Lia menghela napas, berusaha sabar setelah melihat senyuman Leon. Ah, anak itu sedang mempermainkan perasaan ibunya.
"Nisha aku bawa ke kantor polisi, mam. Dia sudah terlalu lama di jalanan. Aku memberikan semua hasil permainan biolaku padanya sebelum kami berpisah," kata bocah kecil itu.
"Apa maksudmu? Kau dianggap pengamen jalanan?" Lia terbelalak. Sementara Leon tertawa.
"Tentu saja. Aku bermain musik di jalanan. Tapi mereka memberikan aku cukup banyak uang." Bocah itu mengangkat kedua alis matanya untuk menggoda ibunya. "Apa sebaiknya kita melakukannya setiap hari? Kita akan segera mempunyai banyak uang."
"Tidak Leon! Berhentilah menggoda mami," sahut Lia. "Selama mami sanggup, kau tak perlu berbuat seperti itu."
*****
Malam itu, langit sangat gelap. Hujan turun dengan derasnya. Sebuah suara ketukan di pintu mengejutkan Lia. Wanita itu bergegas membukanya. Ia menatap tamunya seakan tak percaya.
"Ray?"
Sungguh mengejutkan melihat calon suaminya berdiri dengan pakaian basah di depan pintu rumahnya.
"Kau kemari dalam cuaca hujan seperti ini? Apa ada sesuatu yang penting?" Lia menarik tangan Ray masuk agar badannya lebih hangat.
"Aku sangat merindukanmu, Lia." Pria itu ambruk di hadapannya.
"Apa yang terjadi Ray?" tanya Lia, sementara tangannya sibuk memapah pria bertubuh tinggi itu dengan kesulitan.
Sudah beberapa hari ini Ray menghilang. Bahkan tak ada kabar atau pesan darinya. Pria ini kini benar-benar asing bagi Lia. Semuanya dimulai saat telepon serius dari kantornya saat itu.
"Dia ingin menghancurkan aku dan perusahaanku, Lia. Bahkan aku tak seharusnya mempercayai pamanku sendiri," lirihnya tanpa sadar mulai menceritakan beban masalahnya. "Pamanku menghilang dan kini mereka mengejarku atas tanggung jawab yang seharusnya diselesaikannya."
Lia memegang dahi pria itu, terasa panas. "Sebaiknya kau ganti pakaianmu dan segera minum obat," kata Lia.
Tak berapa lama, Lia kembali membawa sebuah piyama berwarna biru lembut. "Maaf, aku tak mempunyai pakaian pria. Aku rasa tak apa kau memakai ini untuk sementara. Aku akan mencuci keringkan pakaianmu."
Pria itu hanya mengangguk lemah menerima pakaian itu. Lia kembali ke dapur untuk mengambil air minum dan parasetamol sementara Ray mengganti pakaiannya.
"Jadi katakan padaku, apa sebebarnya yang terjadi Ray? Sebagai calon istrimu, aku berhak tahu apa yang harus aku hadapi setelah ini."
Ray menelan obatnya dan mendorongnya dengan segelas air putih di tangan kirinya. Ia menghela napas, berusaha menenangkan dirinya.
"Orang tuaku mewariskan sebuah perusahaan ekspor impor sebelum mereka meninggal. Aku terlalu asik dengan keinginanku sendiri." Sebuah penyesalan terlihat di wajahnya. "Dengan kepercayaan penuh, aku menyerahkan hak pengelolaan perusahaan pada pamanku. Dan ternyata--"
Lia diam dan mendengar cerita Ray dengan serius.
"Pamanku menghilang entah kemana. Dan semua orang mulai mengejar pemilik asli perusahaan untuk mempertanggungjawabkannya," katanya lirih.
"Dan kau menghilang untuk melarikan diri dari semua kewajibanmu?"
"Tentu saja aku tidak akan melarikan diri, jika mereka tak memburuku seperti seorang penjahat," sahutnya.
"Mereka memburumu? Dengan kekerasan? Siapa mereka?" tanya Lia dengan keheranan.
"Aku rasa mereka melakukan transaksi ilegal dengan pamanku. Mereka menanyakan barang mereka."
"Oh Ray, apa yang bisa kubantu. Apa kau tak ingin melaporkannya pada yang berwajib?"
"Aku berpikir demikian, tapi aku akan mencari pamanku dulu. Aku tak sanggup melaporkan keluargaku yang belum tentu bersalah pada yang berwajib."
"Hatchim!!"
"Istirahatlah Ray."
"Mengenai pernikahan kita, apakah kau keberatan jika--"
"Kau ingin menundanya lagi?" tanya Lia. Senyuman menghias wajah ayunya. "Aku sama sekali tidak keberatan, Ray."
"Bukan maksudku, Lia. Aku rasa mungkin aku tak bisa memberikan yang semestinya padamu. Aku hanya merasa tidak pantas--"
Sebuah ketukan keras terdengar di pintu. Ada apa ini? Bahkan hari sudah malam dan cuaca hujan semakin deras. Siapa yang datang semalam ini.
Ketukan itu semakin kencang. Lia menutup tubuh Ray dengan selimut tebalnya dan segera menghampiri pintu. Dengan begitu penasaran dibukanya kenop pintu ruang tamunya.
Tepat di hadapannya, kini berdiri tiga orang pria bertubuh besar berpakaian jas. Sepasang mata Lia membulat. Ia begitu terkejut. Siapa mereka.
"Siapa kalian? Dan ada perlu apa ke rumah saya?" tanyanya dengan menyembunyikan segenap rasa ketakutannya.
"Saya mencari seseorang yang sedang bersembunyi di rumah anda!" Salah seorang dari mereka menjawab dengan nada yang tegas.
"Tunggu, katakan padaku apa alasan kalian mencarinya?"
"Kami hanya ingin mengambil paket kami."
"Dan katakan padaku, seberapa berharga paket yang kalian cari."
Salah satu dari mereka mengangkat jari telunjuknya.
"Satu juta? Dan kalian kemari dengan susah payah untuk menuntutnya?" Lia mulai emosional.
Pria itu menggelengkan kepalanya. Hal itu membuat jantung Lia seakan berhenti berdetak. Jadi itu adalah --
"Satu Milyard!" Pria itu menjawabnya. "Jadi segera serahkan dia pada kami."
Pintu rumah itu didorong oleh mereka. Lia mulai gentar karena kebrutalan mereka.
"Tunggu!" serunya dengan segala keberanian yang tersisa.
"Dia sedang sakit. Percuma kalian membawanya," katanya.
"Lalu, kau pikir kami akan melepaskannya? Kami sudah mengejarnya begitu lama, jadi tak mungkin kami melepaskannya kali ini."
🌹🌹🌹🌹🌹
Hai semuanya--
Kali ini Chocoberry bikin karya baru dan karya ini aku ikutkan pada lomba anak geniusnya Noveltoon.
Khas tulisan Choco ya... uwu dan bikin baper, tapi ringan ga bikin masalah hidup yang udah berat semakin berat. Ehem...
Ikutin terus dan jangan lupa tap ❤ - klik 👍 and vote. Eh dan jangan lupa tinggalkan jejak komen kalian ya... Komentar kalian adalah motivasi untukku.
사랑 해요
salang haeyo 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
𝙦𝙞𝙡𝙡𝙖 𝙋𝙆𝙓𝘿 🗿
kayaknya paketnya nih obat terlarang 🤔
2021-10-06
1
Aqiyu
jadi curiga si Rey itu pengedar
2021-09-29
1
Umi Ningsih Mujung
❤️❤️
2021-09-15
1