Hiro melangkahkan kakinya keluar dari elevator. Berniat kembali menemui Takeshi. Dia berharap lelaki itu masih ada di posisi sebelumnya. Hiro berjalan sambil menggertakkan giginya. Dia semakin menjauh dari lokasi tempat tinggalnya.
Setibanya di tempat tujuan, Hiro tidak bisa menemukan Takeshi berada. Sepertinya suruhan rentenir tersebut sudah lama pergi. Sekarang Hiro mencoba bertanya kepada pemilik toko yang kebetulan ada di dekatnya. Mungkin saja orang itu tahu mengenai kemana perginya Takeshi. Nihil, Hiro tetap tidak mendapatkan informasi mengenai keberadaan Takeshi.
Setelah berpikir keras, Hiro akhirnya mengambil ponsel dari saku celana. Dia berniat menghubungi Shima untuk meminta bantuan.
"Senpai, sepertinya kau sudah sangat ahli menggunakan ponselmu, hehe..." Shima menyambut panggilan Hiro langsung dengan pujian.
"Shima, aku butuh bantuanmu sekarang. Apa kau punya waktu luang?" tanya Hiro, tidak memperdulikan perkataan Shima yang lebih terdengar seperti sindiran baginya.
"Emm... aku hendak mengantarkan pesanan sekarang. Tetapi setelah selesai, aku bisa langsung menemuimu," jawab Shima. Terdengar sedikit suara berisik di sekelilingnya. Seperti bunyi dentingan peralatan makanan dan juga pelastik yang di acak-acak.
"Baiklah, aku akan menunggu. Cepatlah!"
"Tunggulah di halte bus, aku janji akan segera datang secepat kilat!" ujar Shima, lalu mematikan panggilan telepon lebih dahulu.
Hiro melajukan langkahnya untuk cepat-cepat sampai di halte bus. Jaraknya sendiri lumayan jauh dengan tempat tinggalnya. Meskipun begitu, Hiro berusaha menikmati lari yang sedang dilakukannya. Agar tubuhnya yang sekarang dapat terbiasa.
Suara lalu lalang alat transportasi menemani penantian Hiro di halte bus. Lelaki tersebut duduk menyandarkan badannya ke tiang yang ada di belakang. Sesekali dia mengamati orang-orang yang berjalan lewat di hadapannya. Sekali lagi, Hiro masih merasa asing dengan keadaan zaman di abad ke-21. Dari mulai potongan rambut, cara berpakaian, hingga kebiasaannya yang terkesan lebih bebas.
'Huhh... aku jadi penasaran dengan apa yang terjadi di zaman seharusnya aku berada. Kira-kira apa yang telah terjadi di abad-14, sampai-sampai negeri ini menjadi sangat berubah drastis?' benak Hiro bertanya-tanya sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar.
Dari kejauhan tampaklah seorang lelaki yang tidak asing bagi Hiro. Dia mengendarai sebuah motor matic berwarna merah. Memakai helm dan sedang menjalankan motornya dalam kecepatan yang lumayan laju.
Hiro seketika bangkit dari tempat duduknya. Dia yakin lelaki yang sedang mengendarai motor itu adalah Shima. Dia dapat mengetahuinya dari perawakan dan senyuman lebarnya yang terkesan menjengkelkan.
Sang lelaki bermotor semakin dekat. Menyebabkan kedua mata Hiro terbelalak. Bagaimana tidak? motornya tengah melaju tepat ke arahnya. Entah kenapa tubuh Hiro serasa membeku. Jantungnya pun mendadak berdetak dalam tempo cepat.
"SHIMA!!" pekik Hiro seraya mengangkat kedua tangannya. Matanya terpejam rapat, karena mengira dirinya akan tertabrak. Dia dalam posisi seolah berusaha mencegah sesuatu.
Syut...
Shima menghentikan motornya dengan pelan. Dia berhenti tepat di depan Hiro. Shima terkekeh geli kala menyaksikan ekspresi Hiro yang terkesan berlebihan.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Shima sembari turun dari motor.
Hiro perlahan membuka mata. Dia segera melayangkan tendangan ke bokong Shima. Hingga lelaki berambut cepak tersebut seketika terjerembab ke tanah.
"Senpai! kenapa kau malah menendangku?!" keluh Shima, tidak terima pantatnya di tendang.
"Jangan pernah lakukan itu lagi kepadaku!" balas Hiro sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada. Dia membicarakan perlakuan Shima terhadapnya.
Hiro beranggapan kalau Shima memang sengaja melajukan motor ke arahnya. Sepertinya Hiro hanya merasa paranoid dengan kelajuan motor yang mengarah kepadanya. Dia salah paham, karena baru pertama kali melihat sebuah motor dijalankan. Keberadaan motor di Jepang sendiri sangat jarang digunakan. Meski negara tersebut adalah salah satu penghasil terbesar alat transportasi roda dua itu.
"Melakukan apa? aku tidak melakukan apapun!" ucap Shima yang sedang berusaha berdiri secara perlahan.
"Lalu apa tadi? seharusnya kau menghentikan motor jauh dari posisiku!" Hiro menjelaskan alasan kemarahannya.
"Aaah karena itu. Pfffft!" Shima berusaha menahan tawa. "Jangan berlebihan Senpai, karena memang begitulah cara mengendarai motor. Semakin laju maka akan bertambah menyenangkan. Kau harus mencobanya."
"Tidak." Hiro menggeleng tegas. Awalnya dia memang merasa kagum, tetapi setelah melihat Shima berkendara dengan cara ugal-ugalan, tentu Hiro menjadi tidak suka lagi dengan benda itu.
Selanjutnya Hiro pun memberitahukan semua masalahnya kepada Shima. Dia ingin meminta bantuan Shima untuk mencari lokasi markas para rentenir yang telah menyerang Akira. Keduanya sekarang duduk bersebelahan di halte bus.
"Harusnya kamu bertanya pada ibumu," Shima menatap heran ke arah Hiro. Sebelah alisnya terangkat. Ekspresinya semakin menjengkelkan dengan keadaan helm yang belum dilepas dari kepalanya.
"Mana mungkin, dia tidak akan memberitahu. Katanya, jika aku memberi pelajaran kepada para rentenir itu, maka masalahnya hanya akan bertambah panjang. Lagi pula, dia sedang sangat kesulitan sekarang." Hiro memberikan penjelasan.
"Ibumu ada benarnya, karena memang dialah yang memilih berhutang kepada rentenir. Berarti dia pasti sudah tahu apa resikonya."
"Tapi apa kau akan menerima begitu saja jika para rentenir itu mengobrak-abrik rumahmu? bahkan menyakitimu hingga lebam? itulah yang dirasakan Akira sekarang." Hiro mengubah posisinya menjadi berdiri. Untuk menunjukkan tekadnya yang sudah bulat dari awal.
Shima langsung membisu. Menurutnya pemikiran Hiro memang benar adanya. Perlakuan para rentenir itu memang sudah melebihi batas. Alhasil dia pun setuju untuk membantu Hiro. Shima bahkan rela membolos dari pekerjaan paruh waktunya demi ikut bersama sahabatnya.
"Ya sudah, ayo kita berangkat. Sepertinya aku tahu lokasi dimana beberapa markas rentenir berada!" kata Shima percaya diri. Dia sudah duduk di depan setir motornya. Kemudian mengambil helm yang tergantung dibawah setangnya. Shima memberikan helm itu kepada Hiro.
"Kau ingin aku duduk di belakangmu?" tanya Hiro memastikan, sambil memakaikan helm ke kepala.
"Tentu saja. Kita tidak akan sanggup menjelajahi kota Kyoto dengan berjalan kaki," terang Shima.
"Baiklah kalau begitu." Hiro akhirnya duduk ke jok belakang motor Shima. Dia tidak punya pilihan lain selain mengikuti arahan Shima. Lagi pula Hiro juga masih merasa asing dengan wilayah dan keadaan kotanya sekarang.
Shima perlahan menjalankan motor. Memposisikan diri ke jalan raya dengan kelajuan yang sedang. Dia melakukannya agar Hiro tidak bersikap berlebihan lagi seperti sebelumnya.
Di balik badan Shima, Hiro terdiam. Dia merasakan angin yang menghantam wajahnya. Bahkan suaranya terdengar sedikit berdesir di telinganya. Entah kenapa dia begitu menikmatinya.
"Benda ini seperti kuda, hanya saja berjalan lebih mulus dan tanpa adanya goncangan," ucap Hiro mengemukakan pendapatnya.
"Begitulah, Senpai..." Shima lagi-lagi berusaha menahan tawa. Karena baru pertama kali baginya mendengar komentar seperti itu. "Ngomong-ngomong, kapan kau akan melatihku?" tanya-nya seraya menatap Hiro melalui kaca spionnya.
"Aku akan memberitahumu kalau semuanya telah siap," sahut Hiro datar. Dia sebenarnya masih ragu untuk menjadi sosok guru ninja bagi Shima.
"Benarkah? memangnya apa saja yang harus disiapkan untuk memberikan latihan ninjutsu?" tanya Shima dengan suara lantang. Sebab suara desiran angin agak mengganggu pendengaran saat berkendara.
Hiro menghela nafas dan menjawab, "Ya, sangat banyak yang harus disiapkan." Dia sepenuhnya hanya berkilah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
nGemilbatako_17
"Banyak yang perlu disiapkan"
Telur, terigu, kompor, mentega, minyak, wajan dan lain-lain itu ya hiro eh.. wkwk 😆
2021-08-15
5
Whidie Arista 🦋
Ayo Hirro ajarin Shima Kagebunsin ninjutsu🤣🤣
2021-08-12
1