Hiro dan Shima sekarang berjalan berbarengan memasuki kantin. Di sana ada banyak sekali murid yang tengah asyik menyantap hidangan. Suasana ribut dan denting peralatan makanan membuat Hiro terperangah. Bagaimana tidak? saat di akademi ninja, tepatnya ratusan dekade yang lalu, Hiro terbiasa di didik disiplin. Dari mulai makan, cara bersikap dan berbicara. Keadaan zaman di abad 21 seperti ledakan budaya baginya.
"Apa suasananya memang sering begini?" tanya Hiro seraya melirik ke arah Shima.
"Kau memangnya mau suasana yang bagaimana? bukankah ini hal biasa?" Shima merangkul pundak Hiro. Kemudian membawanya melangkah menuju meja yang berisi beragam makanan.
Shima mengambilkan hidangan pilihannya untuk Hiro. Kemudian mengajaknya ke meja makan yang kosong. Keduanya duduk saling berhadapan.
Hiro membisu. Bola matanya bergerak kesana-kemari. Memperhatikan kelakuan anak remaja yang tampak seperti kecebong liar. Dia menggertakkan gigi kesal. Sebab Hiro tidak terbiasa makan di tengah keributan. Alhasil dia bangkit dari tempat duduk. Sebuah geplakan kuat berdentum di meja.
"DIAM!" pekik Hiro, yang seketika menjadikan dirinya sendiri menjadi pusat perhatian semua orang. Seluruh pasang mata sontak menyorot ke arahnya. Mereka hening dalam sesaat.
"Hiro!" tegur Shima. Dia reflek ikut berdiri, karena berusaha menghentikan tindakan nekat sahabatnya.
"Apa maksudmu pecundang?!" tanya salah satu siswa yang merasa terganggu dengan kelakuan Hiro.
"Bisakah kalian diam saat sedang makan? aku tidak bisa menikmati hidanganku dengan baik!" ungkap Hiro mencoba menatap puluhan orang yang sekarang ada di sekelilingnya.
"Hiro, hentikan. Jangan melakukan hal aneh!" Shima mencoba memegangi lengan Hiro. Akan tetapi dia langsung mendapatkan tepisan.
"Diamlah Shima, biarkan aku bicara." Hiro membalas teguran Shima.
Mendengar perkataan Hiro yang seolah mengatur, semua orang lantas tertawa. Sebab baru pertama kali ada seseorang yang berperilaku seperti itu ketika jam makan siang. Lagi pula makan dengan tenang saat di kantin adalah sesuatu yang terbilang mustahil. Apalagi jika waktu istirahat pada seluruh kelas berada di jam yang sama.
Tidak sedikit siswa yang melemparkan sesuatu ke arah Hiro. Mereka melakukannya sambil bersorak mengejek. Hingga beberapa lemparan berhasil membuat seragam Hiro kotor.
"Beraninya kalian!" geram Hiro. Dia sekarang mencoba berjalan menghampiri salah satu siswa yang telah melemparkan sepotong tomat ke arahnya. Shima otomatis berusaha terus mencegah. Dia memegangi Hiro dengan sekuat tenaga, lalu membawanya keluar dari kantin.
"Hiro, tenanglah. Aku akan membawamu ke tempat yang lebih sepi," ujar Shima sambil terus menyeret Hiro untuk ikut bersamanya.
Shima membawa Hiro ke belakang sekolah. Yaitu tempat yang dirasa cukup hening untuk menenangkan amarah Hiro. Shima mengelus dagunya sendiri dengan jari-jemari. Dia menatap heran kepada Hiro. Sebab perubahan sikap sahabatnya itu sangatlah drastis. Shima bahkan berpikiran Hiro bukanlah Hiro. Melainkan seseorang yang tidak pernah dikenalnya.
"Kenapa kau membawaku ke sini?! aku belum sempat memberi pelajaran kepada mereka!" ungkap Hiro yang diteruskan dengan lidah berdecak kesal. Kakinya mencoba bergerak lagi menuju kantin, namun langsung dicegah oleh Shima.
"Hiro, tenanglah!" ujar Shima yang mendenguskan nafas sejenak dan melanjutkan, "kenapa kau sangat berubah? ini aneh sekali. Apa amnesia memang merubah sikap seseorang secara drastis?" Shima sedikit memiringkan kepala, bola matanya menyorot kepada sahabatnya yang sekarang terduduk di atas batu besar.
"Huhh! amnesia, amnesia... aku sudah lelah mendengarnya!" keluh Hiro.
"Lalu apa? atau kau berpura-pura, dan sengaja merubah karaktermu?" Shima mendekatkan wajahnya seraya melakukan tatapan meyelidik. Ekspresinya terasa sedikit mengganggu.
"Menjauhlah!" Hiro mendorong wajah Shima menjauh. Dia sekarang terpikir untuk menceritakan semuanya kepada Shima. Apalagi lelaki yang mengaku sahabatnya tersebut memang terlihat dapat dipercaya. Lagi pula, Shima juga tidak berada diposisi sulit seperti Akira.
"Baiklah... aku akan menceritakan semuanya kepadamu," ucap Hiro, yang seketika membuat mata Shima sedikit melebar. Shima pun memposisikan diri duduk di batu besar yang kebetulan berhadapan dengan Hiro. Dia membuka telinganya lebar-lebar untuk mendengarkan.
"Aku sebenarnya bukan Hiro Kenichi, tetapi Hiroshi Yamada. Salah satu ninja terbaik di tahun 1382 masehi!" ungkap Hiro dengan raut wajah serius.
"A-apa? ninja?... bwahahaha! haha!" tawa Shima langsung pecah. Perutnya penuh gelitikan tak terbendung. Apalagi saat menyaksikan ekspresi Hiro yang tampak sangat serius. Sebelah tangannya memegangi bagian perut yang terasa geli, hingga membuat gelak tawanya berlangsung lama. Gelagatnya menunjukkan bukti bahwa Shima tidak mempercayai perkataan Hiro.
"Baiklah, kalau kau tidak percaya. Aku akan tunjukkan!" ujar Hiro sambil bangkit untuk berdiri. Dia mengedarkan pandangan ke sekitar. Hingga matanya pun tertuju kepada bangunan sekolah.
Hiro berseringai dan berucap, "Temui aku di atap!"
Mendengar perkataan Hiro, Shima otomatis menghentikan tawanya. Dia mengusap cairan bening tawa yang sedikit keluar dari sudut mata, kemudian memfokuskan perhatiannya kepada Hiro. Matanya terbalalak, ketika melihat Hiro dengan gesit dan cepatnya menaiki bangunan sekolah.
Hiro terlihat memilih titik yang mampu menjadi pijakan dan pegangannya. Sekarang lelaki itu sampai di atap kedua. Dia menoleh dan melambaikan tangannya, seakan mendesak Shima untuk segera pergi ke atap.
Shima terperangah. Semua yang dilihatnya terasa sulit dipercaya. Seorang Hiro yang selalu dikenalnya lemah dan tidak suka berolahraga tiba-tiba menjadi kuat seolah sudah sering berlatih. Alhasil Shima berlari menuju tangga, karena tidak sabar untuk meneruskan pembicaraannya dengan Hiro.
Tiga lantai telah terlewati, tibalah Shima di atap. Dia membuka pintu dan penglihatannya langsung disambut dengan kehadiran sahabatnya. Hiro tampak sudah duduk santai di atas railing teralis. Senyuman puas terpatri di semburat wajahnya.
"Gila! itu gila!" Shima melontarkan pujian terbaiknya. Sebuah ungkapan pujian yang menunjukkan betapa terkagumnya dirinya.
"Apa sekarang kau percaya?" Hiro menyilangkan tangan di depan dada.
"Baiklah, sekarang ceritakan semuanya dari awal!" desak Shima bersemangat. Namun Hiro malah menunjukkan mimik wajah cemberut.
"Shima-Kun, kau sudah tahu kan kalau aku ini adalah salah satu leluhurmu, bukankah kau harusnya membungkuk hormat kepadaku?" timpal Hiro kesal.
"Maaf Senpai!" Shima langsung menyatukan kepalan tinju dari kedua tangan, lalu membungkukkan badan sekitar seratus delapan puluh derajat.
Hiro tersenyum. Dia merasa senang. Setidaknya ada satu orang yang menyadari jati dirinya. Hatinya serasa sedikit tergugah saat mendengar Shima memanggilnya dengan sebutan senpai.
"Bagus!" Hiro yang sekarang melangkah mendekati Shima. Menepuk pelan pundak lelaki berpotongan rambut cepak tersebut.
"Tetapi..." Shima mendongakkan kepala untuk menatap Hiro.
"Apa?" Hiro menuntut jawaban.
"Usia tubuh yang sekarang kau tempati itu di bawah satu tahun dariku. Artinya dia lebih muda dariku," tutur Shima percaya diri. Dia sebenarnya masih meragu untuk memberikan panggilan hormat. Atau lebih tepatnya dia masih tidak percaya sepenuhnya kepada Hiro. Shima berniat ingin melihat beberapa bukti lagi. Dia hanya berjaga-jaga kalau-kalau Hiro memang sengaja mengerjainya.
"Terus apa maumu?" timpal Hiro dengan dahi yang berkerut.
"Aku akan memanggilmu Senpai, jika kau bersedia melatihku!" jawab Shima berseringai.
Catatan kaki :
Senpai : adalah unsur penting dalam hubungan senior-junior di Jepang, sama ketika menghormati orang yang lebih tua dari kita.
Kun : Digunakan oleh orang dengan status senior ketika menyebutkan atau memanggil orang yang lebih junior dari dirinya.
Railing : Pagar yang melingkar di balkon atau atap, sebagai pelindung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
shinobi chan
ok..mantab ceritanya
2021-10-28
1
Arsya Hanafi
ceritany ringan Mantap sih Sip
2021-09-16
1
Bigpaw love daifuku
Dan Hiro bersama sahabatnya, Shima membuat ekskul parkour 😂
2021-09-16
1