memikirkan cara menyelesaikan masalah ini. Budhe Rohimah bukan tipe orang yang akan menghakimi orang lain dengan sarkas jika belum tahu dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi.
"Bukan nya dia hamil ya Bi." Ceplos Alya dengan sengaja. Wajahnya seakan mengejek keadaan Belva saat ini meski tak terlalu nampak. Dalam hati Alya tersenyum sinis. Budhe Rohimah terkejut, Alya membuka masalah yang seharusnya akan ditutupi nya. Pernyataan Alya tak mendapatkan balasan dari Budhe Rohimah.
Wajah Sonia teralihkan dari layar ponsel menjadi menatap wajah Alya. "Hamil ? Maksud nya bagaimana ini Alya jangan asal bicara kamu. Belva anak baik bagaimana bisa hamil." Sonia terkejut dengan ucapan putrinya. Bagaimana mungkin Belva yang teladan bisa hamil sedangkan setahu nya Belva tak pernah pergi kemanapun karena selalu membantu Budhe Rohimah. Dirinya bahkan tak pernah mendengar Belva memiliki kekasih.
Alya memutar bola matanya malas, lagi-lagi ibu nya memuji Belva. Sudut bibir Alya sengaja ditarik paksa kesamping mendorong otot pipinya ke belakang bukan senyum melainkan menunjukan wajah malas. "Ck...Mom, asal Mommy tahu dua minggu yang lalu saat Mommy di Singapura. Belva menggoda Daddy aku melihat nya. Coba saja tanyakan pada nya benar atau tidak." Dengan santai Alya mengarang cerita nya. Duduk bersandar pada kursi meja makan, tangan kirinya terlipat di atas perut untuk menyangga tangan kanannya yang sibuk bermain ponsel. Bahkan kaki kanannya juga bertumpuk pada kaki kiri serta menggoyang-goyangkan pergelangan kaki. Sangat-sangat terlihat santai tak terlihat berbohong sedikitpun.
Mata Budhe Rohimah dan Sonia terbelalak lebar. Sonia menatap tajam ke arah Alya. "Jangan ngarang kamu Alya !! Jangan membuat Mommy marah !!" Nada tinggi Sonia dikeluarkannya saat mendengar penuturan putrinya yang entah benar atau tidak.
"Kenapa Mommy berteriak pada ku ? Kita masuk saja ke kamar Belva dan tanyakan langsung pada nya. Apakah dia tidur dengan Daddy atau tidak." Alya sudah berdiri dan menggandeng tangan Sonia tanpa mendapatkan penolakan dari sang Mommy.
Mereka masuk ke dalam kamar Belva. Budeh Rohimah spontan juga melangkah kan kaki mengikuti kedua majikannya. Gadis itu terbaring lemah dengan wajah yang masih terlihat pucat. Mata nya terbuka saat beberapa orang masuk ke dalam kamar nya. Sorot tajam Sonia di dapatkan Belva.
Sonia langsung menarik tangan Belva. "Bangun Belva !!" Perintah Sonia dengan suara sedikit ketus. Terpaksa dengan tenaga yang masih tersisa akibat kepalanya yang pusing Belva bangun dari ranjang nya.
Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan Alya dan Sonia pada Belva.
"Heh... Belva kamu beberapa waktu lalu benar kan tidur dengan Daddy ku ?" Tanya Alya, Belva bisa melihat wajah Alya yang berbeda dari biasanya, sorot mata penuh kebencian mampu Belva tangkap.
"Jawab Belva !! Apa benar yang Alya katakan ?!!" Tanya Sonia. Pandangan menyelidik Sonia pada Belva, menunggu jawaban yang diharapkan nya tidak lah benar jika Belva tidur dengan suaminya.
"Jawab !!! Atau lebih baik kamu dan Budhe mu pergi dari sini !!" Bentak Sonia.
Belva menunduk takut, kepala nya mengeleng jangan sampai Budhe nya kehilangan pekerjaan gara-gara dirinya. Terpaksa mau tak mau dia harus mengakuinya tidak ada pilihan lain karena Sonia mengancam akan memecat Budhe Rohimah.
"I-iiya Nyonya. Tap..."
Plak...!! Tangan Sonia dengan ringan melayang tepat ke pipi kiri Belva. Tamparan itu cukup keras hingga wajah gadis cantik itu berpaling ke arah kanan. Terasa panas dan perih pipi itu bahkan terlihat memerah. Air mata Belva menetes demikian pula Budhe Rohimah. Alya gadis licik itu tersenyum miring melihat teman sekolahnya mendapatkan amukan dari sang Mommy.
"Rasakan kamu Belva haha." Gumam Alya dalam hati. Di bersorak senang melihat Belva teraniaya seperti itu.
"Kamu tidak tahu diri !!! Sudah aku biayai hidup mu tapi kamu ngelunjak Belva. Kamu berani menggoda suami ku bahkan sekarang kamu hamil !!" Cengkraman erat pada pipi Belva membuat nya meringis kesakitan sudah mendapatkan tamparan kini ditambah lagi dengan tekanan kuat dari jari-jari lentik Sonia. Tubuh nya masih lemas tapi sudah mendapatkan amukan dan kekerasan. Kelopak mata Belva memejam erat dengan air mata yang masih mengalir.
"PERGI KAMU DARI SINI !!" Teriakan keras Sonia mengusir Belva. Cengkraman erat pada pipi itu dilepas dengan kasar oleh Sonia. Budhe Rohimah sudah menangis sedari tadi melihat keponakan nya dibentak dan diperlukan dengan kasar. Kini keponakan di usir dari rumah ini. Belva pun menangis sesenggukan, walau bagaimanapun dia masih anak-anak belum benar-benar dewasa.
"Nyonya... Belva tidak punya siapa-siapa di kota ini. Hanya saya keluarga satu-satunya hiks..." Budhe Rohimah memohon belas kasih majikannya. Menyatukan kedua tangannya di depan dada. Wajah tua itu terlihat memelas dan penuh kesedihan di dukung oleh air matanya yang mengalir deras.
"Ampun Nyonya... Jangan Nyonya... Jangan usir saya hiks... Hiks... Nanti saya harus tinggal dimana Nyonya." Belva masih saja memohon ampun dan belas kasih dari majikannya. Tanpa sadar tangan Belva memegang tangan Sonia. Dengan kasar Sonia menepis tangan Belva. Bahkan mendorong Belva hingga terjatuh ke belakang untung saja gadis itu terjatuh di atas ranjangnya.
"Jangan pernah menyentuh saya dasar wanita rendah !! Wanita penggoda !!" Sonia menunjuk-nunjuk wajah Belva.
"Akan ku bunuh kamu !! Kamu tidak boleh mengandung anak dari suami ku !!" Sonia mencekik leher Belva. Budhe Rohimah berteriak panik saat Nyonya nya mencekik leher Belva.
"Nyonya !! Jangan Nyonya...!!" Budhe Rohimah berusaha melepaskan tangan Sonia.
Wajah Belva sudah memerah menahan sakit dan mulut nya sudah terbuka akibat nafas yang tercekat.
"Mom... Stop..!! Lepas..!! Mommy bisa membunuh nya !" Alya tak kalah panik, senyum kemenangan nya berubah saat melihat Mommy nya sudah mencekik Belva. Bisa-bisa Mommy nya menjadi seorang pembunuh nantinya jika Belva benar-benar kehabisan nafas.
Budhe Rohimah dan Alya menarik tangan serta tubuh Sonia hingga berhasil menjauh. Pak Jajak satpam rumah yang mendengar suara keributan di dalam rumah langsung datang. Ekspresi terkejut tak terelakkan dari wajahnya.
"Pak Jajak bantu saya bawa Mommy keluar dari sini !!" Teriak Alya yang kepayahan menahan Mommy nya.
Sonia meronta meminta dilepaskan. Merasa tidak puas untuk melupakan kemarahannya pada Belva. Pak Jajak membantu Alya membawa Sonia keluar dari kamar Belva.
Semua ini tak pernah diharapkannya. Sebuah kesalahan yang tak sengaja dilakukannya. Menggoda ?? Niat untuk mendekati dan mencari perhatian Tuan nya saja tidak pernah terlintas dalam pikiran Belva. Dimaki dan diusir bahkan sekolah nya terancam putus.
Bergerak cepat takut jika Sonia lepas dari pegangan Alya dan Pak Jajak. Dengan membawa tas berisi pakaian seadanya Belva keluar dari rumah besar itu. Budhe nya tak bisa berbuat apa-apa, tak memiliki kuasa apapun untuk mencegah keponakan satu-satunya.
"Nduk... Ayo kita pergi dari sini. Budhe takut kalau Nyonya akan menyerang mu lagi." Ucap Budhe Rohimah.
"Tidak Budhe. Biar Belva pergi sendiri. Kalau Budhe pergi dari sini bagaimana hutang-hutang kita nanti. Maaf Belva tidak bisa membantu Budhe lagi." Air mata Belva terus saja mengalir. Memeluk Budhe nya sebelum pergi keluar dari rumah majikannya.
Budhe Rohimah masih menemani Belva hingga sampai gerbang rumah besar itu. Menatap kepergian keponakan satu-satunya. Tatapan sendu Budhe Rohimah saat melihat punggung kecil itu bergerak semakin menjauh. Rasanya berat berpisah dan melihat Belva pergi.
Berjalan entah kemana tanpa arah tujuan karena di kota ini Belva tak memiliki kerabat lain dan teman lain. Hingga sore hari dirinya belum makan dan harus berteduh di emperan toko karena hujan.
"Aku harus kemana ?" Tanya Belva dalam hati raut wajah sedih nya tak bisa disembunyikan. Mata sembabnya masih terlihat. Bingung apa yang harus dilakukan nya. Tidak ada yang bisa membantu nya saat ini.
Beberapa hari lontang lantung di jalanan seperti orang bingung. Belva berhenti di sebuah jembatan, mata nya menatap arus sungai. Terbersit dalam pikiran nya mengakhiri hidup menyusul kedua orang tua nya yang telah tiada. "Ayah... Ibu... Tunggu Belva. Belva merindukan kalian." Tak sadar Belva sudah naik di atas pembatas jembatan, mata nya terpejam dan gadis itu terjun ke sungai meninggalkan tas nya yang berisi pakaian.
Berita kematian Belva tersiar di acara berita televisi. Identitas yang terselip di tas Belva yang tertinggal dan saki mata menunjukkan jika gadis itu terjun bubur diri. Jasad nya hanyut belum di temukan. Bibi Rohimah syok mendengar berita itu. Alya tersenyum puas kelicikan nya tak terdeteksi. Sonia tersenyum miring dan tak perduli. Satya dia tak pernah berekspresi.
***
⌛
5 tahun kemudian . . .
Di negara Prancis negara yang dijuluki sebagai kota mode karena pada abad ke-17 kota Paris itu sudah menciptakan berbagai macam bentuk pakaian yang indah.
Seperti saat ini disalah satu butik terkenal di Perancis tepat nya kota Paris. Perempuan cantik dengan kulit putih, hidung mancung, rambut panjang sampai pinggang dan tubuh sintal serta tinggi badan yang cukup tinggi yakni 170 cm.
Perempuan itu tersenyum manis pada klien nya. "Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk saya ." Ucap Nyonya Damitri, wanita paruh baya yang merupakan wanita sosialita di kota Paris. "Sama-sama Nyonya. Saya senang bisa membantu Anda apalagi mempercayai pembuatan gaun ini pada saya." Ucap perempuan cantik berambut panjang itu.
"Saya puas dengan pelayanan butik ini. Sudah lama saya berlangganan di sini. Nyonya Hector sangat memperhatikan keterampilan pegawai nya dan kepuasan pelanggan nya." Nyonya Damitri pelanggan setia di butik de' La Hector.
"Terimakasih nyonya." Ucap pegawai paling berpengaruh di butik ini. "Oke kalau begitu saya pergi dulu. Kabari jika semua sudah beres." Pamit Nyonya Dimitri. Demi menghormati pelanggan setianya, perempuan itu mengantar Nyonya Dimitri sampai ke pintu keluar.
Perempuan itu membereskan semua kertas dan peralatan nya yang berserakan di atas meja. Konsultasi desain gaun oleh beberapa klien nya membuat nya terasa lelah hari ini.
"Beristirahat lah Vanthe kamu sudah bekerja keras hari ini." Ucap Nyonya Hector, pemilik butik terkenal ini yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangannya. "Mama, kenapa datang ke sini ? Apa Mama sudah sembuh ?" Tanya Vanthe menatap Mama nya. Wajah cantik masih terlihat di wajah yang mulai timbul keriput itu.
"Mama, rindu dengan cucu-cucu Mama. Kalian tidak pernah berkunjung ke rumah." Raut wajah sedih menempel pada wajah Nyonya Hector. Vanthe nama panggilan kesayangan dari Nyonya Hector untuk anak perempuan nya. Perempuan yang menjadi konsultan desain gaun di butik de'La Hector itu hanya tersenyum. "Pulang lah bersama ku, mereka pasti senang bertemu Mama."
****
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Siapakah Vanthe ? Dan bagaimana kisah nya selanjutnya ? Simak terus !!
Terimakasih buat para reader setia.
Jangan lupa berikan Vote, Kritik, Saran dan Like nya.
Bagaimana dengan part ini bisa silahkan komen ya guys 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments
Nor Azlin
vanthe pasti nama yang baru buat Belva kan thor...aku lagi enggak paham sama orang kaya bukan nya di rumah itu ada cctv juga kan pasti ada masa enggak ada yah...kenapa juga satu orang enggak tau itu ulah nya si Alya ...semoga si Alya bukan anak nya satya baru tau rasa kamu jena tendang dari rumah atau kehidupan mewah mu itu ...lanjut thor
2023-07-06
0
t_€h_πo€®z
ceritanya bagus thor,,saya suka ....
2022-05-31
1
Fenty arifian
aq heran..knpa satya diam aja..masak sehabis nidurin belva dk ingat apa2..harusnya biasanya klau nidurin perawan kan ada noda darahnya..masak dk tanya itu darah siapa.
2022-03-13
4