"Lia." Suara lirih memanggilnya. "Biarkan aku selesaikan masalahku. Aku akan segera menyelesaikan masalahku dengan mereka. Jangan khawatir."
Lia hanya dapat menatap kepergian mereka dan berharap yang terbaik untuk Ray.
Satu milyard? Paket apa yang sebenarnya dicari oleh mereka?
🐥🐥🐥🐥🐥
"Lia."
Wanita itu mendongakkan kepalanya kepada sang pemilik suara.
"Ray?" Sebuah senyum melengkung di bibirnya. Pria yang telah menghilang selama tiga hari itu tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Apa semuanya telah selesai?" tanya Lia sambil meletakkan gunting kebunnya di rerumputan. Ia segera berdiri dan membuka topi lebarnya. Sedangkan beberapa tangkai bunga di tangan kirinya.
"Ya, aku memutuskan menjual perusahaan itu untuk membayar mereka dan membeli sebuah kios kecil. Supaya kita bisa menikah dan hidup dengan tenang, Lia," sahutnya. "Jadi, mari kita menikah."
Ray membuka kedua tangannya, ia menunggu reaksi wanitanya. Mengharapkan Lia datang menyambut ajakannya. Hatinya begitu gundah melihat Lia tak segera menyambutnya.
Lia mematung mendengar kalimat ajakan yang terucap dari bibir pria di depannya. Menikah dengannya, sementara Lia mulai tak yakin dengan kata hatinya. Diantara Sam atau Ray.
Setelah tercengang beberapa saat, Lia menyambut uluran tangannya. Ia tersenyum. Dalam hatinya berpikir, ia tidak boleh egois. Bagaimana hatinya begitu cepat berubah hanya karena penundaan pernikahan mereka.
"Baiklah, Ray."
Pria itu tersenyum lega mendengar jawaban positif yang diterimanya.
"Hmm, Ray. Aku akan mengunjungi Leon. Apakah kau mau ikut bersamaku?"
"Tentu saja. Bahkan sudah lama aku tak bertemu dia." Ray terlihat sangat bersemangat.
Lia tersenyum. Seorang pria sederhana, dia merasa sangat bersemangat hanya dengan sebuah kepastian. Bagaimanapun aku tak boleh mengubah hatiku hanya karena pria lain.
Lia segera merapikan peralatan berkebunnya dan masuk kembali ke dalam rumah. Diletakkannya beberapa tangkai bunga ke dalam sebuah vas di atas meja dengan tatanan yang cantik.
*****
"Mami." Bocah kecil itu segera menyambut dengan sebuah pelukan di pinggang Lia.
"Leon, apa kabar?" sapa Ray.
"Aku baik-baik, Pak Ray," sahutnya.
"Leon, Pak Ray akan menikah dengan ibumu. Sebaiknya kau mulai membiasakan diri untuk mengganti panggilanmu."
"Benarkah?" tanya bocah kecil itu sambil menoleh pada ibunya.
Sang ibu mengangguk, membuat harapannya hancur untuk menyatukan kembali kedua orang tuanya.
"Lihat apa yang kami bawa." Ray mengangkat bungkusan di tangannya.
Bocah kecil itu cepat-cepat membukanya. Dengan segera ia melupakan kekecewaannya. Lia tersenyum, ia merasa senang melihat bocah kecilnya sangat bersemangat. Ia merasa keputusannya sangat tepat untuk menikah dengan Ray.
"Tiramisu? Bagaimana kau tahu kesukaanku," kata bocah kecil itu. Dia melompat-lompat kegirangan. Sudah lama ia tidak menikmati kudapan seperti itu. Tidak mungkin semenjak ia tinggal di rumah karantina.
Kebahagian pertemuan itu tampaknya mengusik hati seseorang. Kekompakan dan keceriaan mereka membuat Samuel merasa kesal dan marah. Ia bahkan sangat terusik karenanya. Dengan kesal dia menghampiri keluarga itu.
"Leon, apa kau sudah berlatih untuk penampilanmu besok?" tanya Samuel. Tanpa basa-basi untuk menyapa keluarga yang mengunjunginya.
Ray dan Lia terkejut karena teguran itu. Tapi Leon dengan patuhnya masuk kembali ke dalam kamarnya. Tentu saja, Leon saat ini hanya ingin memuaskan diri bersama ayah kandungnya, walaupun sebenarnya ia tidak mengenalinya.
Samuel mengikuti langkah kaki kecil bocah berusia tujuh tahun itu masuk ke dalam kamarnya. Dan tak lama kemudian, terdengar melodi indah dari pertemuan antara senar biola dan busurnya.
"Dia keterlaluan," desis Lia. Ia berdiri dari kursinya. Ray menahannya.
"Sudahlah, mungkin benar. Leon harus banyak berlatih. Sebaiknya kita pulang saja," bujuk Ray.
"Tunggulah di sini. Aku harus menegurnya. Ia tak boleh bertindak seenaknya pada Leon." Lia mulai tak sabar.
Ia melangkah menuju kamar Leon. Dengan penuh kemarahan, Lia menepuk punggung Samuel. Ketika pria itu berbalik, Lia segera menyemburkan kalimat-kalimat ungkapan kemarahannya.
"Kau tak bisa seenaknya saja memperlakukan Leon seperti itu. Dia anakku. Apa kau mencoba menjauhkan aku dari anakku sendiri?" Lia begitu marahnya.
Leon terkejut hingga menghentikan permainannya.
"Mami, Leon tidak merasa itu suatu masalah," kata bocah kecil itu.
Tapi semua sudah terlambat. Samuel dengan mata berapi-api, melangkah perlahan, mendekat padanya. Lia mundur selangkah demi selangkah ke arah pintu kamar yang tertutup itu. Ia ingin membukanya, ketika kedua tangan Samuel menahannya. Kedua pasang mata itu kini bertatapan.
Lia merasa begitu gugup melihat sorot mata pria di hadapannya. Ia benar-benar ingin melarikan diri.
Jantung Lia berdetak kencang, begitu pula Samuel. Tatapan matanya begitu penuh gairah, seakan ingin ******* wanita di hadapannya yang selalu mengusik hatinya tanpa seijinnya.
Lia membuang muka, ia tak berani memandang wajah pria di hadapannya. Dia terlalu mengerikan. Ia melihat pada bocah kecilnya. Bocah kecilnya terpaku melihatnya.
Hingga tiba-tiba Samuel mengecup bibir Lia. Memberikan sebuah kejutan di hadapan Leon yang langsung menutup mulutnya.
Gerakan refleks yang kemudian diberikan oleh Lia pada Samuel, membuat Leon semakin terkejut. Lia menampar wajah pria di hadapannya dengan begitu keras. Samuel hanya memegang pipinya yang panas karena tamparan wanita penguasa hatinya.
Jantung Lia berdebar dengan kencang. Dia begitu kebingungan, apa sebenarnya yang dirasakannya. Apakah ia jatuh cinta pada Samuel sementara ia sudah berjanji akan menikah dengan pria lain.
"Tidak, bagaimana pun aku tidak boleh mengecewakan Ray." Lia berusaha dengan tegas menolak perasaannya.
Samuel menatap pintu yang ditutup dengan keras oleh Lia. Ia masih memegang pipinya yang terasa panas. Ia membalikkan badan, ketika bocah kecil itu tersenyum.
"Tetap berlatihlah, Leon!" katanya sebelum meninggalkan kamar itu. Ya, dia terlalu malu mendapat tatapan mata dengan senyum aneh Leon. Sebaiknya dia menjauh sementara ini.
Lia dengan kesal keluar dari rumah karantina. Ia menarik tangan Ray yang sedang kebingungan dibuatnya.
"Sudahlah, mereka sedang berlatih. Tentu saja dia sangat marah." Hibur Ray tanpa tahu akar permasalahannya.
Lia hanya diam, ia masih berusaha meredakan debar jantung dan kegugupannya. Sepertinya dia benar-benar mulai jatuh cinta padanya.
🌹🌹🌹🌹🌹
Hai semuanya--
Kali ini Chocoberry bikin karya baru dan karya ini aku ikutkan pada lomba anak geniusnya Noveltoon.
Khas tulisan Choco ya... uwu dan bikin baper, tapi ringan ga bikin masalah hidup yang udah berat semakin berat. Ehem...
Ikutin terus dan jangan lupa tap ❤ - klik 👍 and vote. Eh dan jangan lupa tinggalkan jejak komen kalian ya... Komentar kalian adalah motivasi untukku.
사랑 해요
salang haeyo 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
𝙦𝙞𝙡𝙡𝙖 𝙋𝙆𝙓𝘿 🗿
klo dah kayak gini gimana dong 🤔🤔
Disatu sisi kasihan Ray... disatu sisi pengen liat Lia sama Sam 🤪🤭
2021-10-06
1
Aqiyu
Lia mudah banget nerima Rey ga mencoba nyari Sam dulu kalo dah begini.....
2021-09-29
1
Umi Ningsih Mujung
❤️❤️🥰
2021-09-16
1