Hiroshi terdiam untuk sesaat. Dia menatap ke arah jendela mobil. Sebelah tangannya terus menekan luka di bagian kepala.
'Ugh... aku merasa ada yang berbeda dengan tubuhku,' batin Hiroshi sembari memperhatikan tubuhnya sendiri. Dia merasa tubuhnya lebih ringan dan mengecil. Kepalanya pun sakitnya semakin menyengat, hingga penglihatannya perlahan menjadi kabur.
Mobil taksi yang membawa Hiroshi dan Akira berhenti tepat di depan rumah sakit. Akira bergegas keluar dan membukakan pintu untuk putranya.
Hiroshi merasa kepalanya mulai oleng. Tetapi dia tetap memaksakan diri untuk melangkah. Hingga saat kakinya digerakkan keluar dari mobil, tubuhnya seketika ambruk ke tanah. Pihak medis pun berdatangan. Mereka segera membawa Hiroshi ke unit gawat darurat.
Dua jam berlalu, sekarang Hiroshi telah dibawa ke bangsal khusus rawat inap. Lelaki itu tampak terbaring lemah di atas hospital bed. Kali ini terdapat perban yang menutupi area kepalanya. Kedua matanya masih terpejam rapat. Dengan ditemani oleh Akira yang duduk di samping kanannya.
Akira membelai rambut putranya. Terdapat binar penuh kekhawatiran dari sorot matanya. Perlahan suara helaan nafas yang tercekat mulai terdengar. Sepertinya Akira tidak mampu membendung air matanya lagi. Segala kesulitan yang ada di kepala dan hatinya benar-benar membuat pilu. Sekarang tangannya memegangi jari-jemari sang putra.
Hiroshi sudah membuka mata. Dia langsung mengubah posisi menjadi duduk. Pandangannya segera mengedar ke segala penjuru ruangan. Dia berhasil menangkap beberapa benda asing yang membuat dahinya mengerut heran.
"Hiro!" Akira memekik senang sambil memberikan pelukan hangat. Hiroshi seketika mematung sembari mengedipkan matanya beberapa kali.
"Tunggulah, Ibu akan memberitahu dokter lebih dahulu." Akira merekahkan senyum tipis, lalu berlari keluar ruangan.
Hiroshi sendirian, matanya beralih menatap benda seperti selang yang menancap di salah satu tangannya. Matanya seketika membola tatkala menyaksikan cairan dari benda itu masuk ke tubuhnya.
"Apa-apaan ini!" ujar Hiroshi seraya mencoba melepas infusnya.
Ceklek!
Pintu mendadak terbuka, muncullah Akira beserta seorang dokter dan perawat. Mereka segera mencegah tindakan Hiroshi yang hampir saja mencabut infusnya.
"Hiro, apa yang kau lakukan? benda itu akan membuatmu semakin membaik," tutur Akira yang tengah memegangi pundak sang putra.
Dokter terlihat mengambil sebuah penlight dari saku bajunya. Kemudian mengarahkan sinarnya ke mata Hiroshi satu per satu. Kening dokter tersebut mengernyit bingung. Dia kemudian menggelengkan kepala sekitar dua kali.
"Ada apa, Dok? apakah ada masalah?" tanya Akira, berharap keadaan putranya baik-baik saja.
"Benturan dikepala putra anda memberikan dampak besar. Putra anda sepertinya mengalami amnesia," ungkap sang dokter pelan.
Akira langsung mengalirkan cairan bening dari matanya. Kedua tangannya menangkup mulutnya sendiri. Akira merasa sedikit terpukul dengan keadaan putranya sekarang. Namun dia tetap mensyukuri apa adanya, yang terpenting anaknya sudah kembali sehat.
"Aku ada dimana?" tanya Hiroshi kepada Akira. Sedangkan Dokter dan perawat telah keluar dari ruangan.
"Kau ada di rumah sakit, Hiro..." jawab Akira sembari menghapus bulir-bulir air mata yang berjatuhan di pipi.
"Kenapa kau terus memanggilku Hiro? dan siapa kau sebenarnya?" Hiroshi kembali bertanya.
Akira menatap nanar. Hatinya terasa sakit ketika mendengar penuturan sang putra yang sama sekali tidak mengingat tentang dirinya. Namun Akira berusaha menanggapi seperti biasa, yaitu dengan cara bersabar dan tenang.
"Namamu Hiro Kenichi, dan aku adalah Akira Kenichi, ibu kandungmu. Kata dokter, kau kehilangan ingatanmu. Tetapi aku akan berusaha membantumu untuk memberitahu tentang segalanya." Akira kembali membelai rambut Hiro dengan lembut.
"Hi-hiro Kenichi?" Hiroshi membulatkan mata. Selanjutnya ia menanyakan keberadaan cermin untuk memastikan sesuatu. Akira pun membawanya ke kamar mandi. Di sana mata Hiroshi kembali terbelalak, karena dia tidak menyaksikan wajah aslinya di depan mata. Melainkan wajah seorang pemuda yang sama sekali tidak dikenalnya.
"Apa? si-siapa?" Hiroshi menepuk-nepuk wajahnya sendiri. Namun semuanya terbukti nyata, dan bukanlah mimpi belaka.
Akira yang melihat tingkah putranya dari belakang, hanya bisa menatap heran. 'Apa separah itukah amnesia yang dideritanya? sampai tidak menerima tampilan wajahnya sendiri?' pikirnya sambil memegangi tiang infus milik Hiroshi.
"Bisakah kau meninggalkanku sendiri?" tanya Hiroshi seraya menoleh ke arah Akira.
"Tentu saja, tapi jangan lepaskan infusmu ya!" ujar Akira yang segera melangkah keluar kamar mandi.
Hiroshi sekarang sendirian. Dia masih menatap pantulan dirinya di cermin. Mengamati wajah dan tubuh barunya. Nafasnya dihela cukup panjang. Masih berusaha mencerna apa yang telah terjadi kepadanya.
'Tunggu... bukankah aku sudah mati dibunuh Takeda? sekarang aku hidup lagi?... dengan tubuh baru dan nama lain? apakah ini yang namanya reinkarnasi?' Hiroshi menimpal pertanyaan bertubi-tubi kepada dirinya sendiri.
"Keahlian bela-diriku tidak hilang kan?" gumam Hiroshi, lalu melanjutkan dengan gerakan dasar bela diri yang di ingatnya. Dia menggerakkan kedua tangan dan kakinya secara mendadak. Hiroshi mencoba menendangkan sebelah kakinya ke udara.
"Whoaa!" Hiroshi tersenyum girang, karena dia merasa tubuhnya lebih ringan. Namun ketika dirinya melakukan gerakan beberapa kali, bunyi tulang yang meregang terdengar nyaring. Bagian pinggul dan kakinya pun sudah merasa lelah dan pegal.
"Apa-apaan? aku yakin anak ini jarang melakukan olahraga," tebak Hiroshi mengira-ngira. Tangannya memegangi bagian pinggangnya yang terasa pegal. Dia sekarang berjalan dan berhenti di depan cermin.
'Sepertinya aku sudah tidak bisa kembali ke diriku yang sebelumnya. Aku terpaksa harus menjadi anak ini. Tetapi aku akan tetap berusaha mencari informasi mengenai reinkarnasi dari seorang dukun,' ucap Hiroshi dalam hati. 'Baiklah, sekarang aku adalah Hiro Kenichi. Untung saja namaku dan pemilik tubuh ini hampir mirip. Jadi aku tidak begitu merasa asing.' Hiro segera beranjak pergi keluar dari kamar mandi.
Akira terlihat sedang mempersiapkan makanan untuk putranya. Dia menyuruh Hiro untuk segera duduk ke hospital bed. Perempuan itu meletakkan meja kecil di hadapan Hiro, lalu meletakkan semangkuk bubur dan segelas air putih. Sedangkan Akira sendiri mengambil sebuah wadah berjenis karton, yang berisi mie ramen di dalamnya.
Hiro mengerjapkan mata. Dia memperhatikan makanan yang sedang dinikmati Akira. Terlihat nikmat dan memiliki aroma yang menggugah selera. Hingga Hiro perlahan menenggak salivanya sendiri. Apalagi ketika Akira mulai menyedot ramennya dengan mulut. Suara desisannya membuat air liur Hiro kembali terkumpul mengitari indera pengecapnya.
"Makanan apa itu?" tanya Hiro penasaran.
Akira menghentikan santapannya. Bola matanya segera menyorot wajah Hiro. Dia menenggak ramennya terlebih dahulu dan berucap, "Ini ramen, apa kau mau?"
Hiro langsung menganggukkan kepala. Akira pun segera mengaitkan mie ramen ke sumpit yang dipegangnya, lalu menyuapinya kepada sang putra.
"Kau memang tidak berubah, tetap menyukai mie ramen seperti biasa..." Akira tersenyum puas. Meskipun Hiro divonis kehilangan ingatan. Setidaknya selera makanannya masihlah sama.
"Aku menyukainya?" tanya Hiro sembari merebut wadah yang berisi mie ramen dari pegangan Akira.
"Iya, sangat!" Akira kembali merekahkan senyum. Dia merasa senang bisa menyaksikan Hiro makan begitu lahap. Putranya yang berusia enam belas tahun itu bahkan menenggelamkan sebagian wajah pada wadah ramennya.
"Pelan-pelan, Hiro..." ucap Akira lagi, masih dengan senyuman yang belum memudar.
Hiro telah menghabiskan satu wadah ramen. Sekarang matanya menatap semangkuk bubur yang sejak awal tidak menarik perhatiannya. Perutnya yang masih terasa lapar, akhirnya tidak kuasa menolak semangkuk bubur di hadapannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
chika kanzah
yah...ninja kan memang harus makan yg banyak.
2022-10-27
1
Mat Grobak
ketempelan ini, keren thor
2022-02-19
0
shinobi chan
mantab thorrr
2021-10-27
1