"Leon, bisa kau bawakan tugasmu di depan kelas?" kata Miss Nadya dengan suara lembutnya.
Leon menggelengkan kepalanya. Dia tidak bergerak dari kursinya. Miss Nadya berusaha tetap tenang. Ia mengalah, berdiri dari kursinya dan mendekati bocah kecil itu.
Dilihatnya buku tulis di hadapannya. Lembaran yang masih bersih dan kosong tanpa sebuah coretan tangan.
"Kau tidak membuat tugasmu?" tanya Miss Nadya dengan lembut. "kau boleh menceritakan keluargamu, tanpa pohon keluarga. Tidak apa-apa."
"Miss, Leon tidak bisa menceritakan apalagi membuatnya. Karena Leon tidak mengetahui keluarga Leon," jawab bocah itu sambil menatap wajah gurunya.
Sebentar kemudian seisi kelas gaduh. Ada beberapa orang anak yang tertawa, berbisik bahkan ada yang terang-terangan mencemooh.
"Dia tidak punya keluarga. Mungkin seperti troll, dari batu."
"Seperti Superman, mungkin. Dikirim dengan kapsul luar angkasa."
"Atau mungkin dia diketemukan di depan pintu rumahnya, jadi tidak tahu siapa orang tuanya."
Miss Nadya menghela napas sebelum menjawabnya. "Leon, bawa tasmu ke ruang konseling. Temui Pak Ray."
"Adriel! Ronald! Kembali ke meja kalian!" teriak Miss Nadya dengan gusar. Sementara Leonard berkemas menuju ke ruang konseling.
Leonard berjalan perlahan dengan rasa kesal di dadanya. Bahkan dia tak pernah berurusan dengan seorang guru pun di sekolahnya. Sekarang dia harus menghadapi seorang guru konseling hanya untuk membahas hal seperti ini. Astagaaa...
Langkahnya terhenti di depan sebuah ruangan dengan tulisan 'Kesiswaan' di depan pintunya. Diketuknya beberapa kali sebelum membukanya.
Pak Ray tersenyum menyambut kemunculan sebuah wajah imut di depan pintu ruangannya.
"Hai Leon. Ada sesuatu yang ingin kau sampaikan?"
"Miss Nadya memintaku untuk kemari."
Pria itu mengerutkan keningnya. "Ada hal apa? Apa kau melakukan suatu yang tidak seharusnya?"
Leon menghela napas. "Aku tidak bisa menyelesaikan tugasku."
"Tugas apa Leon? Mungkin saya bisa sedikit membantumu." Pak Ray menautkan jari jemari sepasang tangannya sambil mencoba sesabar mungkin menghadapi bocah kecil di hadapannya.
"Aku tidak yakin, Pak." Leon menundukkan wajahnya. Ia merasa bersalah. Tapi ini adalah salah satu cara mendapatkan informasi siapa ayah kandungnya.
"Kenapa kita tidak mencobanya. Bapak akan bantu kamu membuat tugasmu. Katakan tugas apa itu."
"Membuat sebuah pohon keluarga sebagai bahan presentasi."
"Aku rasa itu tidak sulit. Dimana kesulitanmu?"
"Tentu saja tidak sulit jika aku mengetahui siapa ayahku." Bocah kecil itu mengayun kedua kakinya yang menggantung di kursi itu. Ia merasa umpannya telah masuk.
"Jadi kau tidak mengetahui siapacayahmu?"
Pak Ray melihat arsip di mejanya. Sepertinya arsip itu belum sempat dipelajarinya.
Matanya membulat ketika melihat ke dalam arsip itu. Dia diam tak mampu berkata - kata lagi.
"Sepertinya bapak perlu berbicara dengan ibumu," katanya sesaat kemudian. "Seharusnya dia mengisi form registrasi dengan lengkap."
Guru muda itu segera mengangkat teleponnya dan menekan nomor yang tertera di form register di hadapannya.
"Leon, kau boleh ke kantin. Bergabung dengan murid lainnya beristirahat," katanya sembari menunggu panggilannya diterima. "bapak akan memanggilmu lagi, nanti."
Leon berjalan keluar dari ruangan itu. Ia menutup pintunya dengan perlahan.
Ia mengambil makanan dari dalam tasnya. Sebuah box kecil yang telah diisi setangkup sandwich yang sangat menggoda selera.
"Hai, Leon si Troll. Bagaimana kabar orang tua batumu?" kata seorang anak laki-laki mengejeknya. "Apa mereka baik kepadamu?"
Beberapa anak tertawa mendengar ejekan itu. Leon berpura-pura tak mendengarnya dan menyibukkan diri dengan makanannya.
Seorang gadis kecil, teman sekelasnya duduk di samping Leon. Dia tersenyum kepadanya sambil membuka kotak bekalnya.
"Boleh aku bergabung?" tanyanya.
Leon hanya tersenyum tipis dan mengangguk. Ia menikmati jus jeruk kemasannya dan belum menjamah sandwich di dalam kotak bekalnya.
"Namaku Angela," kata gadis itu sambil mengulurkan tangannya. "apa kau perlu bantuan untuk pelajaranmu? Aku mau membantumu."
Leon tersenyum pada gadis itu.
"Gadis yang baik. Dia tidak mengolokku seperti yang lain. Sepertinya aku menemukan seorang sahabat dari peristiwa ini."
Angela mendorong box makanannya pada Leon. "Mamaku pandai membuat sushi. Apa kau ingin mencobanya?"
"Kelihatannya benar-benar enak," jawab Leon.
"Cobalah."
"Aku tidak ingin kau kelaparan di kelas nanti." jawab Leon berusaha menolak.
"Sudah. Cicipilah. Bukankah kau sekarang temanku." Gadis itu memaksanya.
"Baiklah. Bagaimana jika kita bertukar bekal kali ini?"
Angel tersenyum. "Ide bagus. Kau bisa mencicipi sushi lezatku. Dan aku tidak akan kelaparan."
Dan mereka saling bertukar kotak makan dengan senangnya. Keduanya saling menikmati bekal mereka. Hingga seorang anak laki-laki menghampiri mereka.
Bocah laki-laki itu terlihat marah. Dia meraih botol minum Leon dan menuang air di dalamnya ke dalam kotak bekal berisi sushi yang sedang dinikmatinya.
Leon terkejut. Dia segera bangkit dari kursinya dengan segera. Bocah laki-laki bertubuh bongsor itu menarik tangan Angel.
Angel meronta, melepaskan lengannya yang sepertinya terasa sakit karena genggaman bocah laki-laki itu.
"Kak Doni, lepaskan!" serunya.
"Kau tidak boleh berteman dengan anak seperti dia. Bahkan orang tuanya adalah sebuah batu." Doni mencengkeram tangan Angel kuat-kuat.
"Lepaskan dia. Untuk apa kau menyakiti perempuan. Jika kau tak menyukaiku, cukup aku saja yang kau sakiti."
Doni melepas genggamannya. "Apa ini sebuah tantangan?"
"Terserah apa anggapanmu. Kau tak bisa memaksa seseorang seperti itu," Leon menjawab dengan santai.
Doni dengan marah mendekat padanya dan memukul Leon dengan tinjunya tepat ke arah wajahnya.
Leon dengan mudah membaca gerakannya dan menghindari pukulannya. Akibatnya perut Doni menghantam meja kantin dan menghasilkan sebuah bunyi gaduh.
Karena tinjunya meleset, Doni tidak puas sampai di situ. Ia kembali meluncurkan pukulannya. Kali ini dia mengarahkan tinjunya ke dada Leon. Leon kembali membaca gerakannya dan ia kembali menghindarinya dengan mudah.
Doni jatuh terjengkang ke lantai. Wajahnya terlihat meringis kesakitan. Dalam benaknya, Leon lebih kecil darinya, mengapa sedemikian gesit menghindar darinya.
Pak Ray yang kebetulan datang ke kantin, menjadi terkejut.
"Doni! Leon! Apa yang kalian lakukan?"
"Do-Doni me-mukul Leon, pak." Angel memberikan kesaksiannya dengan terbata-bata.
"Kalian bertiga ke ruangan saya, sekarang!" perintah Pak Ray.
🌹🌹🌹
"Jadi Doni, apa kamu tidak merasa malu, sebagai kakak kelas mengganggu adik kelasmu." Pak Ray mulai bersuara setelah mendengar cerita dari Angel.
"Tapi dia bukan seorang anak yang baik, tidak mengakui orang tuanya, pak."
"Kau tidak bisa menghakimi seseorang dengan cara seperti itu sebelum mengetahui kebenarannya," kata Pak Ray dengan tegas. "Pak Ray mau, kalian berdamai sekarang."
Doni mengulurkan tangannya dan Leon menerimanya. "Maafkan aku, Leon."
Leon tersenyum, "Tidak apa-apa, kak."
"Baiklah, Doni. Kembalilah ke kelas. Dan Angel, terima kasih. Kau juga bisa kembali ke kelasmu."
Kedua siswa itu keluar dari ruangan konseling. Sementara dengan rasa penasaran, Pak Ray menatap Leon.
🌹🌹🌹🌹🌹
Hai semuanya--
Kali ini Chocoberry bikin karya baru dan karya ini aku ikutkan pada lomba anak geniusnya Noveltoon.
Khas tulisan Choco ya... uwu dan bikin baper, tapi ringan ga bikin masalah hidup yang udah berat semakin berat. Ehem...
Ikutin terus dan jangan lupa tap ❤ - klik 👍 and vote. Eh dan jangan lupa tinggalkan jejak komen kalian ya... Komentar kalian adalah motivasi untukku.
사랑 해요
salang haeyo 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Aqiyu
👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
2021-09-29
1
𝙦𝙞𝙡𝙡𝙖 𝙋𝙆𝙓𝘿 🗿
Leon keren 🤩
2021-09-28
1
Author Vanda
semangat up Thor 🥰
2021-08-05
1