***
"Tuan, bagaimana rapat dengan perusahaan Singapore hari ini?" tanya Ren yang sudah menunggu tuan nya. "Jika tuan khawatir, saya akan panggilkan Susan untuk merawat nyonya muda." tambahnya lagi yang mengerti jelas maksud ekspresi tuan mudanya.
"Panggil Susan dan beberapa ahli gizi lainnya. Minta mereka menjaga Aisyah, ayo kita rapat. Ini bernilai milyaran rupiah." Ikhsan meninggalkan Aisyah yang terbaring di sana. Mungkin uang lebih berharga dari babu, ini? begitu kah?
Ikhsan menuruni tangganya dengan terburu-buru, hingga Ren harus memperingatkan tuan mudanya itu. Ikhsan sampai di depan pintu mobil yang baru di buka asisten Ren mobil BMW hitam yang selalu menemaninya sebagai mobil pribadinya.
Ikhsan diam. Dia mendengus kasar.
"Ren, batalkan semua janji rapat hari ini. Panggil kepala pelayan Damar yang sebelumnya menjaga Villa ini. Dia harus tiba besok pagi." titah Ikhsan memutar arah kakinya dan setengah berlari kembali ke kamar Aisyah.
Tuan, seperti nya anda masih sangat mencintai Nona Aisyah kan? Jika cinta katakan cinta. Jika di pendam hanya akan menambah luka di hati. semoga anda tidak pernah menyesali perbuatan anda. karna rasanya menyesal itu sangat sakit. Hindarilah itu.
Batin Ren menutup kembali pintu mobil. Dia menarik sudut bibirnya. Berharap tulus untuk kebahagiaan tuannya ini.
"Proyek milyaran rupiah, haha! seperti nya masih lebih berharga Nona Aisyah~" gumamnya menuju mobil lain, segera mengatur urusan tertunda tuan mudanya.
***
Ikhsan saat ini sedang di dapur, memasak bubur hangat untuk Aisyah. Ikhsan cukup lumayan menjadi koki, dilihat dari tampilan nya itu cukup enak. Tapi Rasanya, siapa yang tau. Tampilan luar tak selalu sama dengan isi di dalam. Jangan mau tertipu oke.
Masih fokus berkutat dengan laptopnya, Ikhsan duduk di sofa menggunakan kacamatanya, bukan minus. Hanya saja untuk menjaga dari sinar radiasi. Menjaga pengelihatan itu sangat penting.
Aisyah beberapa kali sudah mengerjapkan matanya. Pandangannya tertuju pada jam di dinding, yang sudah menunjukkan pukul delapan malam. Dia memejamkan lagi matanya, mengingat apa yang terjadi.
"Pertama bersihin rumah sebesar ini sendirian ... Trus, masak buat iblis itu ... Truss ping-san?! Ini dimana?!" gotaknya saat menyadari ia bukan ada di kamar yang kecil seadanya. Kamar ini berkali-kali lipat lebih besar.
"Oh? Udah bangun? Puas tidur?" Ikhsan masih menatap intens Layar laptop nya di balik kacamatanya. Meski dia berbicara pada Aisyah sebenarnya.
"Ikhsan?! Kok kamu di sini?!" pekik Aisyah tak kalah kaget. Dia kalap seketika. Jujur saja, Aisyah cukup takut oleh amukan Ikhsan yang tanpa sebab.
"Kamu lihat kamar ini milik siapa? Dan siapa yang harusnya ada di sini?"
"Benar juga. Ini memang kamar mu. Tapi, kenapa aku bisa ada di sini?" gumam Aisyah mengedarkan pandangannya, yah itu memang kamar besar sang majikan Ikhsan. "Kamu yang bawa aku kesini?" Tebak Aisyah asal-asalan. Meski dalam hati terdalam Aisyah benar-benar ingin Ikhsan yang menggendongnya.
"Sekretaris Ren yang bawa kamu ke sini. Jangan mimpi aku menyentuh mu! Kamu ini sedari dulu selalu suka sekali merepotkan aku!"
"Kau sendiri yang membuat dirimu repot, aku tidak pernah meminta nya." sahut Aisyah dengan nada polos tanpa dosa. Kepolosan ucapan ini menaikkan suhu hati Ikhsan, menjadi lebih panas dari sebelumnya .
Ikhsan berdiri meninggalkan laptopnya yang masih menyala di meja, ia menghampiri Aisyah yang duduk di ranjang. Ikhsan menekan kuat dagu Aisyah, hingga sedikit menyisahkan bekas merah di kulit putih bersih Aisyah. Mata elang Ikhsan masih setia menatap tajam Aisyah. Di mata Ikhsan, kali ini Aisyah terlihat seperti kelinci yang tengah di dapat pemburu. lirihan Aisyah seperti menusuk di telinga Ikhsan.
"Sudah lah ... Kamu makan itu, dan itu vitamin juga di minum. Jangan merepotkan aku lagi. Kau ini sungguh beban." Ikhsan melepas cengkraman di dagu Aisyah. Ia mengambil laptopnya dan segera keluar dari kamar itu.
"Kenapa keluar? Ini kamar kamu, biar aku yang keluar." ucapan Aisyah menahan langkah kaki Ikhsan yang hampir keluar dari pintu.
"Kamu tidak punya hak mengatur aku. Di sini perkataan ku adalah aturan nya. Kamu cukup ikuti aturan main yang aku buat. Dan jangan pernah membantah." titah nya lagi kembali melangkahkan kaki untuk keluar.
Aisyah sedikit kecewa, mengetahui bahwa Ren lah yang membawanya. Ia tidak tahu Ikhsan yang sekarang orang seperti apa. Tapi yang jelas, Aisyah menyadari satu hal bahwa dia yakin Ikhsan semakin membencinya. Pasrah adalah jalan terbaik.
Kepala Aisyah bagai tertimpa rentetan masalah, menambah sakit di kepalanya berkali-kali lipat. Ia membuka tutup wadah makanan yang Ikhsan berikan tadi, rasa tidak selera makan nya tiba-tiba terganti dengan nafsu yang besar saat melihat penampilan bubur itu. Terlihat sangat menyelerakan.
Aisyah dengan tidak sabar langsung melahapnya.
"Wlleee... " keluhnya, memaksa tenggorokan mungil itu menelan makanan hambar ini. Yah meski sangat cantik itu tetap lah bubur untuk orang sakit, yang rasanya jelas hambar.
Aisyah tak ingin memakannya lagi, ia meletakkan mangkuk bubur itu di nakasnya. Ia meneguk jus jeruk di sebelahnya, yang saat ini tinggal setengah. Setidaknya jus itu menghilangkan rasa jeleh yang tadi dirasakannya.
Tring! Tring!
Telepon rumah di nakas sebelah mangkuk itu berbunyi. Aisyah terpaksa menjulurkan tangannya untuk mengangkatnya.
"Ada Apa?"
"Makan bubur itu sampai habis. Atau aku yang akan menghabisi kamu dan seluruh keluarga mu!" peringat Ikhsan dengan nada ala bossynya. Aisyah kenal betul suara khas berat ini. Dengan nada yang penuh penekanan yang mutlak tentunya.
"Ngancem mulu, gak bosan?" gerutu Aisyah yang mulai muak dengan ancaman dan ancaman dari Ikhsan.
"Makan!" titah Ikhsan dengan nada yang lebih keras.
"Iyah iyah! ini bakal aku makan." sahut Aisyah membanting telpon nya, ia langsung memaksa tenggorokan mungilnya menelan bubur hambar itu, sampai habis tak tersisa. Ia menahan rasa hambarnya. Menelan paksa bubur hambar itu dengan sedikit gerumbel dari bibir tipisnya. Setelah meneguk habis jusnya, ia juga harus di hadapkan oleh pil vitamin itu. Ughhh...
Ikhsan yang ada di ruang rahasia tersenyum puas menatap Aisyah yang menurut.
Kesakitan mu adalah kebahagian untuk ku?! Apa itu benar?
Batin ya masih dengan penuh kebimbangan. Perasaannya tidak jelas. Kenangan Masa SMAnya kembali lagi. Ingatan bagaimana Aisyah memaksanya untuk menerima Syifa masih tersimpan hangat di kepala Ikhsan. Menghadirkan kembali kebenciannya terhadap Aisyah. Nafasnya memburu menahan amarah.
Selama ini, ia selalu berada dalam kebimbangan, kan? ketidakpastian adalah wujud dari Ikhsan saat ini. Saat manusia berada dalam fase yang di sebut kebimbangan, ia akan cenderung melakukan langkah yang cukup terburu dan berdasarkan nafsu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Wirda Wati
sebaiknya Aldo sering datang thort
2023-04-25
0
Putri
hahhaha,,gengsinya ikshsan lebih tinggi dr egonya.pake acara blg kalo ren lah yg mbopong Aisyah kekamarnya.
tp seru jg
2021-02-06
0
Divia Adeliaputri
awas lo san....terlalu benci lama2 jd cinta...hehehe
2020-12-19
0