Mobil berhenti di depan rumah kediaman keluarga Savero. Sang bocah kecil keluar dari pintunya dengan wajah sumringah dengan tas terayun-ayun di punggungnya.
Lia menyambutnya di pintu rumah dengan senyum mengembang.
"Mami." Bocah kecil itu menghambur masuk ke dalam pelukan Lia.
Pria muda berjalan di belakang bocah kecil itu menjinjing sebuah tas plastik berisi sebuah kotak berukuran tanggung. Pria itu tersenyum pada wanita itu sambil mengulurkan bawaannya.
"Apa ini? Kenapa aku terlihat sangat merepotkan sekarang?"
"Tidak merepotkan. Kamu baru saja makan siang dan melihat beberapa cake cantik di etalase. Kemudian kami teringat padamu." Guru muda itu tampak tersipu malu.
"Terima kasih, Pak Ray."
"Panggil Ray saja. Usia kita tidak terpaut jauh," katanya. "Dan kurasa, aku akan sering berkunjung sekarang."
Lia menjadi bingung, untuk apa dia harus sering berkunjung. "Tidak perlu repot-repot, Pak... eh, Ray. Leon akan aku urus baik-baik di rumah."
"Bukan, bukan begitu. Maksud saya, eh--" Ray seperti tercekat saking gugupnya. "Leon meminta tolong padaku, untuk menjagamu saat dia sedang dalam masa karantina."
Mata Lia membulat. "Leon? Menitipkan aku padamu?"
Lia tercengang, dia berpikir apa maksud dibaliknya. Apakah Leon mempercayai pria dihadapannya ini? Apakah Leon menyukainya dan menginginkan gurunya ini sebagai pengganti ayahnya? Apa sesungguhnya kejutan di balik rencana bocah kecilnya ini.
Lia tersenyum mencairkan ketegangan di antara mereka. "Kurasa ia begitu mempercayaimu."
Terlihat semburat kelegaan di wajahnya. Lia tersenyum, pria di hadapannya ini begitu polos. Ia bahkan tak bisa sepandai Leon menutupi perasaannya. Gestur tubuh dan mimik wajahnya selalu dengan mudahnya terbaca.
Lia berpikir, mungkin Leon benar. Dia bisa menerimanya dengan kesalahan masa lalunya dan menerima buah hatinya dengan rasa sayang berlimpah sama seperti yang Lia berikan.
"Baiklah. Pintu rumah akan selalu terbuka bagi guru kesayangan Leon," jawab Lia kemudian.
"Baiklah Leon, kau perlu memperlihatkan padaku bakatmu. Sekarang saya akan pulang dulu," kata Ray sambil mengacak rambut bocah kecil yang masih memeluk ibunya di depannya.
Leon melambaikan tangannya ketika Ray mulai membalikkan badannya dan berjalan keluar dari pintu gerbang rumahnya.
"Apa kau senang hari ini?" tanya Lia pada bocah kecilnya sambil membimbingnya masuk ke dalam rumah.
"Yeah, Pak Ray mentraktirku steak yang lezat."
"Hmm... kau pasti sekali," kata Lia menggoda anaknya.
"Pak Ray, dia pria baik mam."
Lia tersenyum lembut, "Lalu apa tujuanmu memintanya menjaga mami?"
"Mami, Leon ingin seorang daddy. Jika mami tak mau mengatakan dan terus menyembunyikan ayah Leon, setidaknya mami memberikan Leon daddy, seperti anak-anak yang lain."
Kali ini Lia menjadi terkejut dan terlihat gugup. "Sayang, a--apa maksudmu? Kau ingin mami menikah dengan seseorang?"
Leon mengangguk. "Leon tak bisa terus menjaga mami. Bagaimana saat Leon di rumah karantina nanti? Leon pasti tak bisa tenang meninggalkan mami di rumah."
"Mami sudah dewasa, Leon. Mami bahkan bisa menjaga diri mami sendiri," jawab Lia dengan lembut.
Leon menggelengkan kepalanya. "Tidak. Mami sangat cantik. Akan sangat berbahaya jika mami sendirian di rumah."
Lia tersenyum geli mendengar kata-kata yang terus keluar dari bibir mungil bocah kecilnya. Ada rasa bangga dalam hatinya, betapa bocah kecilnya telah tumbuh dengan baik, sangat perhatian dan sangat menyayanginya.
"Baiklah. Mami menyerah. Mami ikut saja apa kemauanmu. Sebenarnya mami tak ingin menikah, karena mami ragu akan mendapatkan daddy yang terbaik untukmu," kata Lia sambil menghela napas. Dibukanya lemari pakaian di sudut kamar Leon. Diambilnya satu setelan pakaian bergambar transformer dari sana dan melangkah kembali pada bocahnya.
"Ganti pakaian dulu, sayang." Lia meletakkan pakaian itu di ranjang puteranya. Ia mulai melepas pakaian putih merah dari badan puteranya. "Apa yang akan kau lakukan setelah ini?"
"Aku akan berlatih biola, mam," jawabnya.
"Istirahatkan badanmu dulu. Jangan terlalu capek, sayang." Lia memungut seragam sekolah dan membelai lembut rambut puteranya lalu mengecup keningnya. "Jika kau membutuhkan, mami ada di dapur ya."
Leon mengangguk sambil tersenyum.
🌹🌹🌹🌹🌹
"Leon, kau akan pulang?" tanya Pak Ray yang melongokkan kepala dari ruangannya. Segaris senyuman terlihat di bibirnya. "Masuklah sebentar."
"Tapi pak," sahutnya. "Mami pasti sudah menungguku di depan gerbang."
"Tidak. Mami menunggumu di rumah. Aku sudah mengatakan akan mengatarmu pulang." jawab Ray.
Mata Leon membulat, mami menyuruh Pak Ray mengantarku pulang? Atau Pak Ray menawarkan dirinya? Apapun itu, sepertinya salah satu dari mereka atau bahkan keduanya sudah ada ketertarikan.
Leon tersenyum memikirkan hal diluar pemahamannya. Akhirnya dia bisa merasakan memiliki seorang ayah, seorang teman untuk berbagi cerita dan pengalaman.
Leon mengikuti Pak Ray masuk ke dalam ruang konseling. Dilihatnya pria itu merapikan meja kerjanya dengan terburu-buru ke dalam lemarinya lalu menguncinya kembali.
"Baiklah Leon. Terima kasih sudah menunggu. Sekarang kita pulang." Pria itu merangkul pundak bocah kecil itu dan membimbingnya keluar dari gerbang sekolah. "Kau ingin makan apa siang ini?"
"Spaghetty," kata Leon dengan bersemangat. Dia melangkah cepat mengimbangi langkah lebar Pak Ray di sebelahnya. Tas punggungnya bergerak berayun-ayun seiring langkah kecilnya yang cepat.
"Ayo. Aku tahu resto dengan spaghetty yang enak," sahut Pak Ray dengan senyum di bibirnya. "Kau pasti menyukainya."
🌹🌹🌹🌹🌹
"Mami," kata Leon sambil menghambur ke pelukan wanita cantik di depan pintu rumahnya. Wanita itu membuka kedua lengannya dengan senyum lembut di bibirnya.
"Leon, bagaimana harimu?" tanya Lia. "Apa kalian bersenang-senang hari ini?"
"Mami, lihat. Pak Ray memberiku kaos yang lucu ini." Leon membuka paperbag di tangannya. "Yang ini untuk mami. Dan Pak Ray mempunyai satu kaos yang sama dengan kita. Kita bisa memakainya bersama suatu waktu."
Lia menatap pria di hadapannya sedang tersenyum tersipu. Lia menanggapinya dengan senyum tipis di bibirnya.
"Masuklah Leon, mami mau bicara dengan Pak Ray sebentar. Gantilah pakaianmu." Lia memerintahkan puteranya untuk masuk. Tentu saja, Lia tidak ingin puteranya mendengar pembicaraan mereka. Bocah itu masuk ke dalam rumah dengan patuhnya.
Lia menggiring Pak Ray ke kursi taman. "Ray, kau tak seharusnya melakukan ini. Aku jadi tak enak hati karena merepotkanmu."
"Aku sama sekali tak merasa direpotkan dengan hal-hal seperti ini, Lia. Aku menyukai Leon. Dan aku rasa...," kata Pak Ray dengan nada gugup dan ragu, "aku... aku menyukaimu, Lia."
"Tapi Ray, aku sudah menceritakan semua kisah masa laluku. Apa kau mau menerimanya? Masa lalu kelamku," tanya Lia serasa tak percaya.
"Aku rasa itu bukan kesalahanmu, Lia. Kau tak sadar saat itu. Aku bisa memakluminya," sahut pria muda itu. "Jadi, maukah kau menjadi kekasihku Lia?" 🙏
🌹🌹🌹🌹🌹
Hai semuanya--
Kali ini Chocoberry bikin karya baru dan karya ini aku ikutkan pada lomba anak geniusnya Noveltoon.
Khas tulisan Choco ya... uwu dan bikin baper, tapi ringan ga bikin masalah hidup yang udah berat semakin berat. Ehem...
Ikutin terus dan jangan lupa tap ❤ - klik 👍 and vote. Eh dan jangan lupa tinggalkan jejak komen kalian ya... Komentar kalian adalah motivasi untukku.
사랑 해요
salang haeyo 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
𝙦𝙞𝙡𝙡𝙖 𝙋𝙆𝙓𝘿 🗿
Kirain Lia bakal.sama daddy Samuel ( eeh bener.ga sih namanya daddy biologisnya Leon)
Ternyata pak Ray lebih gercep 🤪🤭
2021-10-04
2
Aqiyu
pak Rey gercep
2021-09-29
3
Neni Santoso
semangat pak Ray...💪
2021-09-14
1