Verga menghentikan langkah ketika mereka sudah berada di beranda samping. Mata birunya menatap ke arah Belinda yang tampak menarik napas panjang dan dalam.
"Duduklah, Bel."
Verga menarik sebuah kursi, menunggu Belinda duduk.
"Terima kasih."
"Tak masalah. Kau terlihat sakit."
Belinda mengusap wajahnya mendengar ucapan itu. Pria di dekatnya itu baru pertama ia temui, calon suami yang dijodohkan dengannya dan ucapan pria itu seolah sudah mengenal lama sosok Belinda.
"Boleh aku bertanya?" Verga menarik sebuah kursi lagi untuk dirinya sendiri dan duduk sambil bersedekap memandangi halaman luas di depan mereka.
"Ya."
"Kau keberatan dengan perjodohan ini?"
"Tidak." Belinda mendesah dalam hati, kalaupun keberatan, tidak ada yang bisa ia lakukan.
Verga tersenyum. "Kau takut?"
"Sedikit."
"Aku tidak akan melakukan apapun yang tidak kau inginkan."
"Baiklah. Terimakasih," ucap Belinda datar.
"Bel ... lihat aku."
Belinda mengangkat kepala, menoleh ke arah Verga yang menatapnya penuh pengertian.
"Aku serius mengatakannya. Kita baru saling mengenal, aku tahu kau khawatir. Kau takut ... aku berjanji akan bersikap layaknya suami yang baik, Bel ... Ini juga hal baru untukku, tapi aku akan berusaha dan kuharap kau juga. Sehingga, meski pernikahan kita nanti hasil perjodohan, rumah tangga kita tetap bahagia seperti pasangan-pasangan yang menikah karena memang saling mencintai. Aku akan menjadi pengantin priamu. Aku akan berjanji mencintaimu dan menjagamu. Jadi kau tak perlu takut, meski nanti berjauhan dengan keluargamu."
Ucapan panjang Verga tidak ada yang masuk ke otak Belinda. Namun bagian akhir tentang berjauhan dengan keluarga membuatnya tertarik.
"Segera setelah menikah. Kita akan pergi dari sini bukan?"
"Tentu ... kita akan pergi berbulan madu, sebelum pulang ke Broken Bridge."
Kepala Belinda mengangguk. Puluhan rencana berkelebat di kepalanya. Ia harus segera menghubungi Vito. Sahabatnya itu akan membantunya tanpa banyak bertanya.
"Itu bagus." Belinda tersenyum. Berpikir bahwa kesempatannya melihat dunia terbuka lebar ketika ia pergi dari keluarga Antolini.
"Kau sungguh setuju?" Verga memandang dengan mata berbinar.
"Sejak awal aku tidak membantah," sahut Belinda lagi.
Verga mengulurkan tangan. Menggenggam tangan Belinda dan meremasnya lembut.
"Aku akan memastikan kau tidak akan menyesalinya," ucap Verga.
Belinda hanya tersenyum. Merasa sangat ingin menarik paksa tangannya. Namun ia mengurungkan, membiarkan pria calon suaminya itu berpikir bahwa semua baik-baik saja. Ia perlu semua orang berpikir bahwa semuanya berjalan sesuai rencana mereka, sebelum ia menjalankan rencananya sendiri.
Dari atas bangunan Mansion. Tepatnya di lantai tiga Mansion Antolini yang sangat besar itu Athena memandangi dua sosok yang akan menjadi pengantin sebentar lagi itu.
Senyum sinis menaungi bibir wanita itu. Jendela besar di kamarnya memperlihatkan sosok sang pengantin pria. Pria yang lumayan tampan menurutnya, meski tentu saja masih lebih tampan Benjamin.
Ia dikurung di kamar. Tidak diperkenankan ikut di pesta perkenalan dengan keluarga Marchetti. Terasa memalukan sekali dianggap sebagai orang yang akan menodai reputasi Antolini yang termashur, sedangkan Maurice diizinkan ikut, wanita itu bahkan didandani secantik mungkin, putrinya Alana juga begitu. Mereka diperkenalkan sesuai statusnya sebagai istri dan anak tiri Belardo.
"Sialan kau, Belardo! Kau menipuku!" geram Athena. Ia masih berdiri di jendela dengan makian tak berujung pada suaminya.
Verga mendongak. Melihat bayangan seseorang di jendela atas. Belinda mengikuti dan tahu dengan pasti siapa yang ada di sana.
"Itu kamar Athena," ucap Belinda.
"Athena?"
Belinda mengangguk.
"Siapa dia?"
"Ibu tiruku yang lainnya."
Verga menatap lama ke arah Belinda. Nada datar dan biasa yang dilontarkan gadis itu malah membuat Verga bertanya-tanya.
"Dia yang ke empat. Yang di dalam sana ...." Belinda menunjuk ke ruangan besar tempat keluarganya dan keluarga Marchetti berkumpul. "Maurice, dia yang ketiga."
Verga menyipit, menunggu ucapan Belinda selanjutnya, karena gadis itu sepertinya masih mau bicara.
"Alana, dia anak Maurice dengan suami terdahulu. Bukan dengan Ayah. Ibuku, istri kedua Ayah. Sudah lama meninggal. Sejak aku kecil. Ibu Benjamin istri pertama Ayah."
Belinda tersenyum. "Agak memalukan bukan? Ayahku suka punya banyak istri. Siapa yang tahu kapan ia memutuskan ingin mencari lagi."
Verga menatap menyelidik ke arah wajah datar Belinda. "Kau yakin kau setuju pada rencana ayahmu ini? Kenapa aku merasa kau ... kau tidak menyukai Ayahmu?"
Belinda tertawa untuk pertama kalinya. "Kau benar sekali, Verga. Aku benci Ayahku!"
NEXT >>>>>>>
**********
From Author,
Selamat membaca, sabar untuk next chapter ya
Jangan lupa tekan like, love, bintang lima, komentar dan vote. Sebelumnya otor ucapkan terima kasih banyak.
Salam. DIANAZ.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Triiyyaazz Ajuach
Verga bakal jadi jalan Belinda menuju kebebasan
2023-07-27
0
Ney Maniez
😲😲😲😲
2023-03-07
0
𝐙⃝🦜 𝐙𝐈𝐅𝐄𝐈
sama bel,aq juga benci ayahmu hoby banget kawin
2022-08-28
2