Sudah Like part sebelumnya kan? 😀
Okeh.. yuk, lanjut.. 🤗
.
.
.
"Aku ini sedang memikirkan apa? astaga.." rutuk Rei pada dirinya sendiri sambil memijat tengkuknya, saat menyadari barusan pikirannya nyaris khilaf hanya karena menatap punggung Nisa yang kelihatan selembut kulit bayi.
Dering suara ponsel membuyarkan pikiran Rei yang seolah tidak ingin diajak kembali. Sibuk membayangkan tubuh nyaris naked milik Nisa yang tadi telah ia intip diam-diam.
"Sayaaang..?"
Suara manja khas Liliyana terdengar menyapa gendang telinga Rei.
"Iya sayang..?"
"Bagaimana..?"
"Apanya yang bagaimana?" tanya Rei lagi mendengar kalimat Liliyana yang terdengar merajuk manja.
"Akad nikahnya. Sudah selesai?"
"Hmm.."
"Sudah bicara dengan Nisa?"
"Belum."
"Kenapa belum?"
Rei terdiam. Sesungguhnya ia memang bertekad akan membicarakan semuanya dengan Nisa secepatnya. Tapi meskipun begitu tetap saja ia harus mencari waktu yang tepat.
"Sayang.."
"Akad nikahnya baru saja selesai, berikan aku waktu untuk mengatakan semuanya.." ujar Rei akhirnya.
Liliyana terdiam beberapa saat, membuat mereka tidak bicara satu sama lain.
"Aku takut.."
Tiba-tiba suara diseberang sana terdengar bergetar.
Rei mengusap wajahnya kalut. "Lili, jangan menangis.. aku janji akan membicarakannya dengan Nisa.."
"Tolong jangan mengkhianati aku, Rei.. aku akan hancur kalau sampai aku kehilangan kamu.."
"Tidak akan. Aku janji.."
"Benarkah..?"
"Iya, sayang.. cuma kamu satu-satunya wanita yang aku cintai.." ucap Rei lirih, guna menenangkan Liliyana yang terdengar mulai terisak lirih.
Rei tidak tau bahwa sejak tadi sosok Nisa telah berdiri dibalik pintu kamar mandi.
Yah.. Nisa kembali untuk mengambil bathrobe yang lupa ia bawa saat masuk tergesa-gesa kekamar mandi, tapi langkahnya urung begitu mendengar pembicaraan Rei di telpon.
'Sayang?'
Nisa membatin, begitu mendengar bagaimana Rei menyapa lawan bicaranya.
'Apakah itu Liliyana?'
Nisa memejamkan matanya sebentar, berusaha menata detak jantungnya yang tiba-tiba mulai bergerak tak teratur.
Yah.. Liliyana..
Sebenarnya kurang lebihnya Nisa telah mendengar semua cerita itu dari bibir Ibu Meta, sehari sebelum lamaran terjadi.
"Nisa, saat ini tidak ada yang ibu sembunyikan.. semuanya telah ibu ceritakan. Nisa bisa menolaknya jika memang tidak berkenan.. tapi asal Nisa tau, ibu sangat berharap padamu, Nak. Ibu ingin sekali Nisa menjadi menantu ibu, karena doa serta restu ibu, sepenuhnya akan ibu berikan untuk Nisa.."
Saat itu bibir Nisa begitu kelu. Meskipun selama ini hatinya sangat mengagumi Rei diam-diam namun dihadapkan pada kenyataan jika Rei hanya bersedia menikah dengannya dalam kurun waktu 100 hari.. bagaimana pun Nisa juga memiliki ketakutan tersendiri.
"Mungkin ibu egois.. tapi ibu sangat yakin, Nisa bisa mendapatkan hati Rei bahkan lebih cepat dari 100 hari.."
"Tapi, bu.."
"Feeling seorang ibu tidak pernah salah.."
Dan akhirnya.. disinilah dirinya berada. Hari ini, ia sah menjadi istri Rei, dengan dibayangi ketakutan perjanjian 100 hari.
Sisi hati Nisa merasa sangat tidak percaya diri.. tapi Ibu Meta berhasil membuang semua rasa insecure yang ada didalam dirinya.
"Nisa, apa kamu menyukai Rei?"
Saat itu Nisa tidak bisa lagi melarikan diri, akhirnya memilih jujur dan mengangguk dengan kedua pipi bersemu malu. Namun sebaliknya, senyum sumringah malah telah menggantung sempurna diwajah Ibu Meta.
"Kalau seperti itu, Ibu malah semakin yakin kamu bisa memenangkan hati Rei dengan mudah.."
"Aku.. aku malah berfikir sebaliknya, Bu.. sepertinya ini tidak mudah untukku.."
"Tapi Ibu meyakininya.."
"Tapi, Bu.."
"Mommy. Mulai sekarang kamu panggil mommy saja, jangan Ibu lagi. Karena mulai detik ini, kamu, Rei dan Riri.. semuanya anak Mommy."
Nisa menatap wajah Ibu Meta lekat, rasa haru langsung menyeruak begitu saja disudut sanubarinya mendengar ungkapan tersebut, membuat Nisa tak kuasa membalas pelukan hangat wanita dihadapannya itu yang telah merengkuh tubuhnya dengan hangat.. layaknya pelukan seorang Ibu.
Nisa tersadar dari lamunannya begitu melihat Rei yang sepertinya hendak mengakhiri pembicaraan romantis itu.
"Loh.. belum mandi?" Rei terkejut saat ia berbalik dan mendapati Nisa tengah berdiri didepan kamar mandi masih dengan outfit yang sama.
"Anu.. ada yang ketinggalan.." ucap Nisa sambil berjalan miring mendekati wadrobe, karena tidak ingin punggungnya yang telah terbuka terlihat oleh Rei yang masih setia berdiri didepan jendela.
Rei yang melihat tingkah Nisa yang terlihat lucu sontak tertawa kecil. "Mau aku bantuin lagi?"
"Tidak, tidak.. ini sudah.."
Nisa terlihat menyambar bathrobe, handuk kecil, dress selutut, bahkan sepasang pakaian dalam dengan gerakan cekatan.
Saking banyaknya barang yang ia ambil tanpa ia sadari segitiga pengaman berukuran kecil miliknya telah jatuh dilantai, teronggok diantara kakinya yang telan jang.
Mata Rei sontak melotot melihat benda kecil segitiga berwarna hitam dengan sedikit renda itu yang teronggok dilantai tanpa disadari oleh pemiliknya.
"Nisa.. tunggu sebentar.."
Kalimat Rei mampu menunda langkah Nisa yang hendak beranjak kembali kedalam kamar mandi.
"Ada apa?"
"Egh.. itu.."
Nisa Mengerinyit. "Itu apa..?"
Rei menggaruk kepalanya yang mendadak terasa gatal. "Itu.. jatuh.." ucapnya memilih menunjuk benda kecil segitiga yang berada diatas lantai daripada harus mengucapkannya dengan mulut.
Sontak kepala Nisa menunduk mengikuti arah telunjuk Rei dan.. "Astaga.." Nisa terperanjat. Refleks ia membungkuk untuk memungut pakaian dalamnya itu, namun begitu ia berdiri setelah berhasil meraihnya malah handuk kecilnya yang jatuh, begitu Nisa membungkuk untuk meraih handuk kecilnya, kini gantian dressnya yang meluncur kelantai.
Nisa kembali menunduk, mulai panik dengan kejadian beruntun yang terus terjadi silih berganti, karena ia sendiri tidak bisa bergerak lebih mengingat sebelah tangannya harus tetap menekan bagian dadanya kalau tidak mau kebaya yang resletingnya sudah tidak terkunci itu ikut melorot..
Melihat adegan yang terjadi berkali-kali itu membuat Rei tanpa berfikir dua kali langsung mendekati Nisa.
Begitu ia membungkuk untuk meraih sebuah benda yang kembali jatuh usai Nisa mengambil dressnya, keduanya tiba-tiba mematung.
Rei tercekat begitu mengetahui benda apa yang barusan ia pungut yang kini telah berada ditangannya itu.
Sebuah benda berwarna hitam lengkap dengan dua buah cup yang dari ukurannya saja sudah ketahuan bahwa isinya pasti lumayan montok.
"M-maaf.." Rei meringis begitu menyadari Nisa telah menyambar benda miliknya dari tangan Rei dengan gerakan secepat kilat disertai wajah yang dipenuhi semburat merah.
Nisa beranjak dari hadapan Rei dengan wajah merah padam, lagi-lagi dengan berjalan miring hingga sampai dikamar mandi.
Rei yang melihat itu mencoba menahan tawanya, namun tawanya langsung pecah berderai begitu pintu kamar mandi telah terkatup rapat.
"Astaga.. Nisa.. Nisa.." Rei menggeleng-gelengkan kepalanya mengingat wajah polos Nisa yang bahkan tak berani menatapnya saat meraih b ra yang juga berwarna hitam, senada dengan benda segitiga yang jatuh diawal adegan.
'Benda yang terakhir itu.. kelihatannya besar juga..'
Gumam Rei dalam hati, tanpa sadar, begitu otak mesumnya kembali membayangkan ukuran dua cup b ra milik Nisa. Seolah baru tersadar bahwa dengan tubuh yang ramping seperti itu, Nisa malah memiliki aset kembar yang luar biasa gemoy.
'Astaga.. aku ini sedang memikirkan apa..?'
Rei mengacak-acak rambutnya seolah ingin mengusir pergi pikiran-pikiran gila yang mulai merasuki setiap inchi otaknya.. tanpa ia kehendaki..
.
.
.
Bersambung..
"Like father, Like son.."
Author cuma mau bilang, meskipun dalam cerita ini, karakter Rei itu kalem dan tidak playboy, tapi Rei anak siapa dulu..?
Jadi jangan heran kalau pikiran Rei dikit-dikit mesum. Jangan salahin Rei yah.. salahin aja bapaknya..! 😅
Support dong.. 🤗
Thx and Loophyuu all.. 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Siti Komariah
semangat aku bacanya,,,,trima kasih Thor,,,,karyanya the best
2021-12-03
1
Winda Nurmayani
he he
2021-11-06
1
Revan Bili
wk...wk...wk.... buah jatuh tidak jauh dari pohon😁😁😁🤣🤣🤣
2021-09-11
1