***
Tik! Tik! Tik!
Aisyah mendongak ke atas, tampak rintih hujan akan turun, di susul dengan gemuruh yang menggelegar.
Aku suka hujan, karna hujan aku bisa menangis tanpa satu orang pun yang menyadari nya.
Batin Aisyah, ia memejam kan mata nya seakan-akan menikmati hujan itu. Air hujan yang mengalir deras di wajahnya, bersamaan dengan Air matanya yang jatuh.
"Tuan muda, ini hujan. Tidak kah lebih baik meminta untuk nyonya muda untuk Masuk. Dia bisa sakit nanti jika terguyur hujan langsung begitu," ucap pak Damar, menatap punggung Ikhsan yang berdiri di jendela sedang memantau Aisyah.
"Biarkan saja. Ini hukuman untuknya. Berani nya di mencoba berselingkuh di belakang ku." pekik Ikhsan, dirinya masih menatap tajam Aisyah yang terguyur hujan. Berdiri di dekat jendela lantai dua itu.
"Bolehkah saya memberi nyonya muda payung?" Pak Damar benar-benar merasa tak tega dengan Aisyah yang berwajah lugu ini.
"Jangan ikut campur. Urusi saja masalah mu. Biar dia mengerti artinya hukuman itu." sinis Ikhsan. Kali ini pak Damar tak berani mengatakan apapun lagi. Menyadari suasana hati tuan mudanya sedang kalut dalam emosi.
Sebenci itu kah San? Sebenci itu kamu ke aku?! Sampai biarkan aku di tengah hujan?! Haha!! Jadi selama ini aku yang emang hanya ngehalu! Yah, Di mata kamu aku hanya boneka yang harus di siksa, ya kan? Kamu berubah, kamu bukan lagi Ikhsan yang sama.
Batin Aisyah, bibirnya tertarik membuat sebuah senyuman. Bukan senyuman hangat. Melainkan senyuman kecut yang hadir.
Tring! Tring!
Ponsel Aisyah berbunyi, dengan lesu Aisyah melihat nya. Namun, wajah lesunya sirna tatkala melihat nama yang ada di layar hp nya.
"Papa?" lirih Aisyah. Ia merasa sangat senang.
"Yah hanya seorang Ayahlah, laki - laki yang akan mencintai putrinya dengan cinta yang begitu besar tanpa syarat." Gumam Aisyah. Ia ingin sekali mengangkat panggilan sang Ayah. Namun, di urungkan niatnya. Tak ingin membuat papa dan mama nya khawatir akan keadaan rumah tangganya yang memang sudah kacau balau.
Aisyah melangkahkan kakinya dengan lesu. Menuju bangku putih panjang di halaman Villa itu. Masih setia bunyi ponsel itu menemani Aisyah.
Aisyah mendongak ke atas. Tak ada tanda-tanda bahwa hujan akan berhenti, bahkan itu terlihat semakin deras. Dengan gemuruh lantang di atas sana. Cuaca hari ini bagai mengetahui isi hati gadis lugu itu. Benar-benar mengekspresikan perasaannya.
Menangislah, menangis terus Syah. Nggak akan ada yang sadar kamu nangis. Mungkin lain kali kamu gak akan bisa nangis. Jadi, hari ini menangislah sepuas nya.
Batinnya. Ia menjatuhkan bulir hangat itu, bercampur dengan air dingin yang menimpa wajahnya.
---
Dua jam telah berlalu, Aisyah masih setia duduk di kursi panjang itu sendirian. Angin yang berhembus kencang menerpa tubuhnya yang basah, menambah berkali-kali lipat kedinginan yang hinggap di tubuhnya.
Tubuh mungil Aisyah sudah gemetar kedinginan. Namun, matanya masih terbuka lebar, menjaga kesadarannya. Jari-jarinya sudah keriput pucat karna kedinginan. Di cakupkan nya kedua tangannya ke tubuhnya sendiri. Berharap ada kehangatan yang hinggap.
Tiga jam sudah berlalu. Jam di ponselnya sudah menunjukkan pukul 11:16 malam. Kini rasa sedih dan sakit, juga fisik yang kurang bagus. Membuat Aisyah perlahan kehilangan kesadarannya.
***
"Ikhsan!!" teriak Aisyah, dia terbangun. Di edarkan pandangannya. Tampak ruangan yang tak asing, yah itu adalah kamar yang Ikhsan berikan untuk nya.
"Kamar aku? Kosong? Jadi aku yang terlalu berharap." guman Aisyah, Ia tak kuasa melakukan apapun. Hanya mengerjap dan memnggumam. Dia merasa tubuhnya benar-benar lemah. Tak memiliki kekuatan lagi.
"Nyonya muda, anda sudah bangun ? Apa saya boleh masuk?" tanya Pak Damar yang berada di depan pintu kamar Aisyah. Suara yang begitu ramah, membuat Aisyah merindukan sosok papanya.
"Udah pak, masuk aja." sahut Aisyah.
"Gimana keadaan nyonya? Saya bawain anda sarapan. Silahkan di makan." pinta pak Damar, meletakkan nampan berisi semangkuk bubur, segelas jus, dan beberapa jenis vitamin di nakas Aisyah.
"Makasih yah pak, Oh yah pak. Ikhsan di mana?" tanya Aisyah.
"Tuan muda Ikhsan ada di kantor, nyonya. Beliau masih banyak urusan rapat di sana. Katanya besok pulang."
Aisyah menghela napas lega. Ia lega Ikhsan tak ada di sini. Namun, hati kecilnya juga merasakan kecewaan, yah memang hanya sebagian kecil hatinya. Tak kan begitu mempengaruhi Aisyah.
"Oh yah udah. Bagus sih pak. Lumayan seharian enggak bakal dengar nyinyiran monster julid itu."
"Haha! haha! nyonya muda ini ada ada aja."
Pak Damar tertawa kecil, habisnya Asiyah mengatakannya dengan ekspresi lugu yang begitu polos.
"Oh yah pak. Yang bawa saya ke sini siapa? Maksud saya yang angkat saya ke sini?" tanya Aisyah. Ia bingung, dirinya ingat bahwa kemarin malam dia tak sadar kan diri. Lalu, bagaimana bisa berada di sini? Terbang?! Gak mungkin kan.
"Apa Ikhsan pak yang gendong saya ke sini?" tanya Aisyah lagi tak sabar menunggu jawaban pak Damar.
"Ahhh, bukan nyonya muda. Yang gendong anda asisten Ren." sahut pak Damar.
Padahal aku ingat, kayaknya samar - samar lihat Ikhsan yang datang. Apa aku salah lihat? Atau aku emang lagi ngehalu?
Batin Aisyah. Tampak Dirinya lebih kecewa dari sebelumnya. Harapan pernikahan harmonis yang di impikannya hilang sirna. Kini dirinya terjebak di dalam sangkar emas ini, dengan tuan yang akan terus menyiksanya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Wirda Wati
😭😭😭😭
2023-04-25
0
Dessi Pratiwi
nyesek q thoorr😭😭😭😭
2021-06-06
0
Adinar Adinar
mewek😭😭😭
2021-02-17
0