Lia menatap kedua manik mata pria di hadapannnya. Sepasang manik mata dengan pandangan yang aneh itu mengarah padanya.
Lia segera menjauhkan dirinya, seolah kembali mencari bocah kecilnya dengan mengarahkan pandangannya ke seluruh penjuru taman kota.
Sementara hatinya mulai terasa resah. Hatinya mulai bertanya, apakah Samuel telah menyadari tentang hubungan masa lalu mereka? Apakah dia sudah mengingat kembali siapa dia?
Samuel, merasakan getaran halus di jantungnya. Ia mulai merasakan keping-keping puzzle dalam ingatan terdalamnya mulai bermunculan. Kejadian malam itu, kemunculan gadis cantik yang tak dikenalnya. Dan malam panas yang begitu menggairahkan. Aroma parfum yang tak kan pernah dilupakannya.
Diantara kegugupan Lia karena menghilangnya Leon, sungguh tak etis rasanya Samuel memikirkan hal lain. Mungkin ia bukan orang yang sama. Tapi Samuel merasa mungkin ia mulai jatuh cinta pada Lia.
Kepanikan Lia, berjalan menyusuri sekeliling taman kota. Mencari dan berharap melihat sebuah wajah mungil di depannya benar-benar mengusik hati Samuel.
"Jangan menangis. Kita akan segera menemukannya." Samuel menghiburnya.
"Apa kau tidak mengerti? Leon satu-satunya hartaku yang paling berharga. Tanpa dia, aku tak memiliki siapapun lagi di dunia ini." Lia kembali terpuruk, ia menangis dan kembali membayangkan hal-hal buruk yang mungkin menimpa puteranya. "Bagaimana jika dia diculik. Bukankah saat ini marak penculikan anak untuk diambil organnya."
Samuel mengguncang pundaknya. "Lia, sadarlah. Leon bukan anak bodoh. Dia akan selamat. Percayalah padaku."
Sebuah dering di gawai Samuel, membuyarkan lamunannya. Terdengar suara seorang pria mengatakan sesuatu. Sam menutup sambungan teleponnya dan sebuah senyum tipis terukir di bibirnya.
"Leon, dia sudah ada di rumah karantina."
Tiba-tiba senyum mengembang di bibirnya. Diusapnya air matanya dengan kasar lalu dipeluknya pria yang sedang berdiri dihadapannya.
Samuel mengangkat kedua tangannya dan menstabilkan keseimbangan tubuhnya mendapat serangan pelukan dari wanita di hadapannya.
Dan karena luapan kebahagiaannya tanpa sadar, Lia mencium pria itu. Tentu saja Samuel sangat terkejut. Jantungnya berdetak lebih kencang. Tubuhnya kaku dan mematung hingga Lia menyadari kesalahan yang diperbuatnya.
Sejenak mereka berdua merasa canggung. Lia melepaskan kedua tangannya dari tubuh Sam. Ia melangkah mundur menjauh. "Maaf. Aku tak seharusnya melakukan itu. Sekali lagi aku minta maaf."
Sam yang selama ini selalu menutup dirinya dari sentuhan wanita, merasa aneh. Badannya berasa ketagihan untuk melakukan hal yang sama, sekali lagi.
Ia melangkah dengan cepat dan memeluk kembali Lia. Kali ini Samuel-lah yang menyongsong sang bibir tipis itu dan mengecupnya.
Setelah malam panas itu, Sam pernah beberapa kali mencoba mendekati dan berkencan dengan para gadis lain. Namun hatinya tak merasakan kenyamanan, tak terasa ada getaran dan gairah. Karena itu ia merasa muak dan memutup dirinya. Hingga kehadiran Lia saat ini yang tanpa sengaja membawa getar perasaan di hatinya.
Lia mendorong kuat-kuat tubuh pria di hadapannya. "Maaf ini hanyalah kekeliruan. Aku tak bisa menerima ini. Aku akan segera menikah."
"Aku akan segera menikah." Sebuah kalimat yang menghempaskan hati Sam ke titik yang paling rendah dalam hidupnya.
"Menikah? Bukankah kau sendirian sekarang?"
"Aku akan segera menikah, Sam. Aku sudah memilih calon ayah untuk Leonard."
Terlihat raut wajah kecewa Sam, sebuah penolakan saat dia telah mulai membuka hatinya. Sam tersenyum kecut, "Baiklah."
Kata-kata yang begitu berat untuk dikatakannya. Bibirnya mungkin menyerah, tapi hatinya memberontak. Masih ada waktu, pernikahan itu belum terlaksana. Dia terlambat, tapi tidak terlalu terlambat untuk merebutnya.
"Lia, apa kau hanya akan berdiri di sana? Aku akan kembali ke rumah karantina. Aku harus melihat sendiri, Leon ada di sana," kata Samuel.
Lia melangkah mengikuti Samuel. "Tentu saja. Aku harus melihatnya juga."
Lia membuka pintu mobil dan duduk di samping Sam. "Aku penasaran, apa yang dilakukannya hari ini."
Lia dan Samuel berusaha melupakan kejadian yang baru saja terjadi. Sesekali Lia menggigit bibirnya, mengingat kejadian yang dialaminya. Begitu pula Sam, ia masih dapat merasakan kelembutan dan kehangatan bibir wanita itu. Sesekali pria itu mencuri pandang padanya.
"Bagaimanapun caranya, aku harus dapat mencuri hatinya." Sam bertekat dalam hatinya.
*****
Leon sedang menggesek biolanya di dalam kamarnya. Kedatangan Lia dan Samuel tak membuatnya terusik untuk menghentikan permainannya. Ia tetap fokus dan menghasilkan sebuah simponi yang indah dari gesekan antara senar biola dan busurnya.
Kedua orang itu kini telah duduk di depannya dan dengan asik menikmati alunan suara biola yang dimainkannya hingga selesai.
Leon membuka kedua matanya, menatap kedua orang tua kandungnya seakan tak percaya berada di hadapannya.
"Sejak kapan kalian ada di sini."
"Sejak kami ingin mengetahui cerita petualanganmu hari ini," jawab Lia. "Kau benar-benar berhasil membuat kami cemas, sayang."
"Mengapa mami cemas?" tanyanya. "Aku bisa menjaga diriku dengan baik. Apa mami lupa, aku sudah mempelajari tae-boxing dengan baik."
Leon berusaha menenangkan ibunya.
"Leon, tak ada orang tua yang akan tenang jika mengetahui putera kesayangannya menghilang," sahut Lia.
"Tapi Leon tidak menghilang, mam." Leon membantah kalimat Lia. "Leon hanya ingin membantu teman Leon."
"Teman?" tanya Sam. "Teman di rumah karantina ada yang memintamu melakukan sesuatu, Leon?"
"Bukan. Nisya. Teman baruku dari jalanan." Leon menunjuk ke arah depan pagar rumah karantina.
"Gadis kecil itu kehilangan orang tuanya dan tersesat hingga ke depan pintu gerbang sana," kata Leon. "Ia terpisah dari orang tuanya di alun-alun kota yang sangat ramai."
"Astaga. Lalu apa yang kau lakukan?" tanya Samuel.
"Aku menarik perhatian mereka supaya melihat kami. Termasuk orang tua Nisya."
Kedua orang itu saling berpandangan, ia masih belum dapat memahami apa yang dilakukan oleh Leon.
"Bagaimana caranya?"
"Aku memainkan musikku. Dan mereka semua memperhatikan aku," kata Leon.
"Ah, seharusnya aku sudah menduganya." Samuel menjentikkan kedua jarinya. "Dan Nisya menemukan kedua orang tua mereka."
"Tidak. Dia tidak menemukan orang tuanya." Jawaban Leon membuat kami terkejut. Jika Nisya tidak menemukan orang tuanya, dimanakah dia sekarang?
"Lalu dimana Nisya?" tanya Lia. "Apa kau meninggalkannya di jalanan kembali?"
Leon mengangkat biolanya kembali, seakan mengejek dua orang di depannya yang merasa penasaran itu.
"Leon. Bagaimana dengan Nisya? Dimana Nisya?" tanya Lia lagi.
Sebuah senyuman terlihat di wajahnya. Ketika melihat ibunya gusar dan 'ayah kandungnya' mencoba melindunginya. Ia melihat tangan Samuel menggenggam tangan Lia dan menahannya untuk berdiri melampiaskan emosinya.
Mami dan daddy harus kembali bersatu lagi! Tekadnya sudah bulat. Ia akan menyatukan kedua orang tuanya kembali dan merasakan kasih sayang mereka berdua secara utuh!
🌹🌹🌹🌹🌹
Hai semuanya--
Kali ini Chocoberry bikin karya baru dan karya ini aku ikutkan pada lomba anak geniusnya Noveltoon.
Khas tulisan Choco ya... uwu dan bikin baper, tapi ringan ga bikin masalah hidup yang udah berat semakin berat. Ehem...
Ikutin terus dan jangan lupa tap ❤ - klik 👍 and vote. Eh dan jangan lupa tinggalkan jejak komen kalian ya... Komentar kalian adalah motivasi untukku.
사랑 해요
salang haeyo 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
𝙦𝙞𝙡𝙡𝙖 𝙋𝙆𝙓𝘿 🗿
iiih Leon main comblang-comblangin mulu, kemarin sama Ray, sekarang mo sama Sam 🤪🤔🤭
2021-10-06
1
Aqiyu
aaaaaa.....
Leon bikin maminya penasaran
2021-09-29
1
ig@taurusdi_author
lanjuttttt
2021-09-15
1