Hiro langsung disuruh duduk di sebuah kursi yang ada di sebelah Izumi. Raut wajahnya terlihat biasa saja, karena memang tidak ada kecemasan apapun yang dirasakan dalam dirinya. Dimata Hiro, Izumi hanyalah gadis biasa yang terobsesi melakukan pembalasan dan pencari perhatian. Hal itu wajar dirasakan oleh anak remaja labil seusianya.
"Hiro-Kun, maaf... kau dikeluarkan dari sekolah ini. Pernyataan Izumi sudah membuat aku yakin untuk membuat keputusan ini..." ucap Hayate, sang kepala sekolah. Memiliki sedikit uban di rambutnya. Berkacamata, dan berpakaian rapi dengan setelan jas berwarna abu-abu.
Hayate mengarahkan bola matanya ke bawah. Tidak berani menatap ke arah Hiro. Pertanda kalau dirinya memanglah sedang berada di bawah ancaman. Semuanya karena Izumi menginginkan Hiro dikeluarkan dari sekolah. Dari ketakutan Hayate itu, membuktikan bahwa betapa berkuasanya keluarga Nakagawa.
"Maaf Hiro, aku sebenarnya sudah berusaha untuk mencegah keputusan Tuan Hayate. Tetapi beliau tetap bersikukuh untuk mengeluarkanmu," tutur Izumi sembari memegangi lengan Hiro dengan lembut. Dia memasang ekspresi seolah berempati kepada Hiro. Namun sepenuhnya gadis tersebut hanya mendramatisasinya.
"Baiklah, kalau begitu..." balas Hiro seraya menjauhkan tangan Izumi darinya. Dia langsung berdiri dan keluar dari ruangan. Tidak peduli dengan nasibnya. Untuk orang yang berasal dari abad-14 sepertinya, tentu tidak akan peduli dengan sesuatu hal bernama sekolah. Bagi Hiro, dia lebih senang berada di akademi ninja, dari pada sekedar duduk santai mendengarkan dan menulis sesuatu hal yang sama sekali tidak diketahuinya.
Hayate dan Izumi terperangah. Mereka tidak percaya dengan respon yang dintunjukkan Hiro. Bagaimana bisa lelaki itu dengan santainya menerima dirinya dikeluarkan dari sekolah? bahkan tanpa mengetahui alasannya sedikit pun.
Izumi yang merasa dirinya diabaikan sontak merasa kalah. Dia terlihat bangkit dari kursi dengan penuh kekesalan.
Sedangkan Hayate hanya bisa diam dan mencoba memaklumi sikap Izumi. Sebenarnya dia tersenyum dalam hatinya. Sebab baru kali ini, ada seseorang yang berhasil membuat Izumi kalah telak. Apalagi Hiro sama sekali tidak menunjukkan kekhawatiran diwajahnya.
"Sekarang apa Nona?" tanya lelaki paruh baya yang sedari tadi berdiri di samping Izumi.
"Telepon Tuan Fujiya!" titah Izumi, memutar bola mata jengah, kemudian bergegas pergi keluar dari ruangan. Bahkan tanpa memberi hormat sedikitpun kepada Hayate.
...***...
Hiro sudah berjalan menuju gerbang sekolah. Langkahnya terhenti ketika mendengar suara panggilan Shima. Sahabatnya itu terlihat berlari dengan nafas yang ngos-ngosan.
"Senpai! aku baru saja dengar kalau kau dikeluarkan dari sekolah?" timpal Shima yang sudah menghentikan larinya. Dia terdengar sedang mengatur deru nafasnya. Hiro mengiyakan pertanyaan Shima dengan anggukan kepala.
"Memangnya kau sudah melakukan apa kepada Izumi? tidak lebih dari mendorong kepalanya kan?" tanya Shima serius.
Hiro mengarahkan bola matanya ke kanan atas. Mencoba mengingat apa yang sudah dilakukannya terhadap Izumi. Dari mulai memarahinya, hingga hampir memperlihatkan alat vitalnya kepada gadis itu.
"Apa?!" mata Shima terbelalak, ketika Hiro memberitahukan semuanya. "Senpai, kau harusnya jangan bertindak terlalu jauh kepadanya. Dia gadis psiko, Izumi tidak akan segan-segan menghancurkan hidupmu!"
"Shima-Kun, kau pikir aku takut dengannya? jika dia memang berani menyakitiku, maka aku juga akan membalasnya dengan hal yang sama, atau mungkin lebih dari itu. Aku hanya butuh katana milik kakekmu!" balas Hiro sambil mencengkeram kerah baju Shima. Menampakkan sorot tatapan tajam dimatanya. Dia mendekatkan wajahnya karena hendak mengucapkan kalimat berupa penegasan. "Kau itu seorang lelaki... kau tidak boleh jadi penakut!"
Shima terdiam seribu bahasa. Membuat Hiro perlahan melonggarkan cengkeramannya, lalu menepuk pelan pundak Shima. "Aku pulang dulu..." tutur Hiro sembari mengukir senyuman tipis.
...***...
Setibanya di rumah, Hiro menyaksikan Akira sedang berdandan. Mengenakan dress selutut dan lipstik merah menyala. Akira juga terlihat menggeraikan rambutnya. Dia begitu sibuk merias diri di depan cermin, hingga tidak menyadari kehadiran putranya yang sedari tadi memperhatikannya dari belakang.
"Kau mau kemana?" tanya Hiro, yang sontak menyebabkan Akira tersentak kaget. Lipstik yang tadinya ada di genggaman tangan terlepas begitu saja. Lipstik itu terjatuh dan terguling jauh ke bawah lemari.
"Hiro? kau kenapa sudah pulang? ini masih pagi kan?" respon Akira dengan keadaan mata yang membulat.
"Aku... dikeluarkan dari sekolah!" jawab Hiro pelan.
"A-apa kau bilang?!" Akira menampakkan tatapan getir. Sebelah tangannya membekap mulutnya sendiri. Dia kesulitan mempercayai ucapan sang putra. "Kenapa? bagaimana bisa! masalah apa yang kau buat? bukankah aku sudah memberitahumu untuk tidak berkelahi?"
"Semuanya karena Izumi, gadis yang tempo hari menemuimu," jelas Hiro singkat. Dia masih bersikap tenang. Seakan apa yang terjadi kepadanya bukanlah hal buruk.
"Hiro, apa kau tahu betapa sulitnya aku memasukkanmu ke sekolah itu?! memperjuangkan untuk membayar segala biaya yang ada?! kau pikir itu mudah?!" kemarahan Akira memuncak. Dia mengomel dengan nada penuh penekanan. Matanya pun mulai memancarkan pendar cairan bening. "Semuanya kulakukan agar kau memiliki masa depan yang lebih baik dariku!!" geram Akira. Dadanya tampak naik turun karena kemarahannya sudah berhasil membuatnya kesulitan mengatur nafas.
"Ibu tahu apa tentang masa depan? bagaimana jika masa depanlah yang akan menjebak kita? Ibu tidak tahu--" ucapan Hiro terhenti, ketika Akira melingus pergi begitu saja meninggalkannya.
Akira terlihat mengambil tas bahunya, lalu memasang sepatu. Kerutan kekesalan di dahinya masih terukir jelas. Air mata yang sedikit menetes di hapusnya dengan kasar. Penampilannya hari itu sangatlah berbeda dari biasanya.
Hiro yang menghadapi kemarahan Akira, hanya bisa mengacak-acak rambutnya sendiri.
Hiro merenung sejenak. Seperti yang dikatakannya, kalau sekarang dirinya memang sedang terjebak dengan masa depan. Hiro beberapa kali menghela nafas panjang. Matanya yang sayu mendadak tertuju ke arah katana berada. Dia mendadak teringat dengan uang pemberian dari Amira. Hal tersebut otomatis menciptakan sebuah senyuman diwajahnya.
'Sebelum masalahnya semakin besar, lebih baik aku bersenang-senang dahulu,' batin Hiro, kemudian bergegas mengganti pakaiannya.
Hiro sudah keluar dari rumahnya. Namun ketika kebetulan melihat rumah Shima yang hanya berjarak beberapa langkah, dia malah teringat dengan sahabat baiknya itu. Alhasil Hiro memilih untuk menunggu kedatangan Shima terlebih dahulu. Lagi pula bersenang-senang sendirian terasa tidak menyenangkan.
Hiro akhirnya merebahkan diri di bangku yang ada di bawah pohon. Dia tertidur tanpa sengaja. Karena terlalu nyaman dengan angin alami yang dihasilkan oleh alam.
Beberapa jam kemudian...
Kriet...
Pintu gerbang terbuka. Muncullah Shima yang baru datang dari sekolah. Atensinya segera tertuju kepada Hiro yang tengah asyik tertidur. Niat jahilnya seketika muncul.
Shima berderap dengan pelan. Dia berniat mengagetkan Hiro. Namun belum juga datang mendekat, Hiro sudah bangun dan mengubah posisinya menjadi duduk. Lelaki itu langsung menyapa Shima dengan senyuman lebar.
"Senpai, sepertinya hari ini kau sangat menikmati waktumu," sapa Shima semakin melajukan langkah kaki untuk menghampiri.
"Iya, menurutku hari ini adalah momen paling tenang semenjak aku berada dalam tubuh Hiro..." ucap Hiro tenang.
"Baiklah, selamat menikmati harimu, Senpai. Aku harus bersiap untuk pergi bekerja!" balas Shima sambil berjalan menuju rumahnya.
"Shima!" panggilan Hiro mengharuskan Shima berhenti dari langkahnya, lalu segera menoleh ke arah Hiro.
"Ayo ikut aku bersenang-senang hari ini!" ajak Hiro seraya melakukan pose berkacak pinggang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Roronoa Zoro
kelalan yuk kak..
sev no aku ya..
083841755260..
2021-09-16
1
nGemilbatako_17
dikeluarkan dari sekolah panik, nangis-nangis❌
dikeluarin dari sekolah B ajah✅
wkwkwk🤣🤣
bersenang senang? ngapain nih
2021-08-23
8