***
Apa dia ingin membunuh ku secara perlahan dengan menyuruh ku mengerjakan pekerjaan rumah sebesar ini seorang diri?!
Batin Aisyah lagi, yang hanya bisa membatin, tak mampu bersuara. Bibirnya mengatup rapat akurat khususnya jika di hadapan Ikhsan.
Setelah dirinya memastikan meja makan bersih dari masakannya. Ia menaikki tangga dengan lesu, entah apa yang akan Ikhsan cibirkan lagi jika melihat Aisyah. Dirinya menghela napas kasar sebelum akhirnya memberanikan diri masuk ke kamar itu. Pandangannya jatuh pada Ikhsan yang duduk di dekat jendela berhembuskan angin malam, dia kelihatan sedih tapi itu juga tak menutupi wajah tampannya yang sesekali terkena helaian gorden putih tipis yang di terpa angin.
"Apa kamu sudah selesai lihat Aku? Kamu mau menggoda ku? masuk ke kamar ku dengan baju yang masih basah. Kamu sebenarnya semurah apa?" Cibir Ikhsan menatap rendah Aisyah. Sesuai dugaan Aisyah, Ikhsan yang sekarang memang terlalu hobi mencibirnya, atau bahkan sudah menjadi kebutuhan Ikhsan.
Aisyah hanya diam mempertimbangkan keterlibatannya atas perubahan sikap Ikhsan. Baginya, diam adalah solusi mengatasi rasa bersalahnya. Ikhsan bebas mencibirnya, Aisyah ikhlas.
"Oh kenapa diam? Kamu berharap Aku nyentuh kamu di malam pertama kita? Haha, apa kamu pantas??" tambah Ikhsan lagi menaikkan sebelah alisnya menatap rendah Aisyah dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Baju aku basah, aku mau ambil baju di lemari. Buat ganti." sahut Aisyah berjalan ke arah lemari.
"Lancang sekali kamu! Siapa yang izinkan kamu menaruh baju murah kamu di lemari mahal ku!"
"Ini kan kamar aku juga, kenapa gak boleh letak baju di lemari?"
Sesaat kemudian Ikhsan sudah menarik tangan Aisyah, mengunci kedua tangan Aisyah dengan satu tangannya di atas kepala Aisyah. Aisyah yang takut mundur perlahan, sayangnya kemunduran langkahnya harus terhenti karna dinding yang ada. Ikhsan mengurung tubuh gadis mungil itu. Ikhsan menatap tajam Aisyah dengan mata elang miliknya, sembari mencengkram erat kedua tangan Aisyah yang di kunci. Membuat Aisyah meringis kesakitan. Ikhsan terlihat menikmati sekali rasa sakit Aisyah.
"Ini kamar majikan, kamu pembantu tidur di kamar pembantu. Sudah ku katakan sadar diri itu penting. Lihat diri kamu sekarang! Kamu tidak layak satu kamar dengan ku! Pergi kamu! Bawa semua barang murah mu!" bentak Ikhsan mendekatkan wajahnya pada Aisyah yang meringis kesakitan. Ikhsan tersenyum menyeringai mengerikan.
Baju Aisyah yang basah membuat lekuk tubuhnya sedikit terlihat. Perlahan Ikhsan membuka kuncian nya, menatap tajam Aisyah mengisyaratkan segera pergi. Aisyah mengambil bajunya di lemari yang tadi siang sempat di susunnya rapi berdampingan dengan pakaian Ikhsan.
"Dengar, kamu pembantu dan bertingkah lah seperti pembantu." peringat Ikhsan lagi, sebelum langkah terakhir Aisyah untuk meninggalkan pintu itu.
"Iya tuan, aku mengerti. Aku pergi." sahut Aisyah menuruni tangga dengan koper yang di bawanya. Menuju kamar pembantu di dekat dapur, yang kecil dan sempit. Yah Aisyah hanya bisa pasrah pada nasib nya kali ini.
"Kenapa harus dikamar pembantu, padahal kamar tamu banyak?" gerutunya membantingkan tubuh mungil ke ranjang seadanya. Meski tidak terlalu kaya, Aisyah terbilang memiliki kehidupan yang berkecukupan. Jadi, ini adalah pertama kalinya ia tidur di tempat seperti ini.
Ikhsan sendiri tak tahu entah kenapa tiba-tiba mandi. Ia mandi di tengah malam yang dingin menggunakan air es. Maksudnya apa coba?
Ia menghela napas lega, dia merasa lega setelah tubuh kekarnya yang tak terbalut sehelai kain pun terguyur air dingin yang lebih dingin dari air Aisyah tadi.
***
Aisyah bangun satu jam lebih pagi dari dirinya yang biasa bangun. Ia bangun pukul empat pagi, sudah sibuk berkutat pada dapurnya. Sebelum pukul tujuh pagi, rumah sudah terlihat bersih, barang antik yang melegenda sudah mengkilap. Makanan berbagai jenis sudah di sajikan di meja makan. Inilah yang tertulis di secarik kertas kecil itu, sebelum Ikhsan turun semuanya harus beres.
Ikhsan menuruni tangga secara perlahan, ia langsung menatap ke arah meja makan yang sudah terpenuhi dengan masakan Aisyah, beserta Aisyah yang berdiri di sebelah meja itu, menanti kedatangan Ikhsan. Ikhsan tersenyum puas.
"Ambilkan aku roti dari mesin roti, dan bawakan selai coklat di kulkas. " titah Ikhsan yang menarik salah satu kursi dan duduk disana.
Hanya mengangguk tanpa menjawab, Aisyah langsung mengambil barang yang di inginkan suaminya, atau lebih tepatnya majikan barunya.
Ikhsan dengan santai mengoleskan selai coklat itu di roti bakarnya, terlihat coklat itu sedikit lumer. Jus yang di samping nya di teguk habis setelah ia memakan dua potong rotinya.
"Oke, Aku udah selesai makan. Kamu bereskan semuanya, aku tidak ingin ada sedikit debu pun dirumah Rp 25 M ku." titah Ikhsan bangkit dari kursinya.
Maksudnya apa coba? Minta tiap pagi di buatin sarapan minimal 7 jenis. Udah di buatin malah gak di sentuh?!
Batin Aisyah yang kali ini benar - benar emosi melihat tingkah majikan nya ini.
"Soal Ayah aku gimana? Kasusnya?" tanya Aisyah sebelum Ikhsan pergi.
"Sudah selesai, nama baik ayah kamu sudah ku kembalikan. Jika tidak ingin buruk lagi, maka kamu tetap ikuti aturan main yang aku buat." Ikhsan langsung pergi menaiki mobil BMW miliknya.
Aisyah bernapas benar-benar lega, akhirnya seseorang yang ia anggap monster tukang cibir ini sudah pergi. Benar-benar rasa lega yang menakjubkan.
***
Aisyah duduk santai di sofa setelah akhirnya dirinya bisa terbebas dari rentetan kerjaan di rumah ini.
"Ahh,,, capek nya ... Satu minggu bersihin rumah ini sendiri, bisa mati patah pinggang aku." gerutunya memainkan Hpnya. Tentu saja ia membuka Noveltoon guna mencari cerita yang seru dan menghilangkan rasa bosannya.
Tamparan keras baginya saat melihat rentetan Novel yang bercerita pernikahan yang berjalan begitu harmonis, dan sang suami begitu mencintai Istrinya. Layaknya istrinya adalah dunia nya. Di tatap nya foto besar su-- eh maksudnya majikannya, yang terpampang jelas di hadapannya, di gantung di ruangan itu. yang menggunakan setelan formal, terlihat sangat tampan dan berkelas. Namun juga sangat dingin dan kejam. Jika bukan karna perasaan bersalah Aisyah, mungkin ia sudah membenci dan mengutuk pria ini.
Mungkinkah Ikhsan bisa mencintai ku lagi?! Stop Aisyah! Logis dong, kamu gak liat mata Ikhsan hanya dipenuhi kebencian saat melihat mu, lalu di mana cintanya?!
Batin Aisyah beradu argumen dengan diri nya sendiri.
Telepon rumah yang tepat ada di samping sofa di tempat Aisyah duduk berbunyi.
"Nanti siang aku pulang, kamu siapkan makan siang." logat dengan suara titah mutlaknya, pria yang hobinya ngatur dan pantang di atur. Yah, siapa lagi kalau bukan Presdir Ikhsan Arsindath?!
"Iyah Tuan. Menu nya ma--" sahut Aisyah yang terpotong akibat sambungan yang sudah diputus lebih dulu oleh Ikhsan sebelum Aisyah menyelesaikan ucapannya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Wirda Wati
gmn kerjaan aisyah
2023-04-25
0
Nurwana
mudah mudahan kamu tdk menyesal Ikhsan....
2022-10-13
0
Yanti Natalia
kok aisah gk kerja lagi, kan dia dokter
2021-06-02
0