'Pasangan kekasih yang bertengkar itu biasa, tapi bukan berarti.. seorang sahabat bisa menikung dengan seenaknya.'
.
.
.
Sean masih tercenung lama, menatap ponsel ditangannya dengan lunglai.
Ia baru saja menerima telpon dari Rei, yang terdengar sangat marah dan kecewa padanya, dan kalimat terakhir Rei cukup ampuh memukul hati sekaligus bathinnya dengan cukup keras.
"Seharusnya sejak awal, aku memang tidak terlibat.. " desis Sean, rasanya ingin membanting ponsel saking gemasnya.
Seumur hidupnya Sean sudah mengenal Rei. Sahabat sejak masa kanak-kanaknya itu tidak pernah sekalipun memperlihatkan emosi berlebihan, apalagi kemarahan padanya. Tapi pembicaraan singkat barusan benar-benar mencerminkan betapa besar kekecewaan Rei sehingga bisa bicara tanpa henti seolah tidak ingin memberikan dirinya kesempatan untuk menjelaskan panjang lebar.
Suara ketukan di daun pintu kamarnya yang terpentang membuat Sean menoleh.
"Den Sean, ditunggu ibu diruang baca.." ucap bik Atik yang berdiri tepat di daun pintu.
"Iya bik, nanti aku akan kesana.." jawab Sean dengan lunglai.
"Baiklah, den.. kalau begitu bibik ke dapur dulu yah."
"Iya bik.." Sean mengangguk.
"Here we go.."
Ujar Sean dalam hati, seolah sudah bisa menebak apa yang akan dibicarakan mommy nanti.
Tidak lain dan tidak bukan.. nasehat panjang lebar telah menanti..
XXXXX
"Sial..! sial..!! sial..!!!"
Liliyana mengumpat kesal. Saking kesalnya ia langsung melempar high heels enam centi yang dipakainya begitu saja kearah rak sepatu.
Baru saja merasakan kebahagiaan yang tak terhingga, bisa meyakinkan pria ter-most wanted, idaman semua wanita, memonopoli seharian full waktu dengannya meskipun harus dengan jalan menyusun sebuah skenario drama murahan, namun dalam sekejap semua usahanya digagalkan.
"Sialan. Dasar perempuan tua diktator!!"
Liliyana mengumpat keras saking kesalnya, karena pada akhirnya segenap usahanya dalam beberapa hari ini sirna tak berbekas, terkalahkan dengan mudahnya oleh wanita tua yang tak lain ibunya Sean yang sering disapa ibu Arini itu.
Ternyata rumor yang beredar itu benar adanya. Tidak Sean yang terlihat sangat badboy.. tidak Rei yang justru sangat kalem dan penurut.. kedua lelaki penerus kerajaan bisnis orangtua mereka yang kaya raya itu sama saja. Dua-duanya tak lebih dari pria pecundang yang selalu berada diketiak ibu mereka..!
Huhh..!
Liliyana tidak bisa menebak dengan pasti entah apa yang telah diucapkan ibunya Sean, karena pada kenyataannya, begitu menerima telpon dari ibunya wajah Sean langsung berubah pias.
Otak Sean seperti telah dicuci dengan begitu cepat sehingga sikap pria itu yang awalnya hangat dan empati mendadak menjadi dingin dan tidak bisa dibujuk lagi.
Sialnya saat Liliyana nekad merayu dengan jalan mencoba mendapatkan ciu man Sean, tanpa berfikir dua kali Sean langsung menepikan mobilnya dengan ekspresi sedingin es dikutub utara.
"Turun."
"Sean ada apa?" Liliyana terhenyak menyadari Sean sedang berusaha mengusirnya dari dalam mobil. Jemarinya yang menyentuh lembut jemari Sean bahkan langsung ditepis.
"Liliyana, turunlah.."
"Tidak." Liliyana bersikeras sambil menggeleng berkali-kali. "Sean, apa salahku..? kenapa mendadak kamu berubah mi menjadi seperti ini..?" air mata buaya betina miliknya meluncur deras membasahi pipi, tapi bukannya kasihan, kali ini Sean malah melengos.
"Liliyana.. sejak awal aku sudah tidak setuju dengan semua sikapmu yang berlebihan kepadaku, dan aku bahkan sudah mengatakannya. Lalu kenapa barusan kamu mau.. mau.." Sean terlihat menelan ludah, enggan menanyakan alasan mengapa tadi Liliyana nekad ingin menciumnya.
"Sean.. aku.. sebenarnya aku sangat menyukaimu.."
"Astaga.." Sean bergumam pelan seraya memijit keningnya.
"Aku bersungguh-sungguh, Sean, aku menyukaimu. Selama ini aku memendamnya karena tidak ingin menyakiti Rei.."
"Just stoped it."
"Sean, aku serius.."
"Turun."
"Sean.."
"Liliyana, tolonglah.. aku tidak ingin kamu salah memaknai kebaikanku. Aku memang brengsek.. tapi merebut pacar teman itu sama sekali bukan sifatku.."
"Tapi hubunganku dengan Rei sudah berakhir.. jadi tidak ada istilah merebut.."
"I don't care. Selama ini pundakku ada untukmu layaknya seorang teman. Tapi bicara tentang cinta itu tidak mungkin. Kamu masih bersama Rei atau tidak.. aku tidak mungkin menjalin hubungan denganmu. Tidak hari ini.. tidak juga dimasa depan. Sampai disini kamu paham tidak?"
Liliyana terpekur.
Menjadi pacar Reindra Affan Wijaya saja sudah membuatnya senang bukan kepalang, tapi bagaimana pun seorang Sean Argano Putra Djenar tetaplah berbeda.
Serakah?
Oh.. no.. Bagi Liliyana semua yang terjadi dalam hidupnya adalah sebuah proses untuk investasi masa depan.
Seleksi..
Koleksi..
Eliminasi..
Dan dia sudah telanjur berangan-angan bisa mengeliminasi Rei dan berhasil menggantikannya dengan Sean, kalau saja mommynya Sean yang rese itu tidak menghancurkan semua jalan skenarionya dalam sekejap mata.
Dan Sean..
Meskipun tetap mengantarnya sampai kedepan pagar kostnya, jangankan menerima ajakannya untuk turun sejenak, menoleh pun tidak sudi.
Menolak mendapatkan zonk alias tidak mendapatkan apa-apa membuat Liliyana berfikir cekatan.
Usai melempar high heels untuk meluapkan amarah, Liliyana mulai mengatur nafas yang awalnya memburu, berusaha tenang sebelum akhirnya mengambil telpon genggamnya untuk menghubungi Rei.
Nyaris satu bulan sejak ia meminta cooling down, setelah mereka berdua berselisih paham.
Liliyana lelah memaksa Rei untuk membawa hubungan mereka ke jenjang yang lebih tinggi meskipun ia tau persis bahwa Rei menolak bukan karena tidak ingin, tapi semata-mata karena ibunya belum bisa menerima dirinya sebagai wanita yang dicintai putranya.
Meskipun awalnya Rei menolak ide cooling down darinya, namun pada akhirnya pria itu mengalah dan mengikuti kemauan Liliyana, yang memang sengaja melakukannya untuk memprovokasi Rei agar bisa lebih keras membujuk ibunya.
Rei setuju memberi waktu, tidak bertemu dan saling memberi kabar. Belum seminggu keadaan itu berlalu, dan Liliyana tetap bersikeras pada pendiriannya, terlebih saat menyadari Rei terus mengirimkan pesan perhatian sepanjang hari, meskipun Liliyana tidak pernah membalasnya.
'Selamat pagi my sweetheart..'
'Jangan lupa makan..'
'Selamat bekerja..'
'Good night my sweetheart.. have a nice dream..'
Dan masih banyak lagi kalimat-kalimat manis lainnya.
Belum sampai seminggu berlalu, sore itu Liliyana menghadiri sesi pemotretan untuk iklan produk sebuah brand kecantikan milik salah satu anak perusahaan Indotama Group, tak disangka ia bertemu Sean di lokasi, sedang mengawasi jalannya pemotretan di sore itu.
"Bagaimana kabar hubunganmu dengan Rei? masih aman dong.." sebenarnya saat itu Sean terlihat hanya berucap sambil lalu, sebagai basa-basi semata, namun pikiran liciknya tiba-tiba memikirkan hal yang lain.
Liliyana memasang tampang sendu seolah artis papan atas kenamaan yang sedang beradu akting, cukup mencuri perhatian Sean yang langsung mengerinyit.
"Lili.. ada apa dengan wajahmu? kamu baik-baik saja kan?" Sean terlihat khawatir, seraya menatap wajahnya lekat. Pria itu bahkan terlihat sedikit panik begitu menangkap bulir bening yang menghiasi pipi Liliyana.
"Ghosting.." ia menatap Sean, berpura-pura sedih untuk mencuri perhatian.
Sean terlihat menggeleng tak percaya. Meskipun Sean sendiri kerap melakukan hal itu kepada para wanita, tapi Sean meyakini bahwa Rei tidak seburuk dirinya.
"Tidak mungkin. Rei tidak mungkin melakukannya.."
"Pada kenyataannya.. itulah yang terjadi.."
Dan tangis Liliyana pecah begitu saja, cukup ampuh membuat Sean kelabakan, apalagi Liliyana menangis dengan kondisi make up berat karena sesi pemotretan yang belum usai.
"Tunda dulu pemotretannya.." titah Sean kepada crew pemotretan, menyadari Liliyana yang sudah terisak hebat.
Dan saat pria itu mengulurkan sebuah kotak tissue yang ada diatas meja tepat dihadapannya, Liliyana tidak lagi membuang kesempatan untuk menghambur memeluk tubuh Sean yang kekar dengan aroma wangi maskulin yang memabukkan. Tersedu-sedu disana dengan tangisan menyayat hati.
Liliyana tersenyum menang.. saat menyadari tubuh Sean yang awalnya kaku mulai melunak.. dan tangan kekar Sean mengusap rambutnya beberapa kali sebagai bentuk atensi atas apa yang sedang dialami Liliyana.
"Jangan menangis.. you have to trust me, please. Everything will be fine.."
Bisik Sean.. seolah ingin menenangkan Liliyana, yang justru tersenyum licik dalam pelukan hangat milik Sean.
.
.
.
Bersambung...
Like, Comment, Favoritekan, Rate 5, and Vote, 😍
Thx and Lophyuu all.. 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Alya Yuni
Jadi prmpuan jngn trllu serakah
2022-10-24
1
sri hasan basri, S.Pd.
masih on going kah thor novel ini?
2021-11-20
4
Elly Handayani
ne mah namanya ular berkepala 5
2021-09-30
2