Leonard membuka pintu ruang audisi. Sebuah ruangan yang cukup lebar dengan sebuah meja panjang dan 3 orang juri berada di baliknya.
Bocah itu menghela napas. Memang bukan sekali ini dia mengikuti sebuah kompetisi. Namun kompetisi yang diikutinya saat ini sangat berbeda dengan yang pernah diikutinya.
Leon melangkah menuju tengah pentas dengan penuh percaya diri. Dia melangkah sambil menggenggam hardcase di tangan kanannya.
"Selamat sore saya ucapkan pada semua juri," salamnya.
"Hai Leon. Leonard Savero, bukan? Usia 7 tahun," kata seorang juri wanita. "Ok, Leonard. Kau boleh menunjukkan bakatmu sekarang."
Leonard berjalan menuju pojok ruangan. Ia meletakkan hardcase-nya di lantai lalu membukanya dan mengeluarkan sebuah biola dan alat penggesek biola (bow).
Bocah kecil itu menarik napas panjang, meletakkan tangannya pada neck biola dan menyandarkan dagunya di bagian chinrest biola. Kemudian menggesekkan bow dengan lembut dan penuh perasaan.
Seorang juri menghentikan penampilannya. "Wow wow, tunggu. Apa judul lagu ini, Leon?"
"Bach Partita D Minor," jawabnya dengan lancar.
"Sebuah music classic. Baiklah. Apa kau punya sesuatu yang lebih menghibur secara umum?" kata juri itu tanpa basa basi
Leon tertawa. "Apakah maksud anda yang easy listening? Seperti lagu-lagu trend saat ini?"
"Ya, seperti itu maksudku. Tak semua orang mengerti alunan music classic," jawabnya.
"Baiklah. Lagu ini kupersembahkan untuk kalian para juri yang aku hormati," kata bocah itu sambil tersenyum. Ini bahkan akan lebih mudah baginya. Lagu-lagu biasa sangat mudah bagi bocah penggemar music classic itu.
Leon kembali memposisikan dagu dan tangannya seperti semula. Setelah memejamkan matanya sejenak, ia menarik napas dan mulai menggesekkan kembali bow-nya. Sebuah irama cepat yang benar-benar memukau. Bahkan Miss Erry ikut menggoyangkan badannya.
Leon dengan gerakan ekspresif menguasai panggung itu. Bergerak ke kiri dan ke kanan, mundur dan maju bahkan menghentakkan kakinya hingga lagu yang dibawakannya selesai.
Ketiga orang juri berdiri dan bertepuk tangan dengan keras.
"Wow. That's amazing, boy. Despasito by Leonard violin," Samuel berdiri sambil bertepuk tangan.
"Kau bisa mengulang lagu itu kembali? Aku masih ingin bergoyang," kata Miss Erry. "verry attractive. I really enjoy it."
"Thank you," kata Leonard. "aku bisa membawakan lagu apapun, Miss. With my pleassure."
"Anak baik dan sopan," kata Miss Erry. "Leonard, 7 tahun. Orang tuamu pasti sangat bangga padamu."
"Hmm... apa hanya aku yang merasakan ini," kata Joe. "Leonard, apakah kau mempunyai hubungan kerabat dengan Samuel?"
Leonard menatap wajah pria bernama Samuel secara bergantian dengan Joe sebelum menjawab.
"Saya baru kali ini bertemu dengan Mr. Samuel. Apakah saya ada hubungan kerabat dengannya, saya juga tidak tahu," jawabnya dengan jujur.
"Ya, aku merasa mereka cukup mirip. Joe, kau benar. Siapa nama orang tuamu, nak?" tanya Miss Erry.
"Lia, Cornelia Savero," jawab Leon. "itu nama ibuku."
"Lalu siapa ayahmu?" Joe menautkan jari jemari tangannya menjadi satu.
"Aku tidak tahu siapa ayahku. Ibuku tak pernah menceritakannya. Dan aku tidak mau menyakiti hatinya dengan sebuah pertanyaan seperti itu. Aku akan menemukan ayahku dengan caraku sendiri."
"Baiklah. Aku rasa kau harus memulainya dengan menyelidiki Samuel," kata Joe sambil tertawa menggoda rekan jurinya. Samuel menunjuk dirinya sendiri.
Leon tersenyum, "Aku akan senang sekali jika beliau ternyata adalah ayahku."
Samuel tertawa. "Baiklah. Ini tiketku untukmu, nak. Maju ke babak selanjutnya. Dan buatlah ayahmu ini bangga."
"Miss Erry juga akan menunggu penampilanmu berikutnya, Leon. Sudah pasti harus lebih attractive, ok."
Leon tertawa sambil melakukan hi five dengan juri wanita itu. Wanita yang sangat ramah.
"Ya, tentu saja aku ok, dengan peserta berbakat sepertimu. Tak mungkin aku say no," kata Joe.
"Terima kasih semua juri yang baik hati," kata Leon sambil membungkuk hormat.
"Jangan lupa kau harus menjalani karantina selama masa kompetisi. Tempat dimana kau akan terus digembleng dengan berbagai latihan," kata Joe.
"Jadi di antara kami bertiga, siapa yang akan kau pilih untuk menjadi pembimbingmu?" tanya Joe.
Miss Erry tersenyum dan menunjuk dirinya. Membujuk agar bocah itu memilih dirinya sebagai pembimbingnya.
Leon tersenyum, jari tangannya menunjuk pada pria di ujung meja. "Aku ingin pembimbingku, Mr. Samuel."
Miss Erry menjatuhkan dirinya di atas kursi. Ia memperlihatkan wajah kecewanya.
"Erry, biarlah ayah dan anak bersatu." Joe tertawa terkekeh melihat ekspresi rekan-rekannya. "jangan pisahkan mereka."
Ia tahu, Erry sangat menyukai Leon sejak awal pertunjukan, dia sangat menikmati penampilannya. Anak genius yang berbakat. Tak ada anak seumuran dia yang dengan lancar memainkan music classic dengan sebuah biola. Apalagi itu adalah music dari Bach Partita D Minor, yang bahkan orang dewasa pun masih susah untuk memainkannya.
Samuel segera memeluk Leon. Ia menepuk-nepuk punggung bocah kecil itu seakan bangga telah dipilih sebagai pembimbing bocah berbakat itu.
"Tentu saja, aku akan membimbingmu. Kau berhak memilih siapapun," katanya.
Joe tertawa melihat reaksi Samuel.
"Apa kau sudah puas, Joe." kata Samuel yang kembali duduk di kursinya. Ia menarik simpul dasinya sambil menghela napas.
"Ya... baiklah. Tunggu panggilan dari kami untuk awal masa karantinamu."
Leonard segera merapikan kembali biola beserta bow nya ke dalam hardcase yang disimpannya disudut ruangan.
Leonard keluar dari ruang audisi dengan senyum tipisnya. Ia mendatangi Lia yang dengan gelisah menunggunya di luar.
Tanpa sepatah kata, Lia hanya menatap wajah bocah kecil kesayangannya itu. Wajah yang selalu terlihat tersenyum bahagia. Wajah yang selalu membuat hari-harinya bahagia.
Bocah itu mendekat dan memeluk pinggang sang ibu dengan begitu emosional.
"Sayang, apa kau baik-baik saja?" tanya Lia.
"Aku sangat baik-baik saja, mami. Bahkan aku di sambut baik untuk ke babak berikutnya," kata bocah kecil itu.
"Tentu saja, sayang. Mereka tak mungkin bisa menolakmu," kata Lia sambil membelai kepala putranya. "kau anak yang cerdas dan berbakat. Mami sangat bangga padamu, nak."
Samuel melintas di depannya. Sejenak sepasang mata mereka saling bertatapan. Ada getar halus di hati Lia melihat sosok pria yang pernah mengisi harinya, walau hanya semalam saja.
Ingatannya kembali pada malam itu. Malam pesta kelulusannya. Betapa kebodohan dia, telah membuatnya menyesal.
^^^Ah-- tidak. Leonard bukan hal untuk disesalkan. Putraku adalah hal yang sangat aku syukuri. Dia adalah anugerah untukku. Dia adalah keajaiban yang aku miliki. Aku sangat mencintai putraku lebih daripada diriku sendiri.^^^
Lia melangkahkan kakinya dengan riang, seriang wajah putranya yang selalu memberikan kejutan-kejutan manis baginya di sepanjang kehadirannya di dunia.
🌹🌹🌹🌹🌹
Hai semuanya--
Kali ini Chocoberry bikin karya baru dan karya ini aku ikutkan pada lomba anak geniusnya Noveltoon.
Khas tulisan Choco ya... uwu dan bikin baper, tapi ringan ga bikin masalah hidup yang udah berat semakin berat. Ehem...
Ikutin terus dan jangan lupa tap ❤ - klik 👍 and vote. Eh dan jangan lupa tinggalkan jejak komen kalian ya... Komentar kalian adalah motivasi untukku.
사랑 해요
salang haeyo 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Aqiyu
Sam ga ada gitu jantung deg degan
2021-09-29
1
𝙦𝙞𝙡𝙡𝙖 𝙋𝙆𝙓𝘿 🗿
Thor... penasaran sama cerita dr sudut pandang Samuel.... masa dia ga ada ikatan batin sama sekali siih 😥
2021-09-28
1
just aku
eng ing eng... trus apa yang terjadi?
2021-08-01
1